News
Abu Sawan? Jangan salah baca, ya. Abu Sawan. Bukan Abu Nawas. Benar. Kata Sawan ini merujuk pada istilah Jawa yang identik pada kejiwaan anak-anak bayi. Tiba-tiba saja tanpa diketahui penyebabnya, anak menangis histeris tanpa bisa dicegah.
Anak yang sedang mengalami sawan, rentang waktu kerewelannya bisa sangat lama redanya. Konon, anak yang sawanan akibat pengaruh makhluk halus yang sedang menyertainya, sehingga pengobatannya adalah dengan mendatangi orang pintar. Proses penyertaan makhluk halus tersebut biasa disebut dengan istilah kesambet.
Anak yang sawanan sebab kesambet tentu bukan lagi fenomena menarik, tetapi bagaimana jika kondisi sawan menjangkiti orang dewasa? Barangkali, jika orang dewasa yang mengalaminya, bukan lagi sawan, tetapi kesurupan. Belakangan ini, orang yang kesambet lalu berakhir kesurupan sering-sering bisa berakibat massal. Berawal satu orang, tiba-tiba belasan buruh pabrik ikut-ikutan kesurupan.
Itu kesambet ala sisa-sisa zaman simbah. Di zaman canggih serba tekhnologi seperti saat ini, orang kesambet setan tidak melulu oleh sebab melewati tempat-tempat yang angker. Seseorang (atau bahkan saya juga), bisa kesambet saat ia mendatangi hutan-hutan di maya internet berupa hutan rimba bernama media sosial (medsos).
Sudah tidak terhitung orang yang selepas membuka-buka medsos, tiba-tiba mukanya memerah, otot-otot emosinya mengeras, jari-jemarinya bergerak-gerak, lalu bergemeretak liar di atas keyboard. Dari tuts yang diketuk, lantas berhamburanlah kalimat-kalimat aneh, mulai dari kalimat berisi makian, kutukan, cercaan dan cemooh, hingga saling ngeshare berita-berita yang isinya berjumpalitan kalimat adu-domba.
Parahnya, karena kondisi jiwa yang sedang kesambet medsos ini, acapkali menular. Bahkan bisa mendorong banyak orang untuk berkerumun dalam satu barisan, lalu dengan amat kompak mengeluarkan ucapan-ucapan kotor tidak jelas. Jika tidak ada orang pintar yang membantunya agar segera pulih kesadarannya, bisa-bisa merusak apa saja yang ada di sekitarnya.
Waspada Abu Sawan
Nah. Kita kembali ke Abu Sawan. Sebagaimana namanya, Abu Sawan memang bukanlah Abu Nawas. Watak keduanya sudah pasti berkebalikan. Abu Nawas bisa membuat banyak orang mendadak tertawa bahagia, riang dan gembira. Orang yang sedang berduka gegara belum bayar hutang pun, mendadak cerah nan sumringah dibuatnya.
Pola Abu Sawan justru kebalikannya. Ia bisa membuat banyak orang mendadak susah bahagia. Susah tersenyum dan tertawa, meskipun sekedar untuk tersenyum ala kadarnya. Lha, jangankan yang lagi terharu dalam sedih, orang yang kedapatan bergembira pun tiba-tiba jadi ketakutan dan diliputi rasa cemas dan khawatir yang berlebihan. Saking berlebihannya itu sehingga mereka bisa mendadak sawanan.
Nah. Nama Abu Sawan ini saya gunakan untuk menggambarkan orang-orang yang gampang kesambet lalu jadilah sawanan. Gegara baca berita Gajah Mada ternyata muslim dan Candi Borobudur buatan Nabi Sulaiman, misalnya, langsung kesambet. Lantas menyebar beritanya ke sana-ke mari tanpa peduli ngecek kebenarannya. Sawanan, menuduh setiap orang yang meragukannya sebagai tidak Islami.
Saat tahu Jonru atau Felix itu ternyata mualaf. Lalu semua ucapan-ucapannya jadi viral. Tahu akhirnya Raisa menikah, kesambet. Lalu semua orang mengaku merasa pantas patah hati. Munculnya generasi Abu Sawan ini juga membuat banyak orang gampang sekali marah dan tersinggung. Kena ledek sedikit saja, main lapor aparat kepolisian.
