Pewarta Nusantara
Menu CV Maker Menu

Ekspor

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Internasional - Rusia telah mengambil keputusan untuk menarik diri dari perjanjian yang memfasilitasi Ekspor gandum dari Ukraina setelah terjadinya serangan drone terhadap jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Krimea.

Laporan dari AFP mencatat bahwa Rusia telah mengeluhkan pelaksanaan perjanjian Gandum tersebut selama beberapa bulan.

Meskipun demikian, Moskow menyatakan bahwa serangan terhadap jembatan Kerch tidak menjadi faktor utama dalam keputusan mereka untuk keluar dari perjanjian tersebut.

Langkah ini diambil untuk menghindari kemungkinan kelangkaan pangan di negara-negara yang rentan. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa perjanjian gandum telah berakhir, tetapi Rusia akan kembali menjalin kesepakatan segera setelah kebutuhan domestik terpenuhi.

Namun, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menegaskan bahwa Ukraina tetap siap melanjutkan ekspor gandum melalui Laut Hitam meskipun Rusia telah keluar dari perjanjian tersebut.

Baca Juga; Laos Mengukir Rekor Ekspor Singkong: Pendapatan Lebih dari 408 Juta Dolar AS dalam 5 Bulan Pertama 2023

Zelensky menegaskan bahwa perusahaan pemilik kapal sudah menyatakan kesiapan mereka untuk melanjutkan pengiriman. Data dari JCC menunjukkan bahwa Tiongkok dan Turki merupakan importir utama dalam pengiriman gandum.

Meskipun keputusan Rusia untuk keluar dari perjanjian ini kemungkinan hanya memiliki dampak terbatas pada harga gandum internasional yang telah mengalami penurunan sekitar seperempat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pengiriman gandum dari Ukraina tetap berlanjut.

Perjanjian tersebut telah menjadi bagian dari upaya Program Pangan Dunia dalam memberikan bantuan kepada negara-negara yang menghadapi kekurangan pangan kritis, seperti Afghanistan, Sudan, dan Yaman. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Internasional - Laos berhasil meraih pendapatan lebih dari 408 juta dolar AS pada lima bulan pertama tahun 2023 setelah berhasil mengekspor Singkong secara besar-besaran.

Singkong telah menjadi tanaman yang sangat menguntungkan di negara tersebut sepanjang tahun ini. Menurut Menteri Perencanaan Dan Investasi Laos, Khamjane Vongphosy, dalam sidang kelima Majelis Nasional pada hari Senin (17/7), pasar utama bagi Ekspor singkong adalah China, Vietnam, dan Italia.

Dilansir dari Xinhua News, budidaya singkong di Laos mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara lain, terutama dari tetangga-tetangga dekat Laos.

Laos memiliki potensi besar untuk menjadi produsen utama singkong karena sebagian besar perekonomiannya masih bergantung pada sektor pertanian.

Pada tahun 2022, Laos berhasil mencatatkan pendapatan sebesar 1.733 juta dolar dari ekspor hasil pertanian secara keseluruhan.

Selain itu, diharapkan bahwa pada tahun 2023, pendapatan dari sektor ini akan meningkat menjadi sekitar 2 miliar dolar.

Baca Juga; India Sukses Meluncurkan Roket Menuju Kutub Selatan Bulan: Misi Chandrayaan-3 Membawa Harapan Baru dalam Eksplorasi Antariksa

Pada lima bulan pertama tahun ini saja, nilai ekspor hasil pertanian mencapai 901 juta dolar atau sekitar 75,14 persen dari target yang telah ditetapkan untuk tahun 2023. Komoditas utama ekspor Laos meliputi ubi kayu, kopi, pisang, jagung, dan tebu.

Pemerintah Laos juga telah melakukan upaya meningkatkan infrastruktur dan metode produksi pertanian. Mereka telah menyediakan peralatan analisis produk untuk laboratorium, peralatan pemisahan gabah, serta fasilitas pengeringan atau pembekuan tanaman.

Selain itu, pemerintah juga tengah mencari pasar-pasar baru untuk memperluas jangkauan ekspor Pertanian Laos. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - KPK mengungkapkan bahwa terdapat selisih Ekspor ore nikel ilegal ke China senilai Rp14,5 triliun sejak Januari 2020 hingga Juni 2022.

Dalam perbandingan antara data ekspor Ore Nikel dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data impor ore nikel di laman Bea Cukai China, Dian Patria, Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, mengklaim bahwa angka tersebut ditemukan.

Data yang disampaikan oleh KPK menunjukkan bahwa selisih nilai ekspor pada tahun 2020 mencapai Rp8,6 triliun, sedangkan pada tahun 2021 sebesar Rp2,7 triliun, dan Rp3,1 triliun dari Januari hingga Juni 2022.

