Pewarta Nusantara
Menu Menu

Headline

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Satuan pesantren yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) menyayangkan RUU Pesantren yang tidak mewadahi FKPM.

"muadalah itu juga termasuk pendidikan di pesantren, dan formal, kenapa tidak masuk didalamnya?" Ujar Kyai Subhan.

Kementerian Agama melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, menggelar pertemuan khusus dengan para kiai perwakilan pondok pesantren membahas tentang draft RUU Pesantren dan Pendidikan keagamaan.

"Melalui pertemuan ini, harapannya dapat menghasilkan sebuah usulan terbaik yang bisa mewadahi semua asosiasi" ujar Kasubdit pendidikan diniyah dan mahad aly kemenag, Ainur Rofiq

Pertemuan tersebut menghadirkan dua perwakilan asosiasi yaitu Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), dan asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Aspendif). Pertemuan tersebut akan menanggapi draft RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang dianggap tidak mewadahi satuan Muadalah.

Kiai Subhan menambahkan "kami terkejut, sebelumnya kami sudah memberikan masukan dan revisi terhadap RUU Pesantren ini. Kami bahkan sudah beraudiensi dengan pimpinan baleg di DPR”

Menurutnya, satuan FKPM sedang memperjuangkan agar aspirasi pesantren-pesantren yang tergabung dalam FKPM dapat terakomodir dalam RUU ini nantinya.

Untuk diketahui, RUU Pesantren dan Pendidikan keagamaan sudah selesai pada pembahasan tingkat Baleg, yang saat ini menunggu pengesahan paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiasi DPR.
Rois

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Bali, Bahaya narkoba menjadi ancaman semua kalangan, termasuk para seniman. Hal itulah yang dirasakan The Blangkon, musisi musik asal Solo, Jawa Tengah.

Band yang anggotanya adalah mantan orang-orang yang pernah bersinggungan dengan narkoba ini, merasakan betul dampak dan bahaya narkoba.

"Saya dulu adalah menejer diskotik. Disana, saya pernah menjadi bagian dari peredaran dan penggunaan narkoba. Tetapi kemudian saya sadar bahwa apa yang saya lakukan itu salah. Saya tahu betul, mereka yang bersinggungan dengan narkoba akan rusak hidupnya. Saya berdosa, karenanyalah untuk menebus kesalahan itu kini melalui cara apapun, termasuk musik, saya berjanji melawan narkoba", ungkap Agus Danur, Vokalis The Blangkon dan aktivis gerakan melawan narkoba.

Sementara itu, Denny, Gitaris The Blankong, menceritakan dirinya adalah seorang mantan pengguna dan narapina narkoba. Ia merasa bahwa narkoba telah menghambat karir, merusak diri dan keluarga.

"Kita harus mencintai diri sendiri. Saya berharap para peserta dapat menjadi kader yang berperan aktif melawan narkoba. Soal caranya bisa disediakan dengan hobi, kalau saya kebetulan lewat musik," pesan Deny.

Kesadaran itulah yang membuat mereka kini aktif mengkampanyekan bahaya narkoba. Sebagaimana terlihat dalam acara Pelatihan Kader Inti Pemuda Anti Narkoba, Selasa 25 September 2018.

Dalam acara tersebut, selain menghibur para peserta lewat musik, mereka juga memberikan motivasi dan memaparkan strategi mengkampanyekan gerakan anti narkoba.

"Banyak cara sebetulnya untuk melawan narkoba, selain lewat media (termasuk media sosial) kita juga bisa melakukannya lewat gerakan sosial, masuk ke lembaga-lembaga pendidikan, masyarakat dan anak-anak, pencegahan sejak dini juga penting. Biasanya kami buat event, menyesuaikan sasaran sosialisasi, kalau anak-anak kami menggunakan pendekan mendongen setiap akhir pekan di acara car freeday", tambah Agus.

Pada kesempatan pelatihan ini, hanya dua anggota The Blangkon yang bisa hadir, satu anggota lainnya berhalangan. Dari enam anggota, kini hanya tersisa tiga saja yang bertahan, satu anggota meninggal karena narkoba, satunya gila karena narkoba dan yang satu masih menjadi pemakai dan peredar narkoba.

Di akhir sesi, The Blangkon meminta kepada peserta untuk mendiskusikan dan membuat konsep dan strategi kampanye melawan narkoba. Peserta yang mengikuti diskusi The Blangkon terlihat antusias. Mereka bersemangat membuat kegiatan dan membangun gerakan sosial melawan narkoba.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Bali, Perkembangan media masa menjadi salah satu perhatian Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI. Hal itu terlihat dari salah satu materi yang disampaikan dalam Pelatihan Kader Inti Pemuda Anti Narkoba tentang teknik komunikasi media, Selasa, 25 September 2018, di Grand Mega Hotel Bali.

"Di era sekarang ini, dimana akses informasi mudah dijangkau oleh masyarakat, penting memiliki ketrampilan komunikasi media masa, utama tentang penyampaian bahaya penggunaan narkoba," ungkap Wilson Lalengke, pemateri diskusi teknik komunikasi sekaligus ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

Sementara itu, Arifin, Asisten Deputi Peningkatan Wawasan Pemuda, berharap dengan adanya materi ini dapat tercipta suasana literasi media masa yang kondusif.

"Semoga nantinya lebih banyak ajakan menjauhi narkoba di media masa dan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba," tuturnya

Tidak hanya penyampaian materi, diskusi ini dikuatkan dengan adanya season praktek menulis berita. Peserta yang hadir terlihat antusias. Mereka semangat membacakan hasil tulisannya.

"Ini merupakan pengalaman baru bagi saya dan sangat bermanfaat. Saya berharap dengan ketrampilan komunikasi media dapat menjadi kader yang baik dalam kampanye anti narkoba, terutama di media masa lewat tulisan," ungkap Andika, peserta Pelatihan.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Satuan pesantren yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) menyayangkan RUU Pesantren yang tidak mewadahi FKPM.

"muadalah itu juga termasuk pendidikan di pesantren, dan formal, kenapa tidak masuk didalamnya?" Ujar Kyai Subhan.
Kementerian Agama melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, menggelar pertemuan khusus dengan para kiai perwakilan pondok pesantren membahas tentang draft RUU Pesantren dan Pendidikan keagamaan.

Pertemuan tersebut rencananya akan menghadirkan tiga perwakilan asosiasi yaitu Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Aspendif), serta Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (Amali). Pertemuan tersebut akan menanggapi draft RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang dianggap tidak mewadahi satuan Muadalah.

Kiai Subhan menambahkan "kami terkejut, sebelumnya kami sudah memberikan masukan dan revisi terhadap RUU Pesantren ini. Kami bahkan sudah beraudiensi dengan pimpinan baleg di DPR”

Menurutnya, satuan FKPM sedang memperjuangkan agar aspirasi pesantren-pesantren yang tergabung dalam FKPM dapat terakomodir dalam RUU ini nantinya.

Untuk diketahui, RUU Pesantren dan Pendidikan keagamaan sudah selesai pada pembahasan tingkat Baleg, yang saat ini menunggu pengesahan paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiasi DPR.
Rois

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Sebelum meninggal almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyisihkan waktu sekitar 90 menit untuk mendokumentasikan video candaannya bersama Maman Imanul Haq. Presiden RI ke-4 itu yakin hanya dengan canda-lah khotbah penuh kebencian dapat ditandingi.

Pertemuan itu sangat berarti bagi Maman yang kini duduk sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PKB. Gus Dur duduk bersila mengenakan sarung. Beberapa isi candaan itu sangat sensitif dengan peristiwa sosial, misalnya saja soal bencana alam. Gus Dur pernah ditanya mengenai penyebab gempa di Yogyakarta pada 2006 oleh salah satu stasiun televisi.

Mantan Ketua Umum PBNU itu sempat kebingunan karena merasa bukan ahli ilmu bumi. Tapi Gus Dur tetap menjawab dengan guyonan. Kata dia kemungkinan gempa Yogyakarta disebabkan Nyai Roro Kidul penguasa laut selatan Jawa, murka karena dipaksa pakai jilbab. Candaan ini berhasil memecah ketegangan nasional karena bencana tersebut dikait-kaitkan dengan pembahasan RUU Pornografi yang kala itu cukup kontroversial.

"Candaan ini tidak hanya mengendurkan syaraf yang tegang. Tetapi juga agar suasana cair. Itulah Gus Dur, guru tapi enggak menggurui," ucap Maman. Menurutnya cara bercanda seperti ini tetap kontekstual. Apalagi ketika terjadi gempa di sekitar kawasan selatan Pulau Jawa beberapa hari lalu sempat juga dikait-kaitkan dengan azab Tuhan karena Mahkamah Konstitusi menolak mengkriminalisasi LGBT dan zina. Pesan ini cukup massif di media sosial,

Menurut Maman, jika terlalu serius melawan opini semacam ini justu kelihatan konyol. Jadi lebih baik dijawab dengan canda ala Gus Dur saja. Apalagi jika meladeni berbagai ceramah yang menebar kebencian, meladeni dengan serius justru menambah musuh, bukan jemaah.

Maman sendiri mengaku inspirasi Gus Dur tak pernah habis. Ia pernah menulis buku Fatwa dan Canda Gus Dur pada 2010. Buku ini berisi canda bersama Gus Dur sepanjang pertemuannya dari 2006 sampai 2009. "Saya masih akan menerbitkan satu buku lagi tentang Gus Dur," kata Maman.

Dengan sedikit cerita diatas bagaimana bisa sorang ratu lelembut nyi Rorokidul di suruh berhijab? Ini adalah suatu pemaksaan yang sangat tidak pada tempatnya namun jika di pasangkan dengan kejadian akhir-akhir ini memang bisa menjadi contoh yang sangat sebanding. Kiasan yang GusDur ambil ini selain memang mempunyai unsur kocak yang tinggi juga mengandung makna yang mendalam.

GusDur memang memilliki selera humor yang tinggi, wajar saja jika terbersit imajinasi yang seringkali membuat orang tertawa. Candaan memerintahkan Nyi Rorro Kidul berhijab juga pernah membuat Cak Nun terdiam dengan sedikit gemes atas jawaban Gus Dur.

“Gus, sampeyan niku presiden Indonesia sekarang. Sampeyan juga tau, kalau menjadi presiden Indonesia sebagai mana presiden-presiden sebelumnya, selalu memiliki hubungan dengan ratu pantai selatan. Kulo pesen sama sampeyan Gus” kata Cak Nun.

“Opo?”

“Tolong sampeyan hati-hati” pesan CakNun.

“Kalem, sudah saya urus” jawab GusDur santai.

“Lho diurus gimana maksudnya Gus?” tanya CakNun

“Nyi Roro Kidul sudah saya suruh jilbab-ban” Jawab GusDur.

Mendengar jawaban itu, CakNun kaget dan merasa sangat emosi sebenarnya. Bagaimana tidak, dia sangat serius dan peduli pada GusDur dari hal-hal yang tidak baik dengan mengingatkan-nya. Namun, GusDur hanya menjawabnya dengan guyon dan seolah tidak mau ambil pusing, atau seperti yang serig dia ucapkan “Gitu aja kok repot.

Sebut  saja dengan pengandaian jikalau nyi roro kidul disuruh berhijab, sama halnya menyindir para pejabat dan penguasa untuk segera bertobat. Dari perbuatan atau keputusan yang mereka buat, sebagai pemeran hukum tertinggi protes seperti ini akan lebih efektif daripada menggunakan orasi.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Sebut saja Achilles, Pejuang tangguh dalam mitologi Yunani yang tidak pernah terkalahkan dalam setiap pertarungan. Dia bukanlah Hamzah, Khalid bin walid atau Umar bin Khatab. Membunuh bukanlah sesuatu yang asing ditangan Achilles. 

Tak terkalahkan, ego yang tinggi, dingin dan tidak mengenal rasa takut akan kematian. Tangannya bak izrail yang dengan mudah mencabut nyawa seseorang yang diinginkannya. Ucapannya adalah fatwa kebenaran bagi pasukannya dan lagu kematian bagi lawannya.

Oke, saya tidak bercerita banyak tentang bagaimana sosok petarung brutal dalam legenda yunani tersebut, tapi  sosok Achilles yang dingin dan terkesan “slanker” tersebut luluh lantak oleh sesuatu yang dibenci para petarung, “Cinta”. Sebagai sosok petarung jalanan yang selalu mengirim lawannya diakhirat, wajar pula semua merinding mendengar nama Achilles dengan segala reputasinya. 

Tapi dihadapan Briseis, sosok angker Achilles tak ubahnya rumput yang mudah tercerabut oleh satu jari kelingking sekalipun. Lihat saja ketika briseis menaruh belati dileher Achilles ketika berbaring diranjang, dia hanya berkata “Just Kill Me”. Dasar briseis yang kesepian yang tengah jatuh cinta, niat membunuh Achilles justru “membunuh” kekerasan hati lawannya. Dan akhirnya, mereka terbuai dalam dekapan cinta yang “terlarang”.

Mengapa cinta mereka adalah cinta “terlarang”? Seperti kita ketahui, Achilles yang berhati keras, “sak penake udele dhewe” (seenaknya sendiri) dan tidak mengenal belas kasih terhadap lawannya, “dipaksa” rela dan ikhlas melepaskan semua reputasinya demi mendapatkan briseis yang sang pujaan. Sedangkan briseis yang mengimani dan mengabdi pada dewi Apollo, dengan ketegaran dan keberanian juga melepas segala atribut yang melekat pada dirinya sebagai pengabdi yang baik. 

Demi Achilles, dia menanggalkan serta meninggalkan janji untuk tidak akan pernah disentuh para pria. Keduanya meninggalkan suatu yang diyakini, janji dan kehormatan untuk sesuatu yang lebih abadi, yaitu cinta. Mereka meninggalkan kehidupan absurd untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki yaitu cinta.

