Pewarta Nusantara
Menu Menu

MENGUAK MAJAPAHIT DITANAH BORNEO

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

MENGUAK BATU JATO TANAH MAJAPAHIT JAWA

Batu jato sebuah legenda klasik antara suku melayu dayak dan tanah jawa, kaitan darah turun dari majapahit jawa yang menyusuri lautan nusantara hingga muara kapuas yang menandakan bahwa legenda itu benar adanya dengan legenda batu jato. Tumpukan batu besar yang seakan jatuh sepanjang aliran sungai Batu Jato yang menjadi salah satu titik letak tanah jawa majapahit yang pernah menjadi tempat singgahan dari kerajaan majapahit.

Memang tidak salah kalau orang dayak khususnya dayak  Ntuka (mentuka) adalah bagian dari masyarakat indonesia. Karena  dari cerita orang tua dulu, nenek moyang dayak ntuka berasal dari pulau jawa pada jaman kerajaan majapahit.

konon ceritanya pada jaman kerajaan majapahit terjadi pergolakan dan perpecahan mereka menamakan perang itu perang merajok, ada sekelompok rakyatnya berlayar ke daerah lain dan ada sekelompok yang sampai di muara kapuas, kalimanta barat. Mereka masuk sungai kapuas dan menetap di daerah labai lawai, sekarang daerah suka lanting kabupaten kubu raya. Mereka menetap disana puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Dalam perjalanan hidup mereka ingin mencari tempat yang aman dan nyaman. Oleh karena itu mereka sepakat untuk lari mencari tempat yang aman. Dibawah pimpinan seorang pateh yaitu pateh Bang’ie mereka mudik sungai kapuas dengan menggunakan beberapa perahu dari dua rombongan yang berangkat mereka berjanji, apabila menemui muara sungai yang di tanjap dengan bambu (suai) mereka harus masuk sungai itu, berarti itu tanda ada rombongan yang sudah masuk sungai itu. Tapi sayang sekali rombongan yang berikutnya tidak melihat suai atau bambu yang di tanjap dimuara sungai tersebut. Sehingga rombongan berikutnya langsung mudik kehulu sungai kapuas. Sedangkan rombongan terdahulu tadi masuk ke wilayah sungai sekadau mereka mudik sungai sekadau dan menetap disuatu daerah, yaitu daerah kematu Rawak/Sekadau hulu.

Tidak juga diketahui berapa lama mereka menetap disana, lalu mereka mencar lagi ada yang mudik sungai sekadau dan tinggal  sementara di seberang muara sungai mentuka (daerah Tolok pasu sekarang). Setelah mereka menetap disana, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi setelah siap merekapun mudik menelusuri sungai mentuka dan akhirnya mereka mentok disuatu daerah karena perahu mereka tidak bisa mudik lagi. Daerah tersebut sekarang berada di sungai sebelimbing, Dusun Pantok Desa Pantok. Mereka memutuskan untuk menetap di daerah itu dengan disertai kebiasaan mengubur tanah yang diisi dalam piring putih, tanah itu ceritanya dibawa sejak mereka pindah dari jawa dahulu, sehingga mereka menamakannya  juga Tanah Majapahit yaitu tanah kelahiran atau tona kadoyat.

Berabad-abad mereka menetap beraktifitas didaerah itu dan bertambah banyak , mereka tinggal didaerah antara sungai mangau dengan sungai sebelimbing, yaitu daerah natai kadupai setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka menetap disana terjadilah suatu petaka. Ahirnya dari daerah tersebut mereka bubar ada sekelompok yang pindah dan tinggal di sungai kamayatn (daerah hulu dusun lubuk tajau) dan sebagian lagi pindah dan tinggal di sungai sopet daerah hulu (dusun masa bakti) dari kedua tempat itu ahirnya mereka masing-masing mencari tempat baru untuk berburu berladang sampai ahirnya mereka menetap diberbagai daerah sungai ntuka/mentuka dan sekitarnya.

Penulis:

Editor: Erniyati Khalida