China diketahui telah mengimpor ore nikel seberat 5,3 juta ton sejak 2020 hingga Juni 2022. KPK juga menyatakan bahwa ekspor ore nikel ke China tersebut ilegal sejak Januari 2020, sesuai dengan larangan pemerintah.

Dian menyebutkan bahwa dugaan ore nikel yang diekspor secara ilegal diduga berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara.

Meskipun ada beberapa pihak yang melakukan pengawasan, seperti Bakamla, Bea Cukai, Pol Air, dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), praktik ekspor ilegal ini tetap terjadi.

KPK berkomitmen untuk melakukan tindakan jika terdapat unsur korupsi dalam praktik ekspor ilegal ore nikel ke China. "Artinya masih ada kebocoran di sini. Ada kerja sama banyak pihak kok masih bocor," tegas Dian.

KPK siap untuk menyelidiki lebih lanjut jika terdapat dugaan korupsi terkait dengan praktik ekspor ore nikel ilegal tersebut. KPK menegaskan bahwa mereka memiliki kajian yang mendalam terkait dengan praktik ekspor ilegal ore nikel ke China.

Mereka menyatakan bahwa jika terdapat unsur korupsi yang terlibat, mereka akan mengambil tindakan hukum yang tegas. Meskipun telah ada berbagai pihak yang melakukan pengawasan, seperti Bakamla, Bea Cukai, Pol Air, dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), masih terjadi kebocoran dalam praktik ekspor ilegal ke negara lain.

Dian Patria juga menyebutkan bahwa ore nikel ilegal tersebut diduga berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara. Hal ini menunjukkan bahwa ada pelanggaran terhadap larangan ekspor ore nikel yang telah diberlakukan sejak Januari 2020.

KPK menganggap penting untuk mengusut lebih lanjut praktik ekspor ilegal ini dan memastikan bahwa ada penegakan hukum yang sesuai jika terdapat dugaan korupsi yang terkait.

Selain itu, KPK juga mempertanyakan kerja sama dari berbagai pihak dalam mencegah praktik ekspor ilegal ini. Meskipun telah ada upaya pengawasan, tetapi kebocoran masih terjadi, menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dalam sistem yang perlu diperbaiki.

Baca juga: KPK Berkomitmen Tegas dalam Menindak Ekspor Ore Nikel Ilegal ke China dengan Syarat Ada Unsur Korupsi

KPK berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dan memastikan tidak ada lagi ruang bagi praktik ekspor ilegal yang merugikan negara. Kasus ini menunjukkan pentingnya sinergi dan kerja sama antara lembaga-lembaga terkait dalam mencegah dan memberantas tindakan korupsi serta praktik ekspor ilegal.

KPK akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran hukum yang merugikan negara, guna memastikan transparansi dan keadilan dalam sektor ekspor mineral, termasuk ore nikel. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyatakan dengan tegas bahwa mereka akan bertindak tegas terhadap praktik Ekspor ilegal ore nikel ke China seberat 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton jika terdapat dugaan tindak pidana korupsi.

Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, menjelaskan bahwa KPK telah melakukan penelitian dan dalam penegakan hukum, unsur korupsi harus ada sebagai bukti.

Pihak-pihak seperti Bakamla, Bea Cukai, Pol Air, dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sejauh ini telah melakukan pengawasan untuk mencegah ekspor ilegal tersebut.

Meskipun demikian, kegiatan ekspor ilegal masih terus terjadi ke negara lain. Dian menyampaikan bahwa KPK akan menyelidiki lebih lanjut jika ada dugaan korupsi terkait praktik ekspor ilegal ore nikel tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat celah dalam sistem pengawasan, dan kerja sama antarpihak terkait masih belum optimal.

Selain itu, Dian Patria juga mengungkapkan bahwa terdapat selisih nilai ekspor ore nikel ilegal ke China sebesar Rp14,5 triliun sejak Januari 2020 hingga Juni 2022.

Data ini didapatkan setelah KPK membandingkan data ekspor ore nikel dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data impor ore nikel di laman Bea Cukai China.

Selisih nilai ekspor tersebut terbagi menjadi Rp8,6 triliun pada tahun 2020, Rp2,7 triliun pada tahun 2021, dan Rp3,1 triliun dari Januari hingga Juni 2022.

China telah mengimpor ore nikel seberat 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton sejak tahun 2020 hingga Juni 2022, dengan rincian impor ore nikel sebesar 3.393.251.356 kilogram pada tahun 2020, 839.161.249 kilogram pada tahun 2021, dan 1.085.675.336 kilogram pada tahun 2022.

Dian juga menyatakan bahwa ekspor ore nikel ke China tersebut ilegal karena pemerintah telah melarang kegiatan tersebut sejak Januari 2020. Diduga bahwa ore nikel yang diekspor secara ilegal berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara.

Praktik ekspor ilegal ore nikel ke China merupakan masalah serius yang perlu ditindak dengan tegas. Penegakan hukum terhadap ekspor ilegal ini sangat penting untuk menjaga integritas dan keadilan dalam sektor pertambangan nikel di Indonesia.

Keterlibatan KPK dalam menangani kasus ini menunjukkan komitmen mereka untuk memberantas korupsi dan melindungi kekayaan alam negara.

Selain itu, selisih nilai ekspor ore nikel ilegal yang mencapai Rp14,5 triliun sejak Januari 2020 menunjukkan dampak ekonomi yang signifikan dari praktik ilegal ini.

Baca juga: Menaklukkan Tantangan Global: Kemenkeu Siap Hadapi Gelombang Pandemi, Revolusi Digital, Perubahan Geopolitik, dan Transisi Menuju Ekonomi Hijau!

Dana sebesar itu dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat jika digunakan dengan tepat. Oleh karena itu, penindakan terhadap pelaku ekspor ilegal ini juga akan berdampak positif dalam aspek ekonomi dan pembangunan negara.

Selanjutnya, penting bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam pengawasan ekspor nikel.

Diperlukan langkah-langkah yang lebih efektif dan terpadu untuk mencegah kebocoran dan memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

Selain itu, perlu juga ditingkatkan kesadaran dan kesadaran akan pentingnya menjaga sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan pertambangan.

Kasus ekspor ilegal ore nikel ini juga dapat menjadi peluang bagi pemerintah Indonesia untuk memperkuat kerjasama dengan China dalam hal penegakan hukum dan penindakan terhadap praktik ilegal.

Dengan kerjasama yang baik antara kedua negara, dapat diharapkan penanganan kasus ini akan lebih efektif dan pelaku kejahatan dapat diadili dengan tegas.

Dalam kesimpulannya, penindakan terhadap praktik ekspor ilegal ore nikel ke China oleh KPK merupakan langkah yang sangat penting dalam memerangi korupsi dan melindungi kekayaan alam Indonesia.

Diperlukan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antara berbagai lembaga terkait untuk mencegah praktik ilegal ini agar tidak terulang di masa depan.

Hanya dengan penegakan hukum yang tegas dan upaya bersama, Indonesia dapat melindungi sumber daya alamnya dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - Pemerintah Indonesia merencanakan untuk mengalihkan Ekspor minyak sawit dari Eropa ke Afrika sebagai respons terhadap European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR), kebijakan anti deforestasi yang diterapkan oleh Uni Eropa.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan rencana ini dalam sebuah konferensi pers yang membahas peningkatan tata kelola industri sawit di Jakarta.

Luhut menyampaikan pesannya kepada parlemen Uni Eropa bahwa Indonesia sedang mempertimbangkan untuk secara bertahap mengalihkan ekspor sawit sebanyak 3,3 juta ton ke Afrika agar tidak terjadi perselisihan dengan Uni Eropa.

Uni Eropa sebelumnya telah menerapkan kebijakan European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) yang mengharuskan setiap eksportir melakukan verifikasi untuk memastikan produk mereka tidak berasal dari daerah yang mengalami penggundulan hutan atau deforestasi.

Jika terjadi pelanggaran, eksportir dapat dikenakan denda hingga 4 persen dari pendapatan yang diperoleh dari Uni Eropa. Minyak sawit beserta produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, daging sapi, kayu, karet, kertas, dan kulit merupakan produk ekspor yang menjadi sasaran kebijakan EUDR.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menilai bahwa aturan semacam itu merugikan Indonesia dan kebijakan EUDR cenderung mengarah pada diskriminasi ekologis.

Selama kunjungan di Uni Eropa, mereka melihat bahwa produk-produk seperti kelapa sawit, kopi, kakao, sapi, karet, dan kayu juga menjadi target diskriminasi melalui EU Deforestation-Free Regulation.

EUDR juga menerapkan skema benchmarking yang mengklasifikasikan negara menjadi tiga tingkatan risiko deforestasi: rendah, standar, dan tinggi.

Baca juga: Kenya Perluas Program Makan Siang Gratis di Sekolah untuk 2,4 Juta Murid Baru

Meskipun kerangka kebijakan EUDR telah dibahas dalam parlemen Eropa sejak lama, baru pada April 2023 kebijakan tersebut diundangkan secara resmi, dan berlaku efektif mulai 16 Mei 2023.

Namun, Uni Eropa memberikan masa transisi selama 18 bulan bagi perusahaan besar untuk mengimplementasikan aturan baru ini, sementara perusahaan kecil mendapatkan fase transisi selama 24 bulan. (*Ibs)