Puisi untuk Putri binti Kasturi
Libur Natal telah tiba. Saya berubah menjadi pembenci hari libur. Tentu saja karena ada masa depan yang melayang-layang dan harus saya tangkap di sekolah.
Masa depan itu bukan tentang karir atau obrolan kepandaian mencari uang. Masa depan yang saya cari adalah kebahagiaan yang tak terdeposito di bank, karena kebahagiaan saya berupa rasa puas dan bangga saat mampu mbahagiakan Putri binti Kasturi.
Liburan ini sangat menyesakkan. Dari pagi sampai entah matahari kini berusia berapa, tidak ada yang saya lakukan, hanya bisa menggeliat ke kanan dan ke kiri seperti ular yang baru makan tikus. Lebih parahnya, saya tidak bisa melihat keagungan tuhan di wajah putri.
Semoga saja putri punya inisiatif untuk mencurahkan kerinduannya. Karena saya takut kerinduan putri mulai menggelembung dan menghambatnya beraktivitas.
"Tapi apa yang sekarang bisa saya lakukan?" Gumamku dalam hati. "Oh iya, saya siapkan puisi saja untuk pertemuan setelah libur panjang" jawabku tanpa berfikir jernih, hanya kegilaan yang menuntun karena tak punya solusi.
Ehm,.... Tes satu dua. Apa yah... Ehm.
Putri
Wanitaku titipan semesta
Bidadari nyata yang tersisa
Mawar merah tak berduri
Purnama tak berbintang
Apa lagi yah? Hmm... Ternyata membuat puisi tidak segampang membuat tugas pak Johan. Mungkin karena liburan ini terlalu panjang, wajah dan pesona putri berhenti di imajinasi saya yang terkapar di tempat tidur.
Sambil melamun memandang foto putri di atas meja dan barisan semut di depannya yang bergotong royong memikul sisa makanan saya di piring yang tidak dicuci karena kepedulian saya pada semut, saya terus mencari diksi sambil memetik gitar bernuansa minor.
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar pagiku tak seterang siang
Agar senjaku tak segelap malam
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar terisi perutku dengan makanan
Agar terisi paru-paruku dengan udara
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar tetap terbuka mataku tanpa binar
Agar tetap terdengar bising kegaduhan semesta
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar tanah masih bisa kuinjak
Agar langit masih bisa kutatap
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar tersisa untuk kau simpan
Agar masih harus kau curahkan
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Agar kelak kita duduk bersama
Agar kelak kugandeng anak-anak kita
Sampaikan kerinduanmu padaku secukupnya
Hingga saat nafasku mulai terbata
Dengan kerinduan sepenuh hati kau meng-eja.
Saya masih terus memetik gitar dengan mata terpejam dalam, berfikir keras untuk titik klimaks dari puisi ini. Saya eratkan pejaman mata, namun tetap tidak bisa menemukan kata-kata lagi. Akhirnya saya ulang bait terakhir dengan petikan pelan dan intonasi yang sok keending-endingan.
Sampai saat nafasku mulai terbata, dengan sepenuh hati kau rela di sampingku untuk meng-eja.
Jereeeeeeeeng...
Penulis:
Editor: Erniyati Khalida