Kala Sayyidah Aisyah R.A Tertuduh Berzina
Pada suatu hari Rasulullah SAW hendak berpergian lalu beliau bingung untuk memilih siapa isteri beliau yang diajak untuk berpergian. Atas dasar keadilan Rasulullah Muhammad SAW pun memutuskan untuk melakukan pengundian yang pada akhirnya nama yang keluar adalah Sayyidah Aisyah Ra. Pada saat itu adalah masa turunnya ayat tentang Hijab (pemisah antara laki-laki dan perempuan), sebelum turunnya ayat itu laki-laki dan perempuan bebas bersama-sama melakukan sebuah aktifitas. Oleh karena itulah pada saat itu Sayyidah Aisyah Ra pun harus merelakan untuk menempati ruangan rumah-rumahan tertutup yang digotong oleh para sahabat. Saat itu pula bertepatan dengan sebuah perang bernama “Banil Mustaliq” yang mana pada akhirnya Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Aisyah Ra, beserta para rombongan berpartisipasi dalam peperangan tersebut.
Setelah perang selesai dengan kemenangan pasukan islam, maka pada malam harinya Rasulullah SAW beserta rombongan termasuk Sayyidah Aisyah Ra pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Ketika dalam perjalanan Sayyidah Aisyah Ra hendak membuang hajat dan memutuskan untuk turun dari rumah-rumahan tersebut (Sekedup). Para sahabat tidak mengetahui bahwa Sayyidah Aisyah Ra turun dari rumah-rumahan tersebut, mereka pun pergi meninggalkan Sayyidah Aisyah yang buang hajat dengan menggotong rumah-rumahan (Sekedup) kosong, karena mereka mengira bahwa Sayyidah Asiyah Ra masih berada didalam ruangan tersebut.
Mendapati bahwa para rombongan meninggalkan beliau, Sayyidah Aisyah Ra pun cemas dan khawatir apalagi ditambah putusnya kalung kesayangan beliau. Sayyidah Aisyah Ra berfikir pasti nantinya rombongan akan mencari beliau tatkala tak mendapatinya dalam sebuah rumah-rumahan (sekedup), beliau pun memutuskan untuk diam di tempat hingga tertidur ditempat tersebut. Suatu ketika salah satu sahabat Nabi bernama “Saffan Ibnu Muwafiq” yang ditugaskan berjaga barisan belakang kaget tatkala menemukan Sayyidah Aisyah Ra yang tertidur sendirian, ia pun mengajak Sayyidah Aisyah Ra bersama-sama pulang menuju Madinah.
***
Tatkala sampai di Madinah terjadilah berita menggemparkan bahwa yang mana Sayyidah Asiyah Ra dituduh berzina dengan Saffan Ibnu Muwafiq. Sebenarnya tuduhan tersebut bermula dari seorang mufasiq bernama Abdullah Bin Ubaid. Saat itu sebenarnya Sayyidah Aisyah Ra belum mengetahui tuduhan tersebut. Beliau baru mengetahuinya dari “Ummu Mitsah” tatkala ketika beliau hendak membuang hajat dengan ditemani Ummu Mitsah, mengingat sesampai di Madinah Sayyidah Asiyah Ra langsung menuju rumah Ayahandanya “Abu Bakar As Shiddiq”. Akan tetapi saat itu Siti Aisyah menanggapi tuduhan tersebut dengan apatis dan cuek.
Ketika Sayyidah Aisyah Ra bermaksud bertemu Rasulullah SAW dirumah beliau dan menjumpai beliau disana. Siti Aisyah dibuat heran dengan perilaku Rasulullah SAW yang tak seperti biasanya, dimana Nabi Muhammad hanya berkata tentang ucapan salam dan bertanya tentang bagaimana kabar Aisyah. Merasa bahwa ada yang aneh dari geliat Nabi Muhammad SAW maka Siti Aisyah Ra pun minta izin kepada Nabi untuk pulang kembali ke rumah Ayahnya Abu Bakar, dimana Siti Aisyah bermaksud hendak menayakan kebenaran terkait tuduhan zina bersama Saffan yang menimpa padanya.
Sesampainya dirumah Ayahnya Abu Bakar, Siti Aisyah pun menanyakan pada beliau terkait kebenaran adanya kabar terkait tuduhan tersebut. Sayyidina Abu Bakar Ra pun menjelaskan pada Siti Aisyah selengkap-lengkapnya terkait kabar tuduhan tersebut. Mendengar cerita dari ayahanda Siti Aisyah pun menangis dan meneteskan air mata.
***
Disisi lain Nabi Muhammad SAW meminta pertimbangan pada dua sahabat beliau “Ali Bin Abi Thalib Ra” dan “Usama Bin Zaid” terkait keputusan untuk menceraikan Siti Aisyah atas dasar kabar perzinaannya dengan Saffan. Hal ini dikarenakan sejak munculnya kabar berita perzinaan Siti Aisyah, wahyu tidak lagi turun kepada Nabi Muhammad SAW tak seperti biasanya. Usama Bin Zaid pun mengebalikan keputusan tersebut kepada Nabi untuk menceraikan atau tetap mempertahankan ikatan, “terserah engkau wahai Rasul” Kata Usama, sedangkan Ali Bin Abi Thalib memberikan pertimbangan “Semoga memang baik-baik saja, Wanita bukan hanya Siti Aisyah wahai Rasulullah” (Ucapan Ali Bin Abi Thalib inilah yang pada akhirnya berdampak pada sedikit rusaknya keharmonisan antara beliau dengan Siti Aisyah yang pada puncaknya terjadinya Perang Jamal pada masa kepemimpinan beliau sebagai Khalifah).
Kemudian Usama Bin Zaid dan Ali Bin Abi Thalib pun memberi usulan agar Nabi Muhammad SAW menjumpai Balirah guna memberikan pertimbangan lain terkait penyikapan berita tersebut. Balirah pun berkata “Tidak mungkin wahai Nabi bahwa Siti Aisyah melakukan perbuatan perzinaan mengingat sifat Siti Aisyah sendiri masih kekanak-kanakan”. Mendengan perkataan Balirah, Nabi Muhammad SAW pun mempercayai bahwa Siti Aisyah memang tak bersalah dan hanya semata-mata dituduh oleh seseorang.
Nabi pun memutuskan untuk mengumpulkan para pemuka kabilah dan suku guna menanyai terkait siapa yang telah menyebar berita bohong tersebut. Tiba-tiba muncul Saad Bin Ubaid (pemimpin Suku Khasraj) berkata “Barang siapa yang memang memfitnah yang mana jika berasal dari suku Aus maka akan ku potong lehernya dan jika berasal dari suku ku (Khasraj) maka akan aku serakan kepada engkau wahai Nabi”. Sontak perkataan dari Saad Bin Ubaid tersebut mendapat bantahan keras dari pihak suku Aus, “Tidak bisa engkau memutuskan hal itu” kata Uzaid Bin Khudair selaku pemimpin Suku Aus. Perdebatan dua suku tersebut hampir saja memicu pengulangan terjadinya peperangan antar dua suku terbesar di Madinah tersebut.
***
Ketika Rasulullah menemui Siti Aisyah dirumah Ayahandanya Abu Bakar beliau mendapati Aisyah menangis pilu, lalu Rasul pun berkata kepada Aisyah; “Wahai Aisyah, apabila engkau tidak berzina maka tentulah Allah SWT akan memberi kemudahan, namun jika engkau memang melakukan hal tersebut maka bertaubatlah”. Mendengar perkataan dari Rasul, Aisyah pun berhenti menangis lalu berkata “Aku ini wanita muda, aku ini juga belum hafal Al-Qur’an. Demi Allah, jika aku memang mengatahakan tidak terkait hal tersebut engkau tentu tetap tidak akan mempercayainya wahai Rasul karena berita tersebut memang sudah seakan menjadi kebenaran. Namun apabila aku mengatakan ucapan Ya terkait kejadian tersebut tentulah aku membohongi Allah SWT”.
Setelah kejadian itu maka turunlah wahyu Allah kepada Nabi sampai Nabi Muhammad mengeluarkan keringat walau saat itu suasana Madinah sangat dingin. Nabi pun tersenyum dan berkata “ Wahai Aisyah, engkau telah dibebaskan dari kebohongan oleh Allah SWT”. Mendengar perkataan Nabi maka Ibu Aisyah pun berkata “Aisyah bersyukur dan berterima kasihlah kepada Nabi”. Sontak Aisyah pun berkata “Aku tidak akan bersyukur kepada Nabi tetapi aku akan bersyukur kepada Allah SWT”
Disisi lain Abu Bakar pun marah setelah mengetahui kebenaran dari peristiwa tersebut, “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi pada Mistah (Mistah adalah orang yang bersama Abdullah Bin Ubaid memfitnah Aisyah)”. Tiba-tiba kembali turun wahyu kepada Nabi yang berisi larangan mengucapkan sumpah atas nama Allah dalam hal keduniawian. Mendengar penjelasan Nabi maka Abu Bakar pun mencabut sumpahnya dan berkata “Demi Allah Aku menyukai Allah SWT yang Maha Pemaaf”. Semenjak kejadian tersebut Siti Aisyah pun senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Dalam waktu lain Nabi Muhammad SAW bertanya kepada isteri beliau Zainab “Wahai Zainab, bagaimana pandanganmu tentang Aisyah ?”. Zainab menjawab “Aku tidak melihat apa-apa dan aku tidak mendengar apa-apa, Aisyah adalah wanita yang selalu terjaga kesuciannya”.
Rizal Nanda Maghfiroh
Sumber:
Dikutip dari dawuh KH. Mohammad Djamaluddin Ahmad (Majlis Pengasuh Ponpes Bahrul ‘Ulum Tambakberas) dalam pengajian Al Hikam 4 Januari 2010.