Disseminating Values On Social Media
Tulisan ini tidak akan di-present-kan dengan media bahasa Inggris, mengingat my English little little... cuman judulnya aja yang dibikin wah, biar berasa zaman now gituuh..
Tema ini sejatinya sudah ada beberapa yang mengulas dengan masing-masing sudut pandang. Pada kesempatan ini saya tertarik mencoba membaca fenomena meme yang banyak mengudara/ menghalus (apa ya yang pas..? maklum saya miskin diksi hehe) pada waktu-waktu ini menggunakan perspektif penumbuh kembang ulang nilai melalui Media Sosial (tuh kan ga asik pake bahasa).
Kebebasan yang ada Indonesia selepas orde baru mengantarkan warganya untuk bisa melakukan hal apapun di negeri ini tanpa harus takut akan pemerintah –selagi tidak menabrak hukum. Kebebasan ini memberikan keleluasaan kepada masyarakatnya juga untuk bersosmed (social media) ria. konsekuensinya siapapun boleh mengutarakan pendapat. Riuh kasus Pak Setn*v misalnya, langsung mendapat atensi dari warga net yang beragam. Mulai dari komentar, pembuatan lagu, dan juga meme. Ini sudah menjadi wajar, karena menjadi bagian dari konsekuensi demokrasi, globalisasi, dan teknologi.
Tapi apa sih values yang bisa kita dapat disini? Dialog, ya dialog. Hadir sosmed memberikan peluang kepada kita dapat berkomunikasi dua arah dengan sosok yang mungkin tidak terjangkau kita pada masa-masa lalu. Semudah gerakan jempol saja, kita bisa me-mention orang yang kita tuju. Namun, tidak berhenti disitu, hadirnya sosmed terkadang membuat user-nya lupa, bahwasannya pesan-pesan yang diutarakan juga terbaca oleh user lain. Sehingga dapat memberikan daya pengaruh terhadap society pengguna jagad maya. Lihat saja, hanya dengan sekali ketuk pesan-pesan kita dapat dibagikan ulang oleh user lain, yang boleh jadi tidak mempertimbangkan atau memberikan ulasan/evaluasi dahulu. Dampaknya, banyak hal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan muncul di sosmed, baik itu yang bersifat opini, atau pesan yang disampaikan tertuju pada seseorang. Lebih dari itu, hadirnya sosmed acapkali digunakan oleh bad-user untuk melakukan pelemahan, pendiskreditan, rasial, superiori terhadap orang lain, atau golongan lain. Tentu ini sudah mulai tidak sehat dan dapat berdampak domino terhadap user-user lain yang seperti saya sebutkan diatas –kurang melakukan ulasan dan evaluasi akan konten.
Tren ini seharusnya bisa lebih diperbaiki, karena sejatinya hadirnya sosmed harus bisa mendukung produktivitas kita, bukan justru sebaliknya. Seharusnya ada batasan-batasan etika dalam bersosmed, sehingga arah dari penggunanya juga jelas. Ini penting, karena idealnya, kita bisa mengarahkan pesan positif kita sehingga bisa berdampak pada orang yang kita tuju, atau orang lain yang juga menikmati. Sebut saja meme, dan lagu berkaitan Pak Setn*v yang sedang naik daun belakangan ini. Seharusnya meme-meme yang hadir bisa menkritik sekaligus menggugah orang yang dituju sekaligus para pembaca untuk bisa saling mengingatkan pada kebaikan –taawun ala birri wa taqwa. Bukan justru menggunakan kata satir yang kurang produktif, yang mana justru mencerminkan usernya.
Penanaman nilai melalui sosmed ini penting dilakukan, tidak hanya kasuistik pada satu kasus Pak Setn*v tersebut, namun juga secara general khalayak umum sehingga dapat memberikan daya dampak perubahan di saat dekadensi moral seperti ini. Seperti posting tentang kejujuran, kedisiplinan, daya juang, motivasi dlsb. Boleh berangkat dengan kutipan-kutipan, blog hingga vlog, dlsb, Sehingga ada warna baru di sosmed kita, dan tidak melulu pada romansa fana remaja saja. Tidak apalah sekali kita memposting tentang karya kita, pencapaian kita, sehingga menimbulkan konflik produktif senada dengan spirit Al-Quran Fastabiqul Khairot, yaitu memicu penikmat/pembaca untuk dapat produktif juga dalam karya, bukan hanya sekedar gaya.
Suatu yang didambakan, pada suatu saat sosmed kita bergelimang hal positif, sehingga mampu memberikan dampak, sekali lagi dampak kepada pembaca. Ya you know so well lah, setiap waktu dari khalayak saat ini hampir 1/4 nya (sudah akumulasi dengan tidur loh ya) hanya habis untuk melulu scrool instagram, facebook dlsb. Lihat saja, di warung kopi, hingga forum diskusi semua gitu-gitu aja. Harapannya semakin banyak konsumsi posting positif melalui sosmed, maka akan terinternalisasi secara otomatis oleh users sehingga ada perubahan positif yang bisa dirasakan. Tapi semua kembali kepada kita lah ya, doyan kaga sama hal yang begono, kalo ga doyan yaudin, yang penting jangan salahin mang udin aja, karena mang udin nya lagi keliling dunia, udin sedunia.
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida