El Nino
Pewarta Nusantara, Bogor - Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menginisiasi sinergitas dengan pemerintah daerah di 514 kabupaten dan kota untuk meningkatkan peringatan dini terkait kerawanan pangan dan gizi.
Langkah ini diambil guna menghadapi ancaman El Nino yang menyebabkan kekeringan panjang di beberapa daerah produsen pangan.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan pentingnya membangun sinergitas yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah serta pemangku kepentingan terkait, agar seluruh daerah dapat bersama-sama mengantisipasi dan memastikan ketersediaan pangan.
Sistem Kerawanan Pangan dan Gizi (SKPG) yang dicanangkan oleh Bapanas bersama pemerintah provinsi dan kabupaten kota menjadi penanda penting dalam menghadapi El Nino.
Ada 74 daerah di Indonesia yang terkategori sebagai daerah dengan tingkat kerawanan pangan, khususnya di wilayah Timur seperti Maluku dan Papua.
Untuk itu, Arief berpesan agar semua pihak di tingkat teknis di provinsi dan kabupaten kota benar-benar memahami SKPG, sehingga data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan dan dimanfaatkan untuk mengantisipasi potensi kerawanan pangan dan gizi.
Presiden Joko Widodo juga telah mengarahkan fokus dalam menghadapi dampak El Nino pada menjaga ketahanan pangan.
Untuk itu, Bapanas berkomitmen untuk membangun sistem peringatan dini berbasis digital yang menggabungkan berbagai aspek ketahanan pangan, termasuk ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan.
Data dukung informasi iklim, seperti mengantisipasi ancaman El Nino, juga dimasukkan dalam sistem ini. Dengan kerja sama lintas sektor, data-data tersebut akan menghasilkan kesimpulan tentang tingkat kerawanan pangan dalam tiga kategori, yaitu rentan, waspada, dan aman.
Para pemimpin di daerah, termasuk gubernur dan bupati/walikota, bertanggung jawab untuk memahami dan mengelola kondisi ketahanan pangan di wilayah masing-masing.
Informasi terkait SKPG dapat diakses melalui website skpg.badanpangan.go.id, yang memberikan perkembangan data status rawan pangan dan gizi baik secara nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota secara periodik.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, Bapanas, dan masyarakat umum diharapkan dapat menjaga ketahanan pangan dan mengurangi dampak negatif dari El Nino. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Nasional - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan terkait potensi banjir dan tanah longsor di Indonesia meskipun saat ini sedang mengalami kondisi kekeringan akibat pengaruh El Nino.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa masih ada daerah yang berpotensi mengalami bencana hidrometereologi basah, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Hal ini disebabkan oleh kompleksitas topografi Indonesia dan pengaruh dari dua samudera. Diperkirakan El Nino akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