Contoh paling heroik adalah moment Pemilihan presiden (Pilpres) 2014, yang telah berhasil membuat sawan banyak orang. Melihat ternyata Jokowi yang jadi presiden, kesambet patah hati sehingga susah sekali move on. Sawanan bareng-bareng. Pokok bukan Jokowi. Pokok bukan Prabowo.
Tiba-tiba saja tetangga sebelah memiliki cukup memiliki alasan untuk membenci setengah mati tetangga-tetangga lainnya. Saudara memusuhi saudaranya. Bahkan bisa membuat retak hubungan antara anak dan orang tuanya. Para sarjana hingga tukang becak mendadak semuanya punya alasan yang sangat memadai untuk saling membenci dan saling cakar satu sama lain.
Dari sawan berjamaah yang semula di level tetangga, hingga hubungan antara anak dan orang tua, kemudian mulai meluas pada hubungan sosial yang semula sebenarnya aman-aman saja. Orang-orang semakin mudah saja dibuat berkerumun dalam jumlah sangat besar. Berjamaah kompak saling teriak-teriak, sawan gegara berbeda etnis, beda agama, atau beda suku-bangsa.
Gerbang Zaman Edan
Munculnya fenomena orang kesambet lalu kesurupan atau sawan massal ini, mengingatkan saya pada ramalan tentang datangnya suatu zaman yang disebut dengan wolak-walik atau zaman edan, yang tertuang dalam kitab ramalan Jangka Jayabaya.
Menurut kitab yang konon karya adiluhung Raja Kediri, Prabu Jayabaya tersebut, jika zaman edan sudah tiba masanya, konon bukan hanya perilaku orang-orangnya yang edan, tetapi perilaku alam pun ikut-ikutan menjadi edan. Tiba-tiba alam bergolak, gunung-gunung meletus, terjadi banjir besar dan gempa bumi di banyak tempat.
Perilaku alam yang ikutan edan tersebut, dijelaskan oleh kitab Jangka Jayabaya, merupakan reaksi atas perilaku manusia yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur, yang diungkapkan dengan kalimat, wong Jowo lali Jowone, orang Jawa mulai meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh leluhur secara turun-temurun.
Ranggawarsito, dalam karyanya Serat Kalatidha, menyebutkan bahwa munculnya zaman edan tak bisa dielakkan, karena ia bagian dari siklus peradaban yang disebut dengan siklus kalabendu. Datangnya siklus kalabendu, jelasnya, punya medan magnetik yang dapat mempengaruhi labilnya kondisi kesadaran. Orang-orang tiba-tiba sangat mudah sekali ditimpa kondisi psikologis yang gampang kagetan, gumunan lan dumeh.
Apa saja bisa memancing datangnya hawa amarah berkepanjangan. Lalu saling mengutuk, dan saling lempar cercaan satu sama lain. Saling jegal dan saling khianat satu sama lain. Orang sabar, bijak, baik hati dan tidak sombong, malah dinyinyiri manusia yang sok suci melebihi kesucian para malaikat. Kondisi zaman di siklus kalabendu betul-betul penuh dengan sifat gampang gemerungsung.
Sifat-sifat gampang kagetan, gumunan lan dumeh, juga menjangkiti para pemangku kekuasaan. Kaget dan merasa gumun karena bisa menduduki kursi kejayaan, akhirnya mengalami sawan kekuasaan sehingga menimbulkan sikap aji mumpung dan sikap dumeh.
Maka, muncullah sikap yang mudah bertindak semau-maunya sendiri. Tidak peduli lagi soal benar-salah, baik atau buruk. Apa saja ditelan atau dimakan lahap, mulai dari gedung sekolah hingga aspalan jalan raya. Korupsi dan penyalagunaan kekuasan menjalar di mana-mana. Ancaman penjara mental bak angin lalu.
Nah, sebagaimana isyarat dalam kitab ramalan Jangka Jayabaya, sawan berjamaah ini bisa memancing alam ikut-ikutan tertular kondisi sawan. Tampaknya, dilihat dari ciri-cirinya, kita ini sepertinya sedang memasuki zaman yang disebut dengan zaman edan itu. Suatu zaman di mana baik-buruk, dan salah-benar mulai serba tidak jelas.
Semua orang mulai dihinggapi kondisi kejiwaan yang terlalu gampang kagetan, gumunan lan dumeh berjamaah. Apalagi, jika melihat pertandanya sudah banyak bermunculan, seperti gempa besar di Jogja, tsunami di Aceh, dan bergolaknya sejumla gunung yang dianggap keramat oleh orang Jawa.
Malah, beberapa gunung juga masih terus berlanjut bergolak hingga saat ini, seolah-olah sengaja terus menggoda rasa takut, akan seberapa besar kengerian bencana yang ditimbulkan berikutnya. Lalu bagaimana caranya agar tetap selamat melewati zaman yang serba sawanan ini?
Ranggawarsito menyarankan agar selalu mengasah kesadaran, yaitu eling lan waspodo. Daripada sibuk mendengarkan kabar-kabar angin yang tidak jelas, lebih baik menurutnya menghabiskan waktu dengan membaca cerita-cerita lama yang sarat makna dan spiritual.
Tentu pesan tersebut bukan hanya untuk pembaca tulisan ini, tetapi juga saya yang menulis. Sebab sesekali saya pun begitu. Sering kesambet berita. Lalu ikutan sawan. Menjelmalah jadi Abu Sawan. Barangkali tulisan ini pun lahir gegara saya sedang kesambet. Semoga saya dan Anda tidak kesambet saat membaca tuliusan ini yang dapat berakibat sawanan berjamaah.
PEWARTANUSANTARA.COM - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Asman Abnur menyatakan, konsep pembiayaan dana pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedang diproses. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahtaeraan mereka.
Asman mengatakan, konsep pembiayaan perlu diubah, sebab dana pensiun yang diterima para purna PNS saat ini tergolong kecil untuk menghidupi keseharian mereka.
Menurut Asman, skema yang sedang dibahas oleh pemerintah, dinamakan skema Fully Funded. Lewat skema tersebut, PNS dan pemerintah selaku pemberi kerja akan sama-sama membayar iuran terkait dana pensiun. Kemudian, dana itu akan dikelola oleh pemerintah dan diberikan sepenuhnya kepada PNS ketika sudah pensiun nanti.
"Kami berharap dengan model pensiun yang baru, PNS itu akan lebih happy saat memasuki pensiun. Tidak stress seperti sekarang," ujar Asman.
Skema baru itu juga bertujuan supaya dapat meringankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang membayar dana pensiunan PNS melalui sistem pay as you go.
Problemnya, iuran 4,5% dari gaji pokok para PNS yang dibayar perbulannya, dianggap tidak cukup membiayai dana pensiunan. Oleh sebab itu APBN harus terbebani untuk menutup dana sebesar 75% dari gaji pokok PNS.
Rencananya, Asman menargetkan konsep baru pembiayaan dana pensiun dapat dijalankan bagi para PNS baru, mulai tahun ini. Sedangkan bagi PNS lama, akan diberlakukan dua skema pembayaran, yakni; masa kerjanya terdahulu akan dibayarkan lewat skema pay as you go, akan tetapi sisanya sampai pensiun akan mengikuti skema Fully Funded.
"Nah yang lama itu kami bayarkan sesuai mekanisme yang biasa. Jadi dia terkena dua sistem dan itu namanya cut off," pungkasnya.
PEWARTANUSANTARA.COM - Indonesia merupakan negara yang diapit oleh benua Australia dan Asia. Salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Sebanyak 17.504 pulau terdapat di Indonesia. Wajar kalau kemudian Indonesia sering disebut dengan Nusantara.
Wilayah Negara Indonesia terbentang antara Samudra Hindia dan Samudera Pasifik sepanjang 3.977 mil. Terdiri dari daratan seluas 1.922.570 km² dan perairan 3.257.483 km². Negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara ini, mempunyai populasi 263.846.946 juta jiwa di tahun 2016. Negara dengan penduduk terbanyak ke empat di dunia.
Indonesia sendiri, terbagi menjadi beberapa pulau. 5 pulau yang terbesar yang ada di Indonesia diantaranya pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Dari bebagai pulau yang berjajar dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari berbagai Provinsi di dalamnya. Jumlahnya pun berubah-ubah. Awalnya 8 provinsi kemudian di masa Orde Baru menjadi 27 provinsi, dan sekarang pasca reformasi sudah mencapai jumlah 34 provinsi. Jika ingin mengenal provinsi apa saja yang dimiliki Indonesia.
