Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Kyai di era disruptif: Gus Mus

Gus Mus
Refleksi yang akan saya hantarkan kali ini mencoba menyajikan sosok Kyai yang tetap bertahan di tengah deru derasnya Dai Pop dan faham trans-nasional, dengan kealiman dan kecerdasan lokal yang luar biasa serta dibarengi pendayagunaan teknologi masa kini.

(Baca: Episteme Dai Pop)

Gus Mus - Siapa yang tidak mengenal sosok Gus Mus? Sosok kyai zaman now yang turut andil besar dalam dunia pendidikan Islam, baik secara formal, in-formal maupun non-formal. Pendidikan yang saya maksud adalah bagaimana beliau secara ajeg mampu mengedukasi khalayak umum, tidak terbatas pada santri yang berada di lingkungan pondoknya diseputaran, Leteh Rembang. Bahkan, tidak melulu seorang muslim, orang non-muslim pun saya yakin pasti ada pula yang mengidolakan beliau

Bermuaranya tiga aspek sentral yaitu: globalisasi, demokrasi, dan teknologi menuntut khalayak ramai mulai beralih kepada penggunaan moda baru dalam hidup bermasyarakat dan juga beragama. Muara inilah yang disebut dengan era disruptif, yang mana bisa diartikan pula sebagai era dimana mulai ditinggalkannya moda, gaya, dan model lama dan digantikan dengan yang lebih fresh dan acceptable. Banyak orang mulai berbondong-bondong beralih dari pengunaan surat dan sms ke penggunaan pengiriman pesan instan, semisal whats app, facebook, dan aplikasi sosial media lainnya. Hadirnya era disruptif ini sudah mulai merubah tatanan sosial, yang dahulunya harus bertegur sapa secara langsung, namun saat ini cukup dengan mengirim pesan instan, atau misal mengunggah foto undangan walimah kita, maka orang yang dituju sudah bisa menerima pesan kita.

Hal yang sama juga terjadi untuk urusan beragama, khalayak ramai sudah dimanja dengan mudahnya belajar agama melalui youtube, tanya jawab “Mbah Gugel”, mereka tidak perlu lagi pergi ke surau/langgar untuk bertemu pak ustadz untuk tanya bagaimana cara berwudhu dengan benar. Ibu-ibu sudah tidak payah mengajari anaknya untuk membaca huruf hijaiyyah karena sudah ada boneka yang mampu menuntun anaknya belajar ngaji. Sah-sah saja hal tersebut dilakukan terlebih terjaminnya ‘kebebasan’ di era demokrasi yang didukung dengan teknologi ini. siapapun boleh menyediakan informasi (red; internet), dan siapapun pula bisa mengaksesnya.

(baca: Disseminating Values On Social Media)

Gus Mus Turun Gunung
Lalu, apakah yang dilakukan Gus Mus sehingga saya merasa penting untuk menulis ini? beliau adalah salah satunya sosok yang tentunya well-informed di bidangnya yaitu keagamaan, yang mampu momong khalayak ramai dengan penggunaan akses ini. Saya rasa magnit beliau tidak kalah kuat untuk menarik santrinya untuk hadir ke padepokannya sehingga bisa ngaji talaqi langsung dengan beliau. Namun beliau memberikan ruang kepada khalayak umum untuk bisa menjadi santri online melalui medium teknologi (i.e. twitter, facebook, instagram).

Ibaratnya, ada barang yang wes kadung jadi (red; teknologi, wa khususon internet), tentunya perlu ada perhatian sehingga tidak menjadi pisau yang matanya mengarah kepada kita. Namun bisa kita arahkan sehingga bisa tepat guna dan penuh manfaat. Mungkin ini yang saya baca dari apa yang dilakukan Gus Mus. Daripada internet dipenuhi konten dari orang trans-nasional, atau Dai Pop yang kurang well-informed, maka beliau dengan sangat bijaksananya berkenan turun gunung untuk menjadi salah satu pengisi ruang teknologi tersebut.

Gus Mus dan Kecerdasan Lokal

Dari sekian post yang dilakukan beliau tentunya tidak melulu santri online, atau sekedar orang mampir baca yang setuju dengan gagasan beliau serta orang yang memang alergetik dengan beliau. Entah memang tidak setuju atau berangkat dari kurang mampunya mencerna subtansi apa yang beliau ungkapkan. Ketidak setujuan ini banyak tertuang dengan bentuk nyi-nyiran, kalimat sarkas, dlsb. Bahkan beberapa ada yang tega menfitnah beliau, atau mencatut guna tujuan yang buruk. Namun, apa yang menjadi respon beliau? Beliau selalu menyikapi dengan teduh, kalimat yang santun dan dialogis, serta penuh dengan roma tawadhu. Bahkan sesekali malah beliau yang meminta maaf dahulu, meskipun tidak bersalah.

Gus Mus Sebagai Role Model Kyai Zaman Now

Dari beberapa karakteristik Gus Mus ini tentunya diharapkan mampu menjadi pendorong semangat daripada santri calon penerus. Menjadi pemantik para mutakhorij pondok yang sedang terjerembab pada sikap tawadhunya. Menjadi inspirasi bagi ustadz-ustadzah lainnya untuk mampu menjadi Dai yang well-informed, santun, dan lihay dalam pendayagunaan teknologi. Sehingga harapannya, orang yang mengisi database internet khususnya rubrik keagamaan adalah kalian, santri dan ustadz yang ga mungkin salah tulis Al-Quran.

Apabila ada salah dan khilaf mohon maaf,

Penulis:

Editor: Erniyati Khalida

248