Kau bukanlah tawananku, tapi tamuku dan setelah malam ini, kamu bebas mau kemana kamu mau pergi”. Sepenggal ungkapan dari mulut Achilles membuat saya merinding disko. Betapa agungnya sang Achilles ketika mengucapkan kata-kata tersebut. 

Cinta bukanlah kata benda yang hanya bisa dibicarakan dan disebut. Cinta adalah kata sifat yang menerangkan suatu keadaan yang sangat besar dalam diri manusia. Cinta juga kata kerja yang menunjukkan seberapa besar perbuatan dan perjuangan secara tulus, gak butuh "mahar" pelicin bermilyar-milyar untuk mendapatkan pengakuan

Sejarah mencatat, Perjuangan mendapatkan cinta akan membawa manusia dalam suatu bentuk keagungan dan kebahagiaan yang nyata . Bagaimana kisah cinta Adam dengan Hawa yang membuat mereka “terbuang” disurga, dipisahkan didunia dan dipertemukan kembali. Ada juga kisah cinta terlarang penuh intrik dari Zulaikha terhadap Yusuf sang lelananging jagad, walaupun dalam ending storynya berakhir dengan pernikahan dan kebahagiaan bagi keduanya. 

Tidak kalah serunya, cerita rahasia cinta Sayyidina Ali dan Siti Fatimah yang tersembunyi, bahkan konon setanpun tidak tahu jika keduanya saling mencinta. Selain kisah cinta yang berakhir dengan happy ending, tapi banyak juga akhir kisah cinta yang tragis walaupun dibungkus dengan kisah yang terkadang romantis. Kita mendengar cerita keluarga nabi Nuh kehilangan putra yang dicintainya karena ditelan banjir.  

Tertulis juga, kisah nabi luth yang kehilangan keluarga tercinta dan tidak kalah hebohnya, kisah cinta romeo dan Juliet yang harus berakhir dengan bunuh diri “berjamaah” meminum racun.

Kisah cinta Achilles juga tidak kalah tragisnya.  Achilles mencintai briseis dengan penuh hormat dan penghargaan layaknya menjamu tamu yang baik. Cinta Achilles tidak menjadikan pasangan bersikap halnya tawanan perang tapi cinta yang membebaskan. Dan hal yang tidak diinginkan mereka berdua akhirnya terjadi, yaitu Briseis secara tidak langsung dijemput sang ayah “Priam” yang juga menjabat raja Troya. 

Setelah sempat bermesra-mesraan ditenda tempat mereka dimabuk asmara, mereka harus berpisah karena sesuatu hal yang tidak mereka inginkan. Achilles yang menganggap Briseis bukanlah tawanan tapi tamu dengan cepat memulihkan status kewarganegaraannya tanpa birokrasi yang rumit dan berbelit, agar kedepannya tidak timbul gonjang ganjing dwikenegaraan seperti negara tetangga. 

Achilles memberikan kebebasan sepenuhnya untuk Briseis kembali kekerajaan troya dan memberikan dispensasi tidak menyerang kerajaan troya kepada “Priam” sang raja selama 12 hari.

Akhirnya peperangan itu terjadi. Yunani menyerang troya dengan segala strategi “liciknya”. Achillespun ikut berperang karena hanya ingin menjemput briseis cintanya. Setelah berhasil menyelamatkan si jantung hati dari kejaran pasukan yunani, justru Achilles menerima hunjaman beberapa busur panah oleh Paris saudara sepupu briseis. 

Walaupun Briseis melarang Paris menghunjamkan panah, tapi paris sudah terlanjur dendam terhadap achiles, gara-gara sang kakak “hector” dibunuh oleh Achilles. Paris terus memberikan kado perpisahan “indah” dan menjadikan Achilles sebagai pahlawan yang ringkih karena cinta. Briseis menangis dan memeluk tubuh Achilles yang mulai tidak kuat menahan beban rindu. 

Keduanya saling memeluk dengan erat, seakan ini adalah pelukan terakhir para pemabuk cinta, dan Achilles mengucapkan “It’s Allright” kepada Briseis seolah-olah kematiannya tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan briseis dikemudian hari. The show must go on, mungkin itu yang diinginkan Achilles terhadap sang pujaan hatinya dan berharap kelak bisa bertemu kembali, bersama dalam pernikahan sejati dikehidupan hakiki. 

Sungguh kematian Achilles "Sang Jihadis" cinta yang tragis dari sosok petarung legendaris dalam mitologi yunani seolah-olah menegaskan sabda Rumi, "Dengan hidup yang hanya sepanjang tarikan nafas, jangan tanam apa-apa kecuali cinta".

Saya melihat kisah cinta Achilles dan briseis seperti mengulang kisah cinta Jack dan Rose di film titanic. Betapa cinta itu menyenangkan juga menyakitkan. Cinta seperti ketika bermain judi, ada yang menang dan ada yang kalah, tertawa dan cemberut. Cinta itu ambigu dan paradok, malah ada yang bilang cinta itu absurd. Kehidupan cinta manusia terkadang juga tidak terlepas dengan sesuatu yang berulang- ulang, semacam dejavu. 

Entah sampai kapan, tapi saya merasakan hal yang sama. Bagaimana kita mencintai orang tua kita dan orang tua kitapun mengalami hal yang sama. Ketika kita mencintai seseorang yang kita cintai, seolah-olah juga merasakan perasaan yang sama ketika dengan mantan. Ketika merasa disakiti oleh yang kita cintai, sekan kita pernah mengalami ketika disakiti mantan. 

Cinta dan kehidupan seperti ketika membuka lembaran kertas kosong berwarna putih, selalu mendapatkan sesuatu yang sama dan seolah-olah berulang. Seperti Nietzsche bilang “Obat yang paling baik untuk menyembuhkan cinta adalah obat yang telah diketahui sepanjang zaman, membalas cinta”.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

Abu Sawan? Jangan salah baca, ya. Abu Sawan. Bukan Abu Nawas. Benar. Kata Sawan ini merujuk pada istilah Jawa yang identik pada kejiwaan anak-anak bayi. Tiba-tiba saja tanpa diketahui penyebabnya, anak menangis histeris tanpa bisa dicegah.

Anak yang sedang mengalami sawan, rentang waktu kerewelannya bisa sangat lama redanya. Konon, anak yang sawanan akibat pengaruh makhluk halus yang sedang menyertainya, sehingga pengobatannya adalah dengan mendatangi orang pintar. Proses penyertaan makhluk halus tersebut biasa disebut dengan istilah kesambet.

Anak yang sawanan sebab kesambet tentu bukan lagi fenomena menarik, tetapi bagaimana  jika kondisi sawan menjangkiti orang dewasa? Barangkali, jika orang dewasa yang mengalaminya, bukan lagi sawan, tetapi kesurupan. Belakangan ini, orang yang kesambet lalu berakhir kesurupan sering-sering bisa berakibat massal. Berawal satu orang, tiba-tiba belasan buruh pabrik ikut-ikutan kesurupan.

Itu kesambet ala sisa-sisa zaman simbah. Di zaman canggih serba tekhnologi seperti saat ini, orang kesambet setan tidak melulu oleh sebab melewati tempat-tempat yang angker. Seseorang (atau bahkan saya juga), bisa kesambet saat ia mendatangi hutan-hutan di maya internet berupa hutan rimba bernama media sosial (medsos).

Sudah tidak terhitung orang yang selepas membuka-buka medsos, tiba-tiba mukanya memerah, otot-otot emosinya mengeras, jari-jemarinya bergerak-gerak, lalu bergemeretak liar di atas keyboard. Dari tuts yang diketuk, lantas berhamburanlah kalimat-kalimat aneh, mulai dari kalimat berisi makian, kutukan, cercaan dan cemooh, hingga saling ngeshare berita-berita yang isinya berjumpalitan kalimat adu-domba.  

Parahnya, karena kondisi jiwa yang sedang kesambet medsos ini, acapkali menular. Bahkan bisa mendorong banyak orang untuk berkerumun dalam satu barisan, lalu dengan amat kompak mengeluarkan ucapan-ucapan kotor tidak jelas. Jika tidak ada orang pintar yang membantunya agar segera pulih kesadarannya, bisa-bisa merusak apa saja yang ada di sekitarnya.

Waspada Abu Sawan

Nah. Kita kembali ke Abu Sawan. Sebagaimana namanya, Abu Sawan memang bukanlah Abu Nawas. Watak keduanya sudah pasti berkebalikan. Abu Nawas bisa membuat banyak orang mendadak tertawa bahagia, riang dan gembira. Orang yang sedang berduka gegara belum bayar hutang pun, mendadak cerah nan sumringah dibuatnya.

Pola Abu Sawan justru kebalikannya. Ia bisa membuat banyak orang mendadak susah bahagia. Susah tersenyum dan tertawa, meskipun sekedar untuk tersenyum ala kadarnya. Lha, jangankan yang lagi terharu dalam sedih, orang yang kedapatan bergembira pun tiba-tiba jadi ketakutan dan diliputi rasa cemas dan khawatir yang berlebihan. Saking berlebihannya itu sehingga mereka bisa mendadak sawanan.

Nah. Nama Abu Sawan ini saya gunakan untuk menggambarkan orang-orang yang gampang kesambet lalu jadilah sawanan. Gegara baca berita Gajah Mada ternyata muslim dan Candi Borobudur buatan Nabi Sulaiman, misalnya, langsung kesambet. Lantas menyebar beritanya ke sana-ke mari tanpa peduli ngecek kebenarannya. Sawanan, menuduh setiap orang yang meragukannya sebagai tidak Islami.

Saat tahu Jonru atau Felix itu ternyata mualaf. Lalu semua ucapan-ucapannya jadi viral. Tahu akhirnya Raisa menikah, kesambet. Lalu semua orang mengaku merasa pantas patah hati. Munculnya generasi Abu Sawan ini juga membuat banyak orang gampang sekali marah dan tersinggung. Kena ledek sedikit saja, main lapor aparat kepolisian.

Contoh paling heroik adalah moment Pemilihan presiden (Pilpres) 2014, yang telah berhasil membuat sawan banyak orang. Melihat ternyata Jokowi yang jadi presiden, kesambet patah hati sehingga susah sekali move on. Sawanan bareng-bareng. Pokok bukan Jokowi. Pokok bukan Prabowo.

Tiba-tiba saja tetangga sebelah memiliki cukup memiliki alasan untuk membenci setengah mati tetangga-tetangga lainnya. Saudara memusuhi saudaranya. Bahkan bisa membuat retak hubungan antara anak dan orang tuanya. Para sarjana hingga tukang becak mendadak semuanya punya alasan yang sangat memadai untuk saling membenci dan saling cakar satu sama lain.

Dari sawan berjamaah yang semula di level tetangga, hingga hubungan antara anak dan orang tua, kemudian mulai meluas pada hubungan sosial yang semula sebenarnya aman-aman saja. Orang-orang semakin mudah saja dibuat berkerumun dalam jumlah sangat besar. Berjamaah kompak saling teriak-teriak, sawan gegara berbeda etnis, beda agama, atau beda suku-bangsa.

Gerbang Zaman Edan

Munculnya fenomena orang kesambet lalu kesurupan atau sawan massal ini, mengingatkan saya pada ramalan tentang datangnya suatu zaman yang disebut dengan wolak-walik atau zaman edan, yang tertuang dalam kitab ramalan Jangka Jayabaya.

Menurut kitab yang konon karya adiluhung Raja Kediri, Prabu Jayabaya tersebut, jika zaman edan sudah tiba masanya, konon bukan hanya perilaku orang-orangnya yang edan, tetapi perilaku alam pun ikut-ikutan menjadi edan. Tiba-tiba alam bergolak, gunung-gunung meletus, terjadi banjir besar dan gempa bumi di banyak tempat.

Perilaku alam yang ikutan edan tersebut, dijelaskan oleh kitab Jangka Jayabaya, merupakan reaksi atas perilaku manusia yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur, yang diungkapkan dengan kalimat, wong Jowo lali Jowone, orang Jawa mulai meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh leluhur secara turun-temurun.

Ranggawarsito, dalam karyanya Serat Kalatidha, menyebutkan bahwa munculnya zaman edan tak bisa dielakkan, karena ia bagian dari siklus peradaban yang disebut dengan  siklus kalabendu. Datangnya siklus kalabendu, jelasnya, punya medan magnetik yang dapat mempengaruhi labilnya kondisi kesadaran. Orang-orang tiba-tiba sangat mudah sekali ditimpa kondisi psikologis yang gampang kagetangumunan lan dumeh.

Apa saja bisa memancing datangnya hawa amarah berkepanjangan. Lalu saling  mengutuk, dan saling lempar cercaan satu sama lain. Saling jegal dan saling khianat satu sama lain. Orang sabar, bijak, baik hati dan tidak sombong, malah dinyinyiri manusia yang sok suci melebihi kesucian para malaikat. Kondisi zaman di siklus kalabendu betul-betul penuh dengan sifat gampang gemerungsung.

Sifat-sifat gampang kagetan, gumunan lan dumeh, juga menjangkiti para pemangku kekuasaan. Kaget dan merasa gumun karena bisa menduduki kursi kejayaan, akhirnya mengalami sawan kekuasaan sehingga menimbulkan sikap aji mumpung dan sikap dumeh.

Maka, muncullah sikap yang mudah bertindak semau-maunya sendiri. Tidak peduli lagi soal benar-salah, baik atau buruk. Apa saja ditelan atau dimakan lahap, mulai dari gedung sekolah hingga aspalan jalan raya. Korupsi dan penyalagunaan kekuasan menjalar di mana-mana. Ancaman penjara mental bak angin lalu.

Nah, sebagaimana isyarat dalam kitab ramalan Jangka Jayabaya, sawan berjamaah ini bisa memancing alam ikut-ikutan tertular kondisi sawan.  Tampaknya,  dilihat dari ciri-cirinya, kita ini sepertinya sedang memasuki zaman yang disebut dengan zaman edan itu. Suatu zaman di mana baik-buruk, dan salah-benar mulai serba tidak jelas.

Semua orang mulai dihinggapi kondisi kejiwaan yang terlalu gampang kagetan, gumunan lan dumeh berjamaah.  Apalagi, jika melihat pertandanya sudah banyak bermunculan, seperti gempa besar di Jogja, tsunami di Aceh, dan bergolaknya sejumla gunung yang dianggap keramat oleh orang Jawa.

Malah, beberapa gunung juga masih terus berlanjut bergolak hingga saat ini, seolah-olah sengaja terus menggoda rasa takut, akan seberapa besar kengerian bencana yang ditimbulkan berikutnya. Lalu bagaimana caranya agar tetap selamat melewati zaman yang serba sawanan ini?  

Ranggawarsito menyarankan agar selalu mengasah kesadaran, yaitu eling lan waspodo. Daripada sibuk mendengarkan kabar-kabar angin yang tidak jelas, lebih baik menurutnya menghabiskan waktu dengan membaca cerita-cerita lama yang sarat makna dan spiritual.

Tentu pesan tersebut bukan hanya untuk pembaca tulisan ini, tetapi juga saya yang menulis. Sebab sesekali saya pun begitu. Sering kesambet berita. Lalu ikutan sawan. Menjelmalah jadi Abu Sawan. Barangkali tulisan ini pun lahir gegara saya sedang kesambet. Semoga saya dan Anda tidak kesambet saat membaca tuliusan ini yang dapat berakibat sawanan berjamaah.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

PEWARTANUSANTARA.COM - Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta selenggarakan Kegiatan Haul KH. Ali Maksum ke-29 Sabtu malam (27/01/18). KH. Ali Maksum atau sering dipanggil Pak Ali atau Wak Ali oleh para santrinya, adalah salah satu masyayikh Pondok Krapyak yang membawa warna baru dalam diri Pondok Krapyak. KH Ali Maksum juga menyemai kajian fiqh di pondok selain Al-Quran yang sudah menjadi base-core keilmuan pondok yang berada diseputaran selatan alun-alun kidul kota Yogyakarta.

Prosesi haul dibuka dengan acara sholawat dari Grup Ar-Rayan Madrasah Aliyah Ali Maksum, dilanjutkan dengan khataman Al-Quran yang diikuti sejumlah santri. Haul kali ini berjalan istimewa karena sejumlah 24 khotimin wal khotimat yang mampu menyelesaikan menghafalkan Al-Quran 30 Juz. Selain itu, ada 124 santri yang telah menyelesaikan Al-Quran 30 Juz binnadzi dan 41 santri menghafal juz 30 bil hifdzi.

Khataman dilanjutkan dengan peragaan metode Hifdzil Quran oleh Ny. Hj. Durroh Nafisah Ali, pengasuh pondok tahfidz putri Krapyak dan peragaan tafsir menggunakan bahasa Inggris. Pada akhir prosesi khataman ditutup dengan penyelempangan sorban dan ijazah wisuda Quran.

haul kh ali mkasum krapyak Yogyakarta

Foto/Forkom Santri Mahasiswa Yayasan Ali Maksum

Ny. Hj. Ida Rufaida Ali wali santri dari salah satu Khotimin atas nama M Rajief Arza, mengucapkan beribu terimakasih karena berkat penempaan yang dijalani di pondok ini mampu mengantar anak beliau menyelesaikan 30 Juz dalam usia yang sangat muda, yakni kelas 3 MTs.

Acara yang dilaksanakan di Lapangan Krapyak ini dihadiri oleh Dubes Luar Biasa Berkuasa Penuh di Kerajaan Arab Saudi Republik Indonesia, yang sekaligus memberikan mau’idzoh, Agus Maftuh Abigabriel, M.Ag. Acara berjalan sangat lancar meski hujan turut mengguyur pada pertengahan acara. Beliau menyampaikan akan pentingnya belajar, ta’dhim kepada pondok dan kyai, karena dalam uraiannya, beliau menjadi Dubes juga berkat dari tempaan dan doa dari pondok pesantren dan kyai serta para santri.

Selain Dubes Abigabriel, Mau’idzoh disampaikan oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, MA yang juga menjadi menantu dari anak KH Ali Maksum, KH Jirjis Ali. Gus Ghofur sapaan hangatnya, menyampaikan tentang bagaimana jaringan keulamaan KH Ali Maksum yang sangatlah kuat dan tersambung. KH Ali yang telah menamatkan pendidikan di Pondok Al-Hidayat, Sodetan, Lasem pondok ayahnya, KH Ma’sum, dilanjutkan dengan belajar di Termas, yang mana salah satu Masyayikhnya menjadi ulama kenamaan, Syekh Dimyati. Selesai disana, beliau tidak mencukupkan diri, lalu selama haji beliau belajar ke kakak Syekh Dimyathi yaitu Syekh Mahfudz At-Turmusi yang juga juga mempunyai nama tersohor di bumi Arab sana.

Acara yang juga dihadiri oleh  Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, KH. Drs. Asyhari Abta, M.Pd.I, musytasyar PWNU DIY, dan seluruh keluarga besar KH Ali Maksum ditutup dengan bacaan doa yang dibacakan oleh Prof. Dr. KH Malik Madani, guru besar Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

PEWARTANUSANTARA.COM - Melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN), pemerintah menyatakan hingga kini pihaknya belum mengeluarkan pengumuman secara resmi terkait penerimaan CPNS tahun 2018. Sehingga, pemerintah berharap pada masyarakat agar selektif dalam menerima informasi, terlebih dalam hal penerimaan CPNS tahun 2018.

BKN menyampaikan hal tersebut guna menyikapi informasi penerimaan CPNS 2018 yang beredar melalui media sosial. "Silakan lihat pengumuman resmi hanya melalui situs bkn.go.id dan menpan.go.id," tegas Mohammad Ridwan selaku Karo Humas BKN.

Menurut Ridwan, kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS sesuai prioritas kebutuhan instansinya memang wajib disusun oleh setiap instansi pusat dan daerah masing-masing. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 terkait Manajemen PNS Pasal 5 ayat (1) dan (2) dan hasil perhitungan kebutuhan diserahkan pada Menteri PAN RB dan Kepala BKN.

Jumlah kebutuhan PNS dihitung dari berbagai variabel termasuk alokasi APBN/D untuk belanja pegawai mengacu pada sistem merit. Oleh karenanya Pemerintah Provinsi, Kabupaten maupun Pemerintah Kota akan sulit mendapatkan tambahan pegawai baru, jika belanja pegawai melebihi 50% dari APBD.

"Formasi CPNS Tahun Anggaran 2018 dihitung dan disusun berdasarkan kebutuhan pada bidang-bidang yang mendukung Nawacita," jelasnya.

Ia juga menyatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi serta melakukan sejumlah perbaikan terkait pelaksanaan seleksi CPNS 2018. Seperti perbaikan SOP pelaksanaan SKD dengan Computer Assisted Test (CAT) juga pengembangan perangkat lunak (software) sistem CAT BKN; ekstensifikasi lokasi SKD CAT BKN yang menambahkan 5 UPT BKN yaitu Ambon, Pontianak, Bengkulu, Sorong dan Palu; peningkatan kapasitas website Sistem Seleksi CPNS Nasional sscn.bkn.go.id; menawarkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan pihak lain jika jumlah peserta SKD melebihi kapasitas yang dapat dikelola BKN Pusat, Kantor Regional dan UPT BKN.

Disamping itu, penyebarluasan informasi dan interaksi publik, melalui berbagai kanal, web, media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, youtube), email, help desk dan lain-lain.

"Kami mengimbau agar masyarakat tidak percaya jika ada pihak atau okum manapun yang menyatakan dapat membantu kelulusan dalam seleksi CPNS," pungkasnya.

Nurul Hidayat Nurul Hidayat
2 tahun yang lalu 04/11/22

PEWARTANUSANTARA.COM - Deddy Mizwar, Calon Gubernur Jawa Barat, menjalani tes kesehatan guna memenuhi persyaratan bakal calon pasangan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, di RSUP Hasan Sadikin Bandung.

Sebelumnya, Deddy menyatakan tidak melakukan persiapan khusus untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan.

“Paling jam 10 malam ini sudah tidur sama puasa,” tutr Deddy, Kamis (11/1/2018).

Menurutnya, agar bisa mengikuti tes kesehatan dengan baik, persiapan yang dilakukan hanya tidur lebih awal saja. “Enggak ada persiapan khusus, suplemen tidak ada, istirahat saja,” tukasnya lirih.

Begitupun dengan Dedi Mulyadi, cawagub Jawa Barat yang juga tak melakukan persiapan khusus selain bangun pagi dan puasa.

“Tidak ada persiapan khusus karena Alhamdulillah saya sudah terbiasa puasa Senin Kamis,” ujar Dedi. “Saya sudah terbiasa bangun pagi,” imbuhnya.

Disamping itu, ia juga sempat berkeliling kawasan rumah sakit jelang pemeriksaan kesehatan. “Saya sengaja datang lebih sambil keliling-keliling sekitar RSHS sekalian untuk mengetahui situasi di sini seperti apa,” tutur Dedi Mulyadi.