Berikut ini adalah daftar nama-nama provinsi yang ada di Indonesia ;
Provinsi Nanggro Aceh Darussalam
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Riau
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Jambi
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Bengkulu
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Lampung
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Banten
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Bali
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Utara
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Gorontalo
Provinsi Maluku
Provinsi Maluku Utara
Provinsi Papua
Provinsi Papua Barat
Demikian tadi beberapa nama-nama provinsi di Indonesia. Maluku Utara, Banten, Gorontalo, Bangka Belitung, Papua Barat, Kepulauan Riau dan Kalimantan Utara merupakan 8 provinsi baru. Sehingga total jumlah provinsi di Indonesia yang awalnya 27 provinsi menjadi 34 provinsi. Semoga ini, bisa menjadi tambahan khazanah pengetahuan baru, agar lebih mengenal Indonesia.
PEWARTANUSANTARA.COM - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, hanya sebatas silaturahmi. Sebagaimana dinyatakan oleh Istana Kepresidenan melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kamis (1/3/2018) di Istana Merdeka.
"Tentunya ini dalam rangka silaturahmi, tidak ada materi yang sifatnya khusus karena pasti Presiden memahami bahwa Istana bukan untuk kegiatan bersifat politik praktis," tutur Pramono, Sabtu (3/3/2018).
Pramono menjelaskan hal demikian untuk menanggapi kritik dari sejumlah tokoh politik yang menganggap pertemuan itu dapat menimbulkan kecurigaan pihak-pihak tertentu.
Seperti halnya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono yang menganggap Presiden Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaannya, sebab menggunakan Istana Negara untuk membicarakan pemenangan Pemilu 2019 mendatang.
"Penyalahgunaan kekuasaan itu. Abuse of power," ujarnya.
Ferry mengatakan, Presiden seharusnya menggunakan Istana Negara untuk membicarakan kepentingan rakyat, seperti halnya mendiskusikan bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat Indonesia.
"Harusnya kan membahas bagaimana ini supaya Rupiah enggak ke Rp 14 ribu, kemudian daya beli masyarakat. Itu lho. Kok yang dipikirin 2019 aja," ujarnya.
Disamping itu Nasir Djamil, politikus PKS juga mengkritik pertemuan tersebut. Bahwa ia menyarankan Jokowi untuk meminta maaf kepada publik, sebab telah menggunakan Istana Negara untuk membicarakan strategi memenangkan Pemilu 2019.
Pramono juga menyatakan, wajar saja pertemuan antara presiden dengan pengurus partai politik, namun tetap dengan batasan-batasan tertentu.
"Bahwa silaturahmi sebagai presiden tetap diperbolehkan," tuturnya.
Sementara itu, Pramono juga mengapresiasi langkah anak muda yang ikut terjun dalam suatu wadah partai politik.
Menurutnya, kehadiran mereka di partai politik berpotensi mengubah wajah perpolitikan di Indonesia menjadi lebih baik.
"Sehingga perlu anak muda sekarang supaya yang baik-baik itu mau bergabung di partai politik, jangan yang gak baik saja. Kalau itu bisa dilakukan pasti dunia politik akan lebih baik," jelasnya.
Grace bersama Ketua DPP PSI Tsamara Amany berkunjung ke Istana Negara pada Kamis (1/3/2018). Mereka mengaku membicarakan strategi terkait Pemilu 2019 bersama Jokowi. Dalam pembicaraan itu, dirinya lebih banyak mendengarkan masukan Jokowi mengenai target pemenangan Pemilu 2019.
"Pak Jokowi memberikan tips agar PSI bisa mencapai target menang Pemilu. Tipsnya rahasia, tapi ide beliau seru dan keren," tutur Grace.
PEWARTANUSANTARA.COM - Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menyatakan pihaknya tidak tebang pilih dalam melaporkan kepada kepolisian akun-akun media sosial yang menyebarkan berita palsu atau hoax.
Menurutnya, ketika media sosial disalahgunakan oleh akun tersebut seperti menyebar kebencian, maka aparat kepolisian bisa menangkap mereka. Termasuk dengan adanya penangkapan yang baru-baru ini dilakukan kepolisian atas kelompok Muslim Cyber Army (MCA).
Menurut Rudiantara, tindakan yang dilakukan pihak kepolisian tidak bermaksud menekan aktivitas masyarakat muslim dalam memberikan informasi. Akan tetapi yang harus digarisbawahi adalah kelompok tersebut diamankan karena konten-konten yang mereka sebarkan bersifat sensitif dan mengandung SARA.
“Gini, kalau Kominfo itu tidak melihat golongan, kelompok, atau atas nama apapun. Yang kami lihat kontennya. Kalau kontennya menyebar hoax atau apa, kami bertindak,” jelas Rudiantara, Jumat (2/3/2018).
Disamping itu, Menkominfo tidak memberikan arahan kepada aparat keamanan untuk mengamankan pemilik akun-akun palsu, misalnya yang terjaring dalam MCA. Akun siapapun yang memang tidak berlaku semestinya, sudah dilaporkan.
Dalam hal ini, Kemenkominfo mengacu pada undang-undang ITE, sehingga ketika ada yang melanggar sudah pasti akan segera ditindak.
“Kominfo tidak difokuskan melihat siapanya, namun selama kontennya bertentangan dengan UU ITE tentu kami proses dengan tindakan,” pungkasnya.
PEWARTANUSANTARA.COM - Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta selenggarakan Kegiatan Haul KH. Ali Maksum ke-29 Sabtu malam (27/01/18). KH. Ali Maksum atau sering dipanggil Pak Ali atau Wak Ali oleh para santrinya, adalah salah satu masyayikh Pondok Krapyak yang membawa warna baru dalam diri Pondok Krapyak. KH Ali Maksum juga menyemai kajian fiqh di pondok selain Al-Quran yang sudah menjadi base-core keilmuan pondok yang berada diseputaran selatan alun-alun kidul kota Yogyakarta.
Prosesi haul dibuka dengan acara sholawat dari Grup Ar-Rayan Madrasah Aliyah Ali Maksum, dilanjutkan dengan khataman Al-Quran yang diikuti sejumlah santri. Haul kali ini berjalan istimewa karena sejumlah 24 khotimin wal khotimat yang mampu menyelesaikan menghafalkan Al-Quran 30 Juz. Selain itu, ada 124 santri yang telah menyelesaikan Al-Quran 30 Juz binnadzi dan 41 santri menghafal juz 30 bil hifdzi.
Khataman dilanjutkan dengan peragaan metode Hifdzil Quran oleh Ny. Hj. Durroh Nafisah Ali, pengasuh pondok tahfidz putri Krapyak dan peragaan tafsir menggunakan bahasa Inggris. Pada akhir prosesi khataman ditutup dengan penyelempangan sorban dan ijazah wisuda Quran.
Ny. Hj. Ida Rufaida Ali wali santri dari salah satu Khotimin atas nama M Rajief Arza, mengucapkan beribu terimakasih karena berkat penempaan yang dijalani di pondok ini mampu mengantar anak beliau menyelesaikan 30 Juz dalam usia yang sangat muda, yakni kelas 3 MTs.
Acara yang dilaksanakan di Lapangan Krapyak ini dihadiri oleh Dubes Luar Biasa Berkuasa Penuh di Kerajaan Arab Saudi Republik Indonesia, yang sekaligus memberikan mau’idzoh, Agus Maftuh Abigabriel, M.Ag. Acara berjalan sangat lancar meski hujan turut mengguyur pada pertengahan acara. Beliau menyampaikan akan pentingnya belajar, ta’dhim kepada pondok dan kyai, karena dalam uraiannya, beliau menjadi Dubes juga berkat dari tempaan dan doa dari pondok pesantren dan kyai serta para santri.
Selain Dubes Abigabriel, Mau’idzoh disampaikan oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, MA yang juga menjadi menantu dari anak KH Ali Maksum, KH Jirjis Ali. Gus Ghofur sapaan hangatnya, menyampaikan tentang bagaimana jaringan keulamaan KH Ali Maksum yang sangatlah kuat dan tersambung. KH Ali yang telah menamatkan pendidikan di Pondok Al-Hidayat, Sodetan, Lasem pondok ayahnya, KH Ma’sum, dilanjutkan dengan belajar di Termas, yang mana salah satu Masyayikhnya menjadi ulama kenamaan, Syekh Dimyati. Selesai disana, beliau tidak mencukupkan diri, lalu selama haji beliau belajar ke kakak Syekh Dimyathi yaitu Syekh Mahfudz At-Turmusi yang juga juga mempunyai nama tersohor di bumi Arab sana.
Acara yang juga dihadiri oleh Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, KH. Drs. Asyhari Abta, M.Pd.I, musytasyar PWNU DIY, dan seluruh keluarga besar KH Ali Maksum ditutup dengan bacaan doa yang dibacakan oleh Prof. Dr. KH Malik Madani, guru besar Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga.
PEWARTANUSANTARA.COM - Melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN), pemerintah menyatakan hingga kini pihaknya belum mengeluarkan pengumuman secara resmi terkait penerimaan CPNS tahun 2018. Sehingga, pemerintah berharap pada masyarakat agar selektif dalam menerima informasi, terlebih dalam hal penerimaan CPNS tahun 2018.
BKN menyampaikan hal tersebut guna menyikapi informasi penerimaan CPNS 2018 yang beredar melalui media sosial. "Silakan lihat pengumuman resmi hanya melalui situs bkn.go.id dan menpan.go.id," tegas Mohammad Ridwan selaku Karo Humas BKN.
Menurut Ridwan, kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS sesuai prioritas kebutuhan instansinya memang wajib disusun oleh setiap instansi pusat dan daerah masing-masing. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 terkait Manajemen PNS Pasal 5 ayat (1) dan (2) dan hasil perhitungan kebutuhan diserahkan pada Menteri PAN RB dan Kepala BKN.
Jumlah kebutuhan PNS dihitung dari berbagai variabel termasuk alokasi APBN/D untuk belanja pegawai mengacu pada sistem merit. Oleh karenanya Pemerintah Provinsi, Kabupaten maupun Pemerintah Kota akan sulit mendapatkan tambahan pegawai baru, jika belanja pegawai melebihi 50% dari APBD.
"Formasi CPNS Tahun Anggaran 2018 dihitung dan disusun berdasarkan kebutuhan pada bidang-bidang yang mendukung Nawacita," jelasnya.
Ia juga menyatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi serta melakukan sejumlah perbaikan terkait pelaksanaan seleksi CPNS 2018. Seperti perbaikan SOP pelaksanaan SKD dengan Computer Assisted Test (CAT) juga pengembangan perangkat lunak (software) sistem CAT BKN; ekstensifikasi lokasi SKD CAT BKN yang menambahkan 5 UPT BKN yaitu Ambon, Pontianak, Bengkulu, Sorong dan Palu; peningkatan kapasitas website Sistem Seleksi CPNS Nasional sscn.bkn.go.id; menawarkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan pihak lain jika jumlah peserta SKD melebihi kapasitas yang dapat dikelola BKN Pusat, Kantor Regional dan UPT BKN.
Disamping itu, penyebarluasan informasi dan interaksi publik, melalui berbagai kanal, web, media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, youtube), email, help desk dan lain-lain.
"Kami mengimbau agar masyarakat tidak percaya jika ada pihak atau okum manapun yang menyatakan dapat membantu kelulusan dalam seleksi CPNS," pungkasnya.
PEWARTANUSANTARA.COM - Deddy Mizwar, Calon Gubernur Jawa Barat, menjalani tes kesehatan guna memenuhi persyaratan bakal calon pasangan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, di RSUP Hasan Sadikin Bandung.
Sebelumnya, Deddy menyatakan tidak melakukan persiapan khusus untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan.
“Paling jam 10 malam ini sudah tidur sama puasa,” tutr Deddy, Kamis (11/1/2018).
Menurutnya, agar bisa mengikuti tes kesehatan dengan baik, persiapan yang dilakukan hanya tidur lebih awal saja. “Enggak ada persiapan khusus, suplemen tidak ada, istirahat saja,” tukasnya lirih.
Begitupun dengan Dedi Mulyadi, cawagub Jawa Barat yang juga tak melakukan persiapan khusus selain bangun pagi dan puasa.
“Tidak ada persiapan khusus karena Alhamdulillah saya sudah terbiasa puasa Senin Kamis,” ujar Dedi. “Saya sudah terbiasa bangun pagi,” imbuhnya.
Disamping itu, ia juga sempat berkeliling kawasan rumah sakit jelang pemeriksaan kesehatan. “Saya sengaja datang lebih sambil keliling-keliling sekitar RSHS sekalian untuk mengetahui situasi di sini seperti apa,” tutur Dedi Mulyadi.
PEWARTANUSANTARA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui permohonan uji materi pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 terkait Pemilihan Umum yang mengatur syarat verifikasi partai politik yang akan maju dalam Pemilihan Umum 2019 mendatang.
"Menyatakan frasa 'telah ditetapkan' dalam Pasal 173 ayat 1 bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," unkap Ketua MK, Arief Hidayat di gedung MK, Kamis, 11/1/2018.
Menurut Manahan Sitompul, Hakim Konstitusi, syarat verifikasi partai politik menjadi solusi dari pembatalan pasal 173 UU Pemilihan Umum. "Syarat menjadi peserta pemilu harus menjalani verifikasi," ujarnya.
Bahkan, ia memaparkan syarat verifikasi untuk semua partai ini, untuk menghindari perlakuan berbeda menjelang pemilu 2019 mendatang. Majelis hakim berpendapat bahwa dilakukannnya verifikasi ini guna menyederhanakan jumlah parpol yang ikut pemilu. "Kalau tidak dilakukan, maka jumlah parpol akan terus bertambah," tuturnya.
Menurutnya, misalkan ada 10 partai politik yang mendapatkan kursi di DPR menjadi peserta pemilu secara otomatis, sehingga jumlah parpol di parlemen pada 2019 akan meningkat jumlahnya dengan munculnya partai baru. "Maka keinginan menyederhanakan parpol, tidak akan pernah terwujud," jelas Manahan.
Pasal 173 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berbunyi:
"Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU".
Pasal 173 ayat 3 berbunyi:
"Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu".
Kebijakan ini diuji materi oleh sejumlah partai ke MK. Beberapa di antaranya adalah Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo. Permohonan Partai Idaman diterima oleh MK dalam perkara 53/PUU-XV/2017.
PEWARTANUSANTARA.COM - Dian Sandi Utama, Komunitas Pemuda Peduli Pemilu dan Demokrasi (KPPD), menjelaskan bahwa total kebutuhan surat suara yang akan digunakan pada Pilkada Serentak 2018 mencapai 212.339.717 kertas. Jumlah tersebut berdasarkan data yang dimuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) masing-masing wilayah.
Terkait pelaksanaannya, Pilkada Serentak 2018 akan dilaksanakan pada 27 Juni. Adapun total wilayah yang mengadakan Pilkada yakni 171 wilayah, yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.
“Kita bisa membayangkan bagaimana sibuknya instansi penyelenggara di masing-masing daerah untuk mempersiapkan segala perangkat dan kebutuhan Pilkada tersebut,” ujar Dian, Selasa (9/1/2018).
Menurutnya, dari 212.339.717 surat suara yang dirinci untuk kebutuhan KPUD Provinsi pada Pemilihan Gubernur sebanyak 146.692.303, pemilihan Walikota sebanyak 13.569.757 dan Pemilihan Bupati 52.077.657.
“Angka tersebut belum termasuk penambahan 2.5% dari DPT sesuai dengan NSPK PKPU dan tambahan surat suara untuk kebutuhan pemungutan suara ulang. Bila ditotalkan bisa mencapai kurang-lebih 217.648.209 surat suara, kalkulasi secara keseluruhan/nasional. Pada urusan surat suara ini, kami melihat ada potensi 54 Juta surat suara tidak akan terpakai/mubazir dengan asumsi ada potensi dihambur-hamburkannya uang Negara, mencapai 1.08 triliun,” jelasnya.
Menurutnya, “Angka 1 triliun lebih itu belum termasuk PPn 10%. Data yang kami peroleh menjelaskan bahwa HPS yang digunakan untuk menentukan besaran harga satuan per eksamplar surat suara tergantung dari jumlah paslon di masing-masing daerah, jika ada 4 paslon, maka bisa mencapai Rp 20.000/eksemplar sesuai dengan HPS tahun sebelumnya” pungkasnya.