Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Petani, Tikus, dan Ular: Kisah Kesepakatan Damai

Petani, Tikus, dan Ular Kisah Kesepakatan Damai

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang Petani yang rajin bekerja di sawahnya. Setiap pagi, ia berangkat membawa cangkul dan harapan besar untuk memanen padi yang melimpah. Namun, suatu hari, tanpa sengaja, ia mencangkul ekor seekor Tikus sawah yang sedang bersembunyi di antara rumpun padi. Tikus itu melompat kesakitan dan menatap petani dengan marah.

“Kau telah menyakitiku! Sebagai balasannya, aku akan memotong setiap padi yang kau tanam dengan gigiku!” ancam tikus sebelum berlari menghilang.

Petani merasa sedih dan bersalah. Meski ia tidak sengaja mencelakai tikus itu, ancamannya menjadi kenyataan. Setiap kali ia menanam padi, tanaman itu layu atau rusak sebelum sempat tumbuh besar. Panennya gagal, dan ia hampir kehilangan harapan.

Merasa putus asa, petani memutuskan untuk meminta bantuan seekor Ular yang tinggal di pinggir sawahnya. Ular itu dikenal sebagai pemburu tikus yang handal. Ketika petani menceritakan masalahnya, ular mendengarkan dengan saksama. Namun, setelah mendengar cerita ancaman tikus, ular tidak segera bergerak. Sebaliknya, ia tampak termenung dan sedih.

“Mengapa kau tidak segera membantu menangkap tikus-tikus itu?” tanya petani heran.

Ular menghela napas panjang. “Aku tidak bisa begitu saja menyerang tikus itu. Ia hanya marah karena merasa tersakiti. Kalau aku memburunya, masalah ini tidak akan selesai dengan baik. Kita harus mencari jalan lain.”

Petani tidak mengerti maksud ular, tetapi ia percaya pada kebijaksanaannya. “Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanya petani.

Ular berpikir sejenak lalu berkata, “Beri tikus itu tempat tinggal yang lebih baik, jauh dari sawahmu. Tapi dengan satu syarat, ajak dia bekerja sama untuk menjaga panenmu kali ini. Jika tikus setuju, kau akan mendapatkan hasil panen yang baik tanpa merusak hubungan di antara kita semua.”

Meski awalnya ragu, petani akhirnya setuju dengan usul ular. Ia membuat sebuah tempat kecil di sudut ladang, jauh dari sawah utamanya, untuk tikus. Tempat itu dilengkapi dengan biji-bijian dan jerami yang cukup untuk tikus hidup nyaman. Kemudian, ia mencari tikus dan menjelaskan niatnya.

“Aku tidak ingin bermusuhan denganmu,” kata petani dengan suara lembut. “Aku tahu kau marah karena aku menyakitimu. Aku tidak sengaja, dan aku menyesal. Tapi jika kau mau membantuku menjaga panen, aku akan memberimu tempat tinggal yang lebih baik.”

Tikus, yang awalnya keras kepala, akhirnya luluh mendengar ketulusan petani. Ia setuju untuk membantu petani menjaga sawah dari hama lain. Sebagai gantinya, tikus tinggal di tempat yang disediakan petani, dengan makanan yang cukup untuk bertahan hidup.

Musim panen berikutnya, sawah petani tumbuh subur. Tikus benar-benar menepati janjinya, menjaga padi dari serangan hama lain. Ular juga tetap mengawasi sawah dari jauh, memastikan semuanya berjalan lancar. Saat panen tiba, petani merasa sangat bersyukur. Ia tidak hanya mendapatkan hasil melimpah, tetapi juga belajar bahwa kebijaksanaan dan kerja sama bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang damai.

Sejak itu, petani, tikus, dan ular hidup dalam harmoni. Mereka membuktikan bahwa dengan saling memahami, bahkan permusuhan bisa berubah menjadi persahabatan yang bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis:

Editor: Erniyati Khalida

748