Pewarta Nusantara
Menu Menu

Kala Parfum Perawan Menista

Suara sayup Qiroah menjelang asharan di masjid sebelah masih menentramkan telinga. Tak lama kemudian harumnya bau parfum perawan pun berseliweran menembus kepekaan Indra penciuman. Diseberang sana tampak pula gerombolan sekawanan muda mudi yang sibuk bermesra di depan kubangan kolam taman yang airnya tampak coklat. Efek dedaunan yang jatuh menerpa bumi kekinian.

Lantas bagaimana keadaan si pengguna ?. Tampaknya masih tak jauh beda dengan hari hari sebelumnya. Hembusan sepoi angin yang melambaikan dedaunan masih tak juga memberikan setrum untuk beranjak dari zona nyaman.

Masih tetap bermesra dengan secangkir kopi yang tak habis walau Berjam jam telah berlalu. Ditemani pula sebuah buku tulis berisi coretan kata kata biasa. Mungkin lebih tepatnya pantas disebut sandi Pramuka, yang memang hanya bisa dibaca dan digali maknanya oleh si pengguna saja.

Sementara gadget sakti yang biasa digunakan untuk berselingkuh dengan berita berita jagat sosial pun kali ini harus rela menepi tertanggal dari sanggu di pengguna. Merelakan diri tertanggal dalam tas hitam kecil yang tergeletak di bawah rimbunan pohon taman.

Katanya si pengguna sih agar lebih fokus merenungi suasana ketentraman sore hari menyapa. Dengan ketentraman yang begitu penuh kedamaian dan kenyamanan. Tanpa perlu tahu hiruk-pikuk hoax dan cacian yang tersimpan di balik kecilnya gadget sakti.

Suara perlombaan adzan pun mulai terdengar menghiasi Indra pendengaran. Membuat fikiran mendadak diingatkan kabar gonjang-ganjingnya era kekinian, yang penuh aksi demonstrasi menuntut si mushonif puisi penista kemerduan adzan.

Tak begitu lama kemudian si pengguna justru seolah ikut terjerumus dalam penistaan sakralnya adzan. Dengan ketidak fokusan gegara semakin semerbaknya bau parfum perawan yang semakin kencang berseliweran di antara si pengguna. Bukankah ini juga semacam sebuah penistaan tentang penihilan esensi sakral adzan yang dicampur kenikmatan keduniawian parfum perawan, apalah.

Terbesit di benak si pengguna mengapa perawan perawan tersebut tidak singgah sejenak di sebelah si pengguna. Agar bau wewangian parfum keduniaan si perawan semakin menusuk nusuk Indra penciuman menjelang senja menyapa. Agar goresan kisah klasik sederhana yang terurai di kertas putih bawaan si pengguna dapat berubah alurnya. Mewarnai ketentraman sore hari menyapa dengan hiasan feminimnya perawan dunia. Dengan romantika bertabiat kemanusiaan alamiyah; kerinduan, kekaguman, percintaan, kesayangan, atau  roman anak muda lainnya.

Tentu agar sedikit memberi sentuhan  warna pada jagat si pengguna tentang sebuah imaji kemanusiaan dalam negeri yang mutkak membutuhkan guyuran esensi kemanusiaan. Sentuhan romantika klasik untuk meredam sebuah emosional tentang penghayatan nilai ketuhanan namun ujung ujungnya malah kerap seakan sebagai pembanding Tuhan dengan meniru firman firman dogma dan label yang memang menjadi hak kevetoan Tuhan.

Kemudian setelah itu  bau parfum perawan tak hilang memudar, malah pun semakin kental berseliweran pasca lantunan adzan berkumandang. Seolah hal itu menjadi pengganti pujian usai adzan yang tak terdengar di salah satu masjid dekat taman. Bukankah itu dua hal berbeda derajat untuk dibandingkan, antara kesakralan adzan dengan parfum perawan yang sarat tipu daya keduniawian.

Apalah kata orang berbincang sebagai penanggap. Toh sore ini bau parfum perawan mengajarkan si pengguna tentang sebuah arti penistaan. Melalaikan dan tergoda oleh godaan alamiyah yang datang kala senja hampir menyapa menjelang akhir pekan.

Setidaknya bau parfum perawan yang tak karuan berseliweran, ditambah pemandangan pencintaan roman muda mudi di seberang kolam. Semuanya memberikan sebuah pesan kemanusiaan ditengah hiruk pikuk gejolak kemanusiaan.

Melalui bau parfum perawan yang menyodok Indra si pengguna sontak menyadarkan arti kemanusiaan . Bahwa si pengguna memanglah manusia biasa yang juga peka terhadap rangsangan keduniaan. Bahkan seorang pelacur saja pun manusiawi, ia bisa jatuh cinta meski pada lelaki bersih. Sama halnya dengan alim penjaga musholah, status manusia biasa pun membuat ia juga bisa terlena nafsu bejat hewaniyah.

Ya si pengguna yang kini terdogma penista produk agama lewat hembusan parfum perawan pun hanya bisa diam. Seraya menantikan hembusan dari sang  perawan sesungguhnya, yang benar mampu meneteramkan hiruk pikuk kacaunya jagat Lil Alamin. Melalui sentuhan alamiyah romanitika feminimnya nilai kemanusiaan hakikiyah.

Semuanya gegara idealisme kemanusiaan yang kerap diteguhkan seolah punya kekuatan tak karuan sebagaimana  firman Tuhan.  Hingga si pengguna lupa bahwa ia juga menyadang status manusia biasa. Mampu tenggelam dalam zona nyaman oleh hembusan terjangan angin yang membawa kerinduan pada nilai esensi.

Mampu tenggelam dalam ekspektasi berlebih dari harumnya bau parfum sang perawan kahyangan. Melepaskan diri dari pencomotan  nilai ketuhanan dalam keseharian. Hingga lupa statusnya sebagai manusia alamiyyah.  Dimana nilai kemanusiaan telah terkelupas dari jisim para pengguna. Sisanya hanya bungkusan Ilahiyyah yang terbungkus idealisme setengah manusia.