Biografi Friedrich Nietzsche, Satu-satunya Filsuf yang Membuat Autobiografi
Pewartanusantara.com - Apakah pertanyaan ini pernah terlintas di benak Anda, haruskah seorang filsuf membuat biografinya? Sejumlah orang beranggapan bahwa filsuf hanya mementingkan gagasan dirinya tidak dengan riwayat hidupnya. Ini berbeda dengan Friedrich Nietzsche. Ia adalah satu-satunya filsuf yang menulis biografi Friedrich Nietzsche sendiri. Sepeti apa kisah filsuf asal Jerman ini? Simak ulasan di bawah ini
Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche adalah seorang filsuf yang berasal dari Jerman. Ia lahir pada 15 Oktober 1844 di Rocken, Prusia, Jerman. Nietzche, begitulah ia dipanggil. Ia dilahirkan dari keluarga yang taat agama.
Kakeknya bernama Friedrich August Ludwig merupakan seorang pendeta. Adapun ayahnya, Karl Ludwig Nietzsche merupakan seorang pastor di desanya. Sementara itu, ibunya bernama Fransziska Oehler merupakan putri pastor dari desa tetangga. Jelas sudah jika Nietzsche memiliki latar belakang agama yang kuat.
Nietzsche dan Nama Raja
Kelahiran Friedrich Nietzsche bertepatan dengan ulang tahun raja Prusia bernama Friedrich Wilhelm IV. Karena ayah Nietzsche sangat mengagumi raja Prusia tersebut, maka ia memberi nama anaknya dengan mengambil awalan nama raja tersebut.
Nietzsche merasa sangat beruntung karena setiap tahun ulang tahunnya dirayakan khalayak umum. Sebab, perayaan ulang tahun raja pasti melibatkan seluruh rakyat.
Pendidikan Nietzsche
Kematian ayahnya saat ia masih belia menyebabkan Nietzsche harus diasuh oleh para “perempuan suci”. Dalam pengasuhan tersebut, lingkungan Nietzsche seketika berubah menjadi lingkungan yang keseluruhannya wanita.
Pada umur enam tahun, ia masuk sekolah dasar. Setahun setelahnya, ia berpindah ke sekolah swasta. Pada sekitar usia empat belas tahun, Nietzche masuk institusi Gymnasium, yaitu sekolah setingkat SMA yang terletak di Pforta (Thuringen). Dengan jalur beasiswa di sana, Nietzsche mendapat pendidikan klasik yang ketat. Sekolah tersebut mengutamakan belajar bahasa Latin dan Yunani.
Di sekolah, ia dikenal mendapat julukan “sang pendeta”. Selain itu, ia gemar membaca. Banyak karya sastra dari tokoh-tokoh terkenal yang telah ia tamatkan bukunya. Di masa sekolah pula, Nietzsche membentuk perkumpulan sastra. Kegiatan organisasi itu antara lain menulis esai, sastra, komposisi, dan sebagainya.
Pasa tahun 1864, Nietzsche masuk Universitas Bonn mengambil program studi filologi dan teologi. Namun ia menghapus teologi dari bidang studinya.
Kenyataan yang diperoleh dalam biografi Frederich Nietzsche adalah bahwa dirinya meninggalkan agama Kristen pada usia 18 tahun. Sebuah kejanggalan yang diherankan masyarakat. Bagaimana mungkin seorang anak pastor bisa meninggalkan kepercayaannya?
Kejanggalan Nietzsche semakin hari mulai terlihat. Alhasil, ini menimbulkan pertentangan dengan ibunya. Reaksi itu dituangkan Nietzsche dalam tulisan berjudul Ohne Heimat (Tanpa Kampung Halaman). Dalam suratnya pula, ia banyak menuliskan ketidakpercayaannya akan keberadaan Tuhan.
Belajar Fisiologi di Leipzig
Studi Nietzsche di Universitas Bonn hanya bertahan dua semester. Selanjutnya ia pindah ke Universitas di Leipzig untuk mendalami bidang fisiologi. Oleh dosennya ia disebut mahasiswa yang berbakat. Hal ini ditunjukkan dari karyanya yang berjudul De Theognide Megarensis yang artinya silsilah para dewa Megara.
Segelintir Persepsi Nietzsche
Buku The Word as Will and Idea (1819) karya filsuf Arthur Schopenhauer mengubah Nietzsche menjadi seorang “Schopenhaueran”. Pandangan mahzab ini bahwa dunia ditopang oleh sebuah keinginan umum yang tidak memperhatikan kemanusiaan. Hal itu sejalan dengan pemikiran Nietzsche.
“Whoever fights monsters should see to it that in the process he does not become a monster. And if you gaze long enough into an abyss, the abyss will gaze back into you.”
Meskipun dilahirkan di lingkungan agamais, Friedrich Nietzsche meninggalkan keyakinannya saat usia 18 tahun. Ia yang dahulu menyukai bidang teologi, sejak saat itu tidak lagi menggemari. Namun, ia dikenal berbakat di bidang fisiologi. Karya-karya Nietzsche banyak dilirik dosen hingga akhirnya ia menempuh karir sebagai pengajar di suatu universitas.
Baca juga: Soren Kierkegaard dan Filsafat Eksistensialisme-nya
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida