Indonesia Darurat Khilafah?
Sebanyak 19,5% Millennial menyatakan Indonesia lebih ideal menjadi negara Khilafah (IDN Research Institute). Millennial yang didominasi warga negara usia muda ini menyatakan hal yang berselisih dengan pendiri bangsa ini, apakah ini sebuah kebetulan atau kesengajaan?
Libur sekolah telah usai, banyak orang tua yang merasa lega. Ya tentu saja lega, karena mereka sudah tidak repot lagi memantau penuh kegiatan buah hatinya. Hampir seluruh kegiatan harinya dihabiskan di sekolah. Orang tua tinggal memantau sisa sore dan malamnya.
Eits.. tapi jangan senang dulu…
Apakah buibu dan pakbapak percaya seluruhnya dengan apa yang dibawa pulang buah hati anda?
Dalam pendidikan, buah hati anda akan diajarkan beberapa materi pokok pendidikan yang biasa kita sebut sebagai intrakulikuler. Ada matematika, bahasa, sejarah, budaya, dlsb. Namun selain itu ada ekstrakulikuler, yaitu kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan anak, mengembangkan nilai-nilai atau sikap. Apabila kegiatan intrakulikuler lebih pada kegiatan kelas terbimbing, ekstrakulikuler adalah kegiatan luar kelas yang lebih menekankan pada kegiatan kelompok.
Kegiatan ekstrakulikuler, banyak diarahkan pula untuk aktualiasasi diri anak. Ada sepakbola, karawitan, menari, musik, baris berbaris, jurnalistik, dlsb. Ada lagi yang belum terlist, namun cukup menarik untuk disimak, yaitu rohis.
Apasih itu Rohis? Rohis, akronim dari Rohanis Islam, yaitu sebuah organisasi memperdalam dan memperkuat ajaran Islam. Rohis banyak ditemukan di SMP dan SMA ini mempunyai struktur seperti OSIS.
BACA JUGA: (Bersihkan Rohis dan Masjid Kampus dari Paham Radikal)
Rohis umumnya memiliki kegiatan terpisah antara anggota pria dan wanita. Kegiatan yang dilakukan berkelompok-kelompok ini dibimbing oleh orang luar sekolah, bisa itu alumni, atau orang yang tidak ada sangkut pautnya sama sekolah. Beberapa yang dijumpai, pembimbing atau yang sering disebut murabbi ini mahasiswa kampus. ironinya, mereka adalah mahasiswa kampus umum, bukan kampus islam (seperti UIN, IAIN, dlsb).
Lalu dari mana mereka belajar tentang ke-Islam-an? Bukan dari pondok pesantren, atau lembaga pendidikan keislaman yang kompeten, jawab mereka. Ketika kejar pertanyaan tersebut, mereka hanya mendapatkan tambahan ilmu dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK), sebuah organisasi identik dengan rohis yang berada di kampus. Dari mana mereka mendapatkan otoritas atau gampangnya sim untuk membimbing buah hati kita di rohis? Apalagi topiknya tidak lagi berkenaan dengan topik fikih ibadah dan bersuci yang menjadi primordial agama. Bukan tentang sholat yang baik, mengganti sholat, sujud syahwi, mencuci pakaian najis. Namun justru tentang takfiri (kafir-mengkafirkan), negara Islam, Khilafah. Sebuah materi berat, yang umumnya dibahas pada tingkatan akhir di pesantren. Dibahas ya bunda, bukan diajarkan. Karena mayoritas negara dengan penduduk mayoritas, sebut saja: Arab, Yordan, Qatar, Mesir, tidak sepakat, apalagi menjalankan Khilafah.
BACA JUGA: Pendekatan Kontras pada Pendidikan, Relevankah?
Pemikiran ini lah yang sengaja disusupkan sejak dini oleh organisasi yang menaungi rohis ini, sehingga benih-benih gagasan mereka tumbuh dan menjalar. Tujuannya untuk apa? Menjadi agen mereka untuk merubah negara ini.
Oleh karena itu Buibu dan pakbapak perlu mengamati perkembangan buah hati anda, mengecek apa yang dibawa pulang oleh buah hati anda. Menanyakan ekstrakulikuler apa yang diikut. Lalu, Apakah anak sudah mulai berani kepada anda dengan menyalah-salahkan tradisi keagamaan anda dengan kalimat bid’ah, kafir? Indikator sederhana ini dapat digunakan untuk mendeteksi apakah anak anda sudah terpengaruh paham ini atau belum.
Lalu bagaimana jika buibu pakbapak menginginkan pendidikan Islam tambahan kepada anak? Ya… daftarkanlah anak anda pada Madrasah Diniyah (Madin) yang ada diseputaran rumah anda, sehingga tetap bisa terpantau kegiatannya. Selain itu, kegiatan di Madin diampu oleh orang yang berkapasitas.
Jangan sampai, alih-alih buah hati kita melanjutkan cita-cita hidup kita dan leluhur kita. Namun justru menjadi agen organisasi yang menginginkan perjuangan Khilafah, mati sangit di medan perang.
Naudzubillahi min dzalik.
BACA JUGA : Prof Yudian: Pembubaran HTI Sudah Tepat!
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida