MK Tetapkan Presiden 2 Periode Tidak Boleh Nyawapres, Ini Alasannya
Pewarta Nusantara, Nasional - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menguatkan bahwa seorang presiden yang telah menjabat selama dua periode tidak dapat menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Putusan tersebut merupakan respons terhadap permohonan yang diajukan oleh Partai Berkarya di bawah kepemimpinan Muchdi Pr.
Pasal yang diuji adalah Pasal 169 huruf n yang menyatakan bahwa persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. Dalam putusannya, MK menolak permohonan tersebut.
MK sebelumnya juga telah menolak permohonan serupa yang diajukan oleh Muchdi Pr pada Januari 2023. MK memberikan beberapa pertimbangan dalam menolak permohonan tersebut.
Salah satu pertimbangannya adalah bahwa Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan tidak mengatur secara jelas berapa kali seseorang dapat menjadi presiden atau wakil presiden.
Hal ini memunculkan celah yang dimanfaatkan pada masa Orde Lama dan Orde Baru di mana presiden menjabat tanpa batasan periode yang jelas.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, fleksibilitas Pasal 7 UUD 1945 tersebut digunakan sebagai dasar argumentasi untuk mengangkat presiden tanpa batasan periode.
Namun, setelah perubahan, Tap MPR Nomor XIII/MPR/1998 membatasi masa jabatan presiden hanya untuk satu kali jabatan.
Pembatasan ini dilakukan setelah adanya penafsiran yang merugikan kedaulatan rakyat dan kehidupan demokrasi akibat ketiadaan pembatasan masa jabatan presiden sebelumnya.
Dalam pembahasan perubahan Pasal 7 UUD 1945, ditemukan bahwa pembatasan dua kali masa jabatan dapat bersifat berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
Para pengubah UUD 1945 sepakat bahwa batasan dua kali berturut-turut merupakan batasan maksimal seseorang untuk menjadi presiden atau wakil presiden.
Putusan MK ini mempertegas bahwa presiden yang telah menjabat selama dua periode tidak dapat mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Hal ini memiliki implikasi penting terhadap dinamika politik di Indonesia dan menegaskan prinsip demokrasi yang berkaitan dengan pembatasan masa jabatan presiden. (*Ibs)
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida