Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi

Verify Penulis
Di Portal Berita
Pewarta Nusantara
Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi adalah penulis di Pewarta Nusantara
Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi
1 tahun yang lalu

Gus Sol

"Plaaaakkkk" seperti disamber petir di siang bolong. Al-Habsy di tampar oleh pamannya akibat perilakunya yang semena-mena.

"ternyata kamu hanya berubah beberapa hari saja, hah? Ternyata meninggalnya kakekmu belum saja membuatmu sadar ya?" pamannya memarahinya.

Namun, Al-Habsy hanya diam saja sambil menundukan kepalanya seolah ia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
Keadaan menjadi berubah 99% bagi Al-Habsy ketika sekarang pemimpin Pondok Pesantren di tangani oleh pamannya yang tegas, garang dan tak pandang bulu. Tidak ada lagi Al-Habsy yang ditakuti.

Tidak ada lagi Al-Habsy yang disegani. Dengan ketegasan pamannya bukan menjadi Al-Habsy sadar namun membuat ia menjadi liar, menjadi tambah nakal, dari mulai kabur dari Pondok hingga sembunyi-sembunyi merokok di Pondok.

Hingga suatu ketika Al-Habsy kabur dari Pondok bersama Guntur untuk menonton pertandingan sepak bola. Namun, na'as saat kembali ke Pondok Pesantren ia berdua ketahuan oleh pamannya Al-Habsy.

Mau tidak mau pamannya memberi tindakan atas pelanggaran yang ia buat dengan merata tanpa memandang siapa yang ia hukum. Lantas Al-Habsy dan Guntur di botak dan di jemur di santri putri dengan plang yang bertuliskan "kami Santri Brekele"

***

Sangat mengejutkan ternyata dalam kepemimpinan pamanya Al-Habsy membuat Santri-santrinya tunduk dengan peraturan.

Pamannya Al-Habsy adalah anak dari Kakeknya Al-Habsy. Kakeknya memiliki dua anak. Ibunya Al-Habsy adalah anak bontot dan Paman Al-Habsy yang menggantikan menjadi pimpinan Pondok Pesantren yang sebelumnya dipimpin oleh kakeknya Al-Habsy yaitu (Alm. K. H. Abdul Karim. L.c) adalah anak sulung dari kakeknya yaitu ayah dari pamannya.

Pamannya di amanahkan untuk memimpin Pondok saat ia masih muda ketika ia ingin pergi untuk melanjutkan kuliahnya di Mesir hingga pada akhirnya ia bisa melanjutkan perjuangan dari ayahnya.

Nama paman Al-Habsy yaitu Solehhuddin atau biasa dikenal dengan sebutan 'Gus Sol' sebelum menggantikan ayahnya menjadi pimpinan Pondok Pesantren Gus Sol adalah ustadz kondang, sering di panggil-panggil untuk ceramah-ceramah ke daerah-daerah hingga daerah terpencil.

Gus Sol sebutannya dari kecerdasan dan ketegasan dalam kepemimpinan ia memiliki hal yang tidak semua orang memiliki dalam dirinya kata santri-santrinya yang sudah berpengalaman menjadi langganan dihukum dan dikatakan bagai babi dan anjing oleh Gus Sol karna selalu ketahuan saat ingin kabur maupun setelah kabur dari Pondok Pesantren.

Santriwan santriwati sudah tahu tentang hal itu, bahkan jika ingin bertemu dengan Gus Sol adalah hal yang sangat menakutkan bagi sebagian santriwan dan santriwati terutama bagi santri-santri yang sangat Badung, nakal dan sering maksiat karna jika ia bertemu dengan Gus Sol sisi buruknya akan dilihat oleh Gus Sol.

Katanya dari cibiran santriwan-santriwati Gus Sol bisa melihat orang-orang yang nakal dan sering maksiat itu kepalanya berubah menjadi anjing dan babi. Itulah yang membuat para santri takut jika bertemu oleh Gus Sol, bahkan seorang santri yang rajin dan taatpun takut jika ingin bertemu Gus Sol. Namun, itu tidak berlaku oleh Al-Habsy.

Ia tidak pernah percaya dengan hal-hal semacam itu, toh ia selalu bertemu dengan pamannya hampir setiap hari namun tidak ada hal-hal yang mencurigakan bahkan menakutkan.

Padahal Al-Habsy mengklaim sendiri dirinyalah yang paling Badung dan nakal di Pondok ini. Namun tidak ada sedikitpun ketakutan dalam dirinya untuk bertemu dengan pamannya.

Baca juga: Santri Brekele

***

Suatu ketika rasa penasaran Al-Habsy muncul ingin tahu lebih lanjut apakah yang dibicarakan santri-santri itu benar atau hanya hisapan jempol semata tentang pamannya yang tak lain yaitu Gus Sol.

Pada malam jum'at keliwon Al-Habsy berencana tidak mengikuti kegiatan Pondok meminta bantuan sahabatnya Guntur untuk membuntuti diam-diam pamannya yang sedang mengelilingi area komplek santri putra.

Tepat di area belakang kamar mandi putra, ada santri yang sedang makan-makan pada saat kegiatan yang di adakan oleh pengurus Pondok Pesantren. Sontak santri-santri yang terdiri dari empat orang itu kaget, lantas santri tersebut menyalami Gus Sol dengan tangan gemeteran.

"lisai'in antum" tanya Gus Sol dengan tegas dan garang.

Empat santri tersebut hanya diam saja sambil menundukan kepalanya.

"tegagkan kepalamu" saut Gus Sol. Lantas menampar rata empat santri tersebut sambil berkata :

"saya bukan menampar kalian, melainkan menampar babi dan anjing pada diri kalian."

Sontak Al-Habsy dan Guntur kaget mendengar tamparan dan ucapan tersebut sambil berlalu pergi dari persembunyiannya dan mengikuti acara malam jum'at tersebut.

"tuhkan benar Al, pamanmu itu bisa melihat keburukan orang lain" kata Guntur kepada Al-Habsy sambil gemeteran.

"kamu inget nggak Al saat kita ketahuan kabur dari Pondok" tambah Guntur.

"menurutku kejadian itu hanyalah kebetulan tur" tutur Al-Habsy.

Al-Habsy masih belum percaya dengan kejadian tersebut. Dengan kejadian tersebut justru membuat dia makin penasaran oleh pamannya yang katanya bisa melihat keburukan orang lain. Dia mengira pada saat ia ketahuan kabur dari Pondok hanya sebuah kebetulan.

Hingga pada akhirnya di suatu malam saat keluarga besarnya berkumpul bersama. Al-Habsy memberanikan diri bertanya langsung kepada Gus Sol perihal dirinya yang dikatakan memiliki kemampuan bisa melihat sisi gelap seseorang.

"paman, memangnya paman bisa melihat keburukan orang lain?" tanya Al-Habsy.

"kau tahu dari mana tentang hal semacam itu, nak?" pamannya malah balik bertanya.

"saya tahu dari cibiran para santri-santri paman." jawabnya.

"ah itu hanya asumsi para santri saja, nak." dengan enteng pamannya membalas.

"kalau begitu kenapa paman bisa melihat orang lain itu seperti anjing dan babi paman?" lanjut tanya Al-Habsy.

"siapa lagi yang berkata seperti itu, nak?"

"yahh cibiran para santri-santri paman dan saya juga pernah melihat paman sedang menghukum santri dan mengatakan ia seperti babi dan anjing."

"Walah, nak. Maksud dari paman bukan itu, paman hanya mengibaratkan, jika santri sulit di atur apa bedanya dengan binatang, bukan begitu?"

"jika memang seperti itu untuk apa sekarang paman berbicara dengan manusia berkepala babi atau anjing?" tambah Gus Sol sambil tertawa-tawa di depan Al-Habsy yang masih kebingungan sendiri.
"*#*#*&*&#*@*@#"

Bersambung...

Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi Ahmad Solehhuddin Al-Ayubi
1 tahun yang lalu

Santri Brekele - Banyak yang bilang bahwa santri itu harapan penerus para alim-ulama.

Al- kisah di salah-satu Pondok Pesantren di kota Bogor, ada seorang santri senior bernama Al-Habsy. Siapa yang tidak mengenalnya, santri dari salah-satu cucu pimpinan Pondok Pesantren tersebut, sosok santri paling ditakuti seantero lingkungan Pondok.

Al-Habsyi ditakuti bukan karna prestasinya, melainkan karna kenakalannya. 'Santri brekele' sebut lirih salah-satu ustadznya pada saat kajian ilmu Nahwu-Sorof. Namun, ia tidur dikelas tanpa memperdulikan ustadznya mengajar.

Sejak hari itu, teman-temannya memanggilnya dengan sebutan "dasar santri brekele." Ia tidak ditakuti oleh temannya, hanya saja ia salah-satu cucu pimpinan Pondok tersebut yang menjadikan teman-temannya rada berhati-hati dengannya.

Pernah di suatu hari, ada seorang santri yang ribut dengannya dan Al-Habsy terluka parah di bagian kepalanya mengeluarkan darah. Alhasil, santri yang melakukan itu dipanggil menghadap ke mahkamah qismu am'ni, hingga akhirnya santri tersebut diberikan hukuman yaitu peringatan keras + rambutnya di gundul.

Padahal sesuatu yang terjadi pasti ada penyebabnya, ia melakukannya lantaran di bully habis-habisan oleh Al-Habsy, hingga akhirnya kesabarannya memuncak dan dipukullah kepala Al-Habsy dengan papan hingga berdarah-darah diiringi tangisnya. Semenjak kejadian itu, para santri berpikir seribu kali jika ingin berurusan dengannya.

***

Dalam sebuah Pondok rasanya tidak lengkap jika tidak melibatkan seorang sahabat, karna 50% hampir kehidupan kita dipengaruhi oleh sahabat, bahkan ada istilah yang mengatakan "jika kita berteman dengan tukang parfum, kita pasti akan tercium wangi parfum dan jika kita berteman dengan tukang ikan kita akan tercium amisnya ikan."

Al-Habsy memiliki seorang sahabat yang sangat ia percayai. Sahabatnya itu bernama Guntur, wajah berkulit sawo matang seperti kebanyakan orang Indonesia pada umumnya. Namun, sayangnya ia kematangan, jadi terlihat hitam.

Awal pertemuan mereka terjadi saat bersama-sama mengikuti perlombaan membaca puisi yang diadakan Pondok. mereka berdua masuk tiga besar dalam perlombaan tersebut, walaupun salah-satu dari keduanya tidak menjadi juara pertama. "Karna, juara bukanlah tujuan saya. Namun, pengalaman adalah tujuannya," saut Al-Habsy dengan tingkah konyolnya.

Dalam diri seseorang pasti selalu ada nilai + dan - nya, maka dari itu seorang ustadz yang mengajar di Pondok ini selalu mengatakan : "jangan pernah lihat seseorang dari segi negatifnya saja, mungkin saja dari segi negatifnya ia hanya ingin menutupi segi positif dari dirinya."

Dari awal pertemuannya dengan Gunturlah Al-Habsy menjadi tambah edan, konyol, songong dan berperilaku aneh mungkin sedikit ketularan Guntur. Hingga pada akhirnya Al-Habsy memutuskan untuk bergabung masuk teater dengan ajakan Guntur yang sebelumnya memang anak teater. Di sanalah pertemanan mereka semakin erat, sampai mereka mengklaim sendiri bahwa ia adalah sejoli sahabat sejati.

***

Suatu ketika di bawah langit abu-abu pada galap semua asa, Al-Habsy termangu, muka konyolnya tidak terlihat malam itu, tingkah lucunya tidak tergambar lagi, memang benar apa yang dikatakan Bung Karno "ada saatnya dalam hidupmu, engkau hanya ingin sendiri saja bersama angin menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata."

Al-Habsyi menangis sendu di bawah bintang-bintang tanpa ada seseorang santripun yang tahu, bahkan sahabatnya sendiri. Ia masih tidak pernah percaya bahwa kakeknya (pimpinan Pondok Pesantren) menghembuskan nafas terakhir di sebuah rumah sakit di kota Bogor. Terakhir kakek Al-Habsyi berpesan padanya "suatu hari nanti kakek berharap kamu bisa memimpin Pondok Pesantren ini, siap tidak siap kamu harus siap."

Pada hari itu seantero Pondok berduka santriwan santriwati berkumpul di lapangan mengiringi mobil ambulance yang datang ke area Pondok dengan isak tangis dan lantunan sholawat nabi berkumandang atas kehilangan sosok tegas, sosok berwibawa pimpinan Pondok Pesantren tersebut.

Dengan kejadian itu, Guntur baru sadar menghilangnya dua hari sahabatnya Al-Habsy. Ternyata, faktor pak Kyai yang masuk rumah sakit hingga hari ini pak Kyai menghembuskan nafas terakhir kalinya. Tanpa berfikir lagi Guntur mencari keberadaan Al-Habsy setelah pemakaman pak Kyai. Karna Al-Habsy tidak kelihatan pula saat pemakaman pak Kyai, mungkin ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Di gedung lantai lima Pondok ternyata Al-Habsy sedang termangu saat Guntur menemukannya.
"untuk apalagi kau bersedih pada sesuatu yang telah terjadi sobat, kami semua memang sangat kehilangan. Namun, janganlah kita berarut dalam kesedihan sob!" dari belakang Al-Habsy, Guntur berbicara tiba-tiba.

Sebenarnya yang membuat Al-Habsy termangu bukan hanya karna ia kehilangan kakeknya. Namun, yang paling berat, yang menjadi kepikiran adalah sebuah amanah yang diberikan kepadanya dari sang kakek. Ia tidak bercerita kepada Guntur tentang itu, jadi sahabatnya hanya tahu ia termangu sendu karna kehilangan pak Kyai yang tak lain adalah kakeknya.

Amanah adalah hal yang paling berat baginya, apalagi amanah dari Kakeknya bukan main-main, yaitu untuk menjadi pimpinan Pondok Pesantren ini di kemudian hari.

Dari kejadian tersebut, orang tua Al-Habsy mengambil tindakan untuk membuat rencana setelah Al-Habsy lulus dari Aliyah ingin mensekolahkanya di Mesir, tujuannya agar ia menjadi dewasa dan mendalami ilmu agama. Dari kejadian itu pula, ada yang berubah dari sosok Al-Habsy yang terkenal dengan badung, konyol dan aneh. Namun, Al-Habsy sendiri menyadari seperti ada yang aneh pada dirinya, ia seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang ia menjadi alim, baik hati dan sopan. Namun terkadang seketika ia berubah menjadi garang, konyol dan menjadi seperti dirinya yang dikenal sebelumnya.

Suatu ketika, ia sedang makan siang, juniornya di Pondok menumpahkan makanannya dengan tidak sengaja. Namun, ia justru tidak bertindak apa-apa hanya mengampuni santri tersebut, padahal santri tersebut sudah ketakutan kala itu.

Sikap Al-Habsyi tiba-tiba berubah ketika mendatangi diskusi karya tulis, ia marah-marah, kesombonganya pun keluar dari mulut hanya karna ia telat datang dan kemudian dinasehati oleh ustadznya.
"menangnya kenapa jika saya telat? Kau tidak tahu jika saya ini siapa?" dengan ketus dan muka konyolnya ia katakan kepada ustadznya.

Dengan lirih ustadznya pun mengatakan "dasar kau memang tidak pernah berubah, santri brekele."

Sontak teman-temanya yang berada di situ serempak mengatakan :
"dasar santri brekele"

Bersambung...