Mengintip Biografi George Berkeley sebagai Filosof Modern
Pewartanusantara.com - Tahukah Anda bahwa pada abad ke-18 ada beberapa tokoh filosof yang beraliran Empirisme, dimana mereka menganggap bahwa indera lebih utama daripada rasio? Aliran Empirisme juga menekankan pada perolehan pengetahuan melalui pengalaman. Salah satu tokoh filsafat yang berpengaruh pada aliran Empirisme ini adalah George Berkeley. Berikut ini pembahasan terkait biografi George Berkeley.
Riwayat Hidup George Barkeley
George Barkeley merupakan tokoh filsafat yang lahir pada tanggal 12 Maret 1685 di County Kilkenny, Irlandia. Ia meninggal di Oxford pada usia 67 tahun, tepatnya pada tanggal 14 Januari 1753. Ia merupakan anak dari seorang petani bernama William Barkeley dan Ibunya bernama Elisabeth Southerne yang merupakan seorang puteri dari pembuat bir dari Dublin.
Semasa hidupnya, tokoh ini pernah menempuh pendidikan di Kilkenny School, Trinity College dan Universitas Oxford. George Barkeley adalah seorang Katolik Anglikan, tetapi tetap menerapkan kebijakan toleransinya terhadap para penganut Katolik Roma di Irlandia.
Perjalanan Hidup George Barkeley
Pada tahun 1700 George Barkeley mendaftarkan dirinya yang belum mencapai usia 15 tahun sebagai mahasiswa di Trinity College, Dublin dan lulus pada tahun 1704. Setelah itu, pada tahun 1707 ia menjadi mahasiswa termuda tingkat doktoral yang menerima beasiswa di Trinity College, Dublin. Dalam hidupnya, George Barkeley melakukan perjalanan ke berbagai negara di Eropa.
Negara-negara yang dikunjungi oleh George Barkeley diantaranya Inggris, Italia, dan Amerika dengan tujuan untuk menerbitkan beberapa karyanya. Sampai pada akhirnya ia menikah dengan Anne Foster pada tanggal 1 Agustus 1728. Salah satu hal yang menjadi bagian penting dalam biografi George Berkeley ini adalah istrinya.
Pada tahun 1728, George Berkeley memutuskan untuk berlayar ke Amerika bersama istrinya yang bernama Anne Foster. Seorang wanita yang mempertahankan filosofi suaminya hingga hari kematiannya, dan dikenal sebagai wanita berbakat yang berpendidikan. Mereka membeli perkebunan di Middletown, kemudian tinggal di Newport, Rhode Island selama tiga tahun.
Pada akhir tahun 1740 kesehatan George Barkeley memburuk, dan ia berencana untuk menghabiskan sisa hidupnya di Oxford. Hingga akhirnya, pada tanggal 14 Januari 1753 ia meninggal karena serangan jantung dalam posisi sedang duduk dan mendengarkan istrinya yang sedang membaca. Ia baru dikuburkan di Gereja Kristus, Oxford pada tanggal 20 Januari 1753 setelah 5 hari kematiannya.
Pemikiran dan Karya George Barkeley
Sejak masih muda, George Berkeley sudah memiliki keyakinan bahwa ilmu dan filsafat dibebaskan dari abstraksi-abstraksi tanpa arti dan kata-kata yang kabur, sehingga dapat diakhiri dengan pertengkaran antara keyakinan dan pengetahuan manusia. Ia juga berusaha keras untuk menyadarkan manusia kembali pada pengalaman langsung dan intuisi.
George Barkeley mengatakan bahwa pengalaman adalah hal yang inheren dalam diri subjek,karena masing-masing dari kita menyadari secara langsung keberadaan kita sebagai subjek yang memiliki pengalaman. Pemikiran dari George Barkeley ini sekilas seperti Rasionalisme karena memutlakkan subjek. Jika Anda perhatikan lebih dalam, pemikirannya termasuk dalam Empirisme.
Hal ini dikarenakan pengetahuan subjek itu bukan didapat dari prinsip-prinsp dalam rasio, melainkan melalui pengalaman meskipun pengalaman itu adalah pengalaman batin. Selain itu, ia juga menegaskan adanya sesuatu yang sama dengan pengertiannya dalam diri subjek, dan beranggapan bahwa dunia adalah ide-ide dalam pikiran.
Pemikiran George Berkeley telah mampu mempengaruhi beberapa tokoh filosof, diantaranya Immanuel Kant, David Hume, Ernest Mach, serta masih banyak tokoh lainnya. Ia tertarik pada persoalan persepsi, metafisika, epistemologi, matematika, bahasa, dan kekristenan.
Karya utama yang menjadi bagian dari biografi George Berkeley adalah Treatise Concerning The Principles of Human Knowledge dan Essay Toward a New Theory of Vision. Diterbitkan pada (1709) di mana batasan-batasan penglihatan manusia dibahas. Ia juga mengemukakan teori yang menyatakan bahwa benda tidak hanya dilihat oleh mata manusia berdasarkan materinya, tetapi juga cahaya dan warnanya. George Berkeley juga menyangkal gagasan tentang materi sebagai sesuatu yang metafisik, tetapi tidak pernah menyangkal keberadaan benda-benda material seperti buku, pintu, dan meja. Klaim dasar dari ide-idenya ini sering disebut sebagai Immaterialisme.
Dalam Principles , dia menulis “esse is percipi” (menjadi adalah untuk dipersepsi). Frasa ini mengandung makna segala sesuatu yang kita ketahui atau pikirkan hadir melalui indera kita dari satu wujud yang menstimuluskanya, penglihatan, penciuman, sentuhan, pendengaran dan pengecapan. Sehingga, jika seseorang tidak bisa merasakannya, bagaimana ia bisa meyakini akan eksistensinya?
Berkeley memegang keyakinan bahwa sesuatu mungkin ada jika tidak benar-benar dirasakan pada saat ini, tetapi dapat dirasakan jika langkah-langkah yang tepat diambil untuk itu. Pandangan ini bertentangan dengan teori Materialis, yang menyatakan bahwa segala sesuatu hanya ada ketika dirasakan dan kemudian menyerah pada ketiadaan ketika tidak terlihat oleh indra. Jadi sebuah buku hanya tergeletak di atas meja jika seseorang melihat dan menyentuhnya, dan tidak ada lagi saat tidak terlihat dan disentuh. Berkeley menentangnya dengan mengatakan bahwa buku itu masih ada, dan masih dapat dipahami, bahkan jika saat ini tidak dipersepsikan oleh individu.
Selain kontribusinya pada filsafat, Berkeley juga sangat berpengaruh dalam perkembangan matematika dan filsafat fisika. Dalam karyanya De Motu (1721), dia menolak teori Sir Isaac Newton tentang ruang, waktu, dan gerak absolut, dan berpendapat bahwa gaya dan gravitasi, seperti yang didefinisikan oleh Newton, merupakan "kualitas okultisme" yang tidak mengungkapkan apa pun secara jelas.
Sebagai orang yang sangat percaya pada agama Kristen dan sebagai seorang uskup, Berkeley percaya bahwa Tuhan hadir sebagai penyebab langsung dari semua pengalaman kita.
Hubungan antara imaterialisme dan agama tradisional cukup jelas. Materialisme mengarah pada ateisme, keraguan, dan skeptisisme, karena ia menyebarkan gagasan bahwa segala sesuatu mungkin tidak ada di luar persepsi kita tentang mereka. Di sisi lain, imaterialisme memulihkan iman kepada Tuhan dengan membuat keberadaannya menjadi bukti. Pengalaman persepsi sehari-hari menyimpulkan bahwa gagasan indrawi manusia pasti disebabkan oleh makhluk yang lebih besar, dengan mempertimbangkan kompleksitas persepsi dan indera, dan wujud yang penuh belas kasih dan lebih agung itu adalah Tuhan.
Karya filosofis utama terakhir Uskup Berkeley, Siris (1744), menganjurkan penggunaan air tar untuk pengobatan, dan selanjutnya membahas berbagai topik termasuk filsafat, sains dan teologi.
Baca juga: Biografi Denis Diderot dan Asal Muasal Diderot Effect
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida