Kebijakan Pendidikan Nasional Pak Nadiem Makarim
Salah satu nama yang banyak mencuri perhatian media dan masyarakat dalam Kabinet Kerja Jilid 2 Jokowi adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Makarim. Sebagai lulusan dari salah satu universitas terbaik di dunia dan berhasil merintis salah salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, membawa Nadiem Makarim mendapat posisi penting dalam pemerintahan saat ini.
Selama ini kita sering mendengar ungkapan dari masyarakat, beda menteri beda lagi kebijakannya. Ungkapan tersebut memang benar, karena setiap menteri yang terpilih selalu menawarkan program kerja entah itu sesuatu yang baru atau pun tidak.
Kita masih ingat kebijakan Menteri Pendidikan yang sebelumnya, Pak Anies Baswedan ketika menjadi Menteri Pendidikan, “Kurikulum 2013” merupakan produk kebijakan pendidikan nasional saat itu. Demikian halnya ketika Menteri Pendidikan Pak Muhadjir Effendy, “full day school” adalah salah satu kebijakan nasional yang telah diterapkan.
Perbedaan kebijakan setiap Menteri Pendidikan itu sebenarnya tidak ada salahnya, karena latar belakang setiap menteri yang berbeda, masalah pendidikan yang dihadapi berbeda, kegelisahan sosial yang ingin dijawab berbeda, membuat bentuk kebijakan pendidikan kita juga selalu berbeda. Sebagai masyarakat, tidak cukup jika kita hanya berusaha melihat perbedaannya saja tanpa melihat aspek-aspek lainnya, misalnya bagaimana ketika kebijakan itu diterapkan nanti, apa dampak sosialnya, apa kelebihan dan kekurangannya, serta aspek-aspek lainnya yang saling memengaruhi, karena keberhasilan dari suatu kebijakan bukan hanya terletak pada konsepnya saja, tetapi bagaimana ketika kebijakan tersebut diterapkan.
Masalah Pendidikan Nasional
Jika kita pahami apa yang sering disampikan oleh Pak Nadiem diberbagai media terkait kebijakan pendidikan di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi kata kuncinya yakni, penyederhanaan administrasi dalam pendidikan dan kemerdekaan hak-hak pendidik dan peserta didik. Masalah penyederhanaan administrasi dalam pendidikan ini juga banyak dibicarakan oleh berbagai praktisi pendidikan dan masyarakat luas, seperti yang telah disampaikan oleh Pak Al Makin pada saat pengukuhan guru besarnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam pidatonya yang berjudul “Bisakah menjadi Ilmuan di Indonesia? Dalam pidato tersebut, Pak Al Makin secara tegas menyampikan bahwa kampus-kampus yang ada di Indonesia saat ini, seorang dosen misalnya ketika pada saat melaksanakan penelitian akan lebih dipusingkan bagaimana membuat laporan administarsinya ketimbang memikirkan bagaimana menulis hasil penelitian tersebut agar menjadi karya akademik yang berkualitas dan berdampak luas di masyarakat.
Demikian halnya masalah di sekolah-sekolah, seorang guru setelah menyelesaikan proses pembelajaran di dalam kelas, guru akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan berbagai tuntutan administratif lainnya, sehingga waktu untuk membaca, berdiskusi, menyiapkan media pembelajaran, dan pengembangan diri menjadi lebih sedikit.
Apa yang menjadi kegelisasan Pak Nadiem tersebut merupakan kegelisahan bersama yang belum menemukan solusinya. Tidak mengherankan jika kita sering mendengar ungkapan bahwa dunia pendidikan kita banyak menghadirkan kecemasan dan rasa frustrasi bagi pendidik mau pun peserta didiknya. Kerena memang mindset dan regulasi yang dijalankan masih kaku dan masih sangat terfokus hal-hal yang tekhnis, sehingga belum sepenuhnya memberikan kemerdekaan dalam setiap proses pendidikannya.
Kebijakan Pendidikan Nasional Pak Nadiem Makarim
Konsep dan kebijakan pendidikan nasional yang sedang digagas oleh Pak Nadiem saat ini menjadi langkah yang tepat dijadikan salah satu landasan dalam sistem pendidikan nasional. Seperti kebijakan Kampus Merdeka misalnya, bagaimana memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk memperoleh pengalaman belajar tidak hanya di kampus yang sama tetapi bisa mengikuti banyak pelatihan atau praktik kerja di banyak kampus, dan hal tersebut merupakan bagian dari proses perkuliahan, bukan dianggap menghambat proses perkuliahan.
Demikian halnya penyederhanaan administrasi bagi para guru-guru di sekolah, seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), seharusnya administrasinya tidak dilihat dari banyak jumlahnya saja, tetapi sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya.
Apakah rumusan kebijakan pendidikan nasional yang sedang digagas oleh Pak Nadiem tersebut benar-benar inovatif dan bisa menjawab masalah pendidikan kita saat ini? Gagasan kebijakan pendidikan nasional Pak Nadiem Makarim ini sebetulnya berusaha melihat akar persoalan pendidikan kita yang bersumber dari cara pandang kita terhadap pendidikan itu sendiri yang kemudian dirumuskan dalam sistem pendidikan nasional.
Cara pandang tersebut dengan melihat bagaimana proses pendidikan itu bisa memenuhi seluruh tuntutan kurikulum dalam sistem pendidikan, tanpa melihat kembali apa yang diperoleh setiap peserta didik dari banyaknya rangkaian pelajaran yang diikuti. Inilah yang dimaksud oleh Pak Nadiem bahwa harus ada kemerdekaan dalam pendidikan, bahwa belajar harus berbasis pada kebutuhan, manfaat, dan tujuan yang ingin dicapai, bukan hanya pada jumlah pelajarannya saja. Jika dipahami, gagasan pendidikan Pak Nadiem ini sifatnya lebih humanis-progresif, karena tujuannya bagaimana membuat setiap orang yang belajar merasa lebih merdeka bukan merasa tersiksa dengan segala tuntutan dalam pendidikan, tanpa menghilangkan tujuan, manfaat, dan kualitasnya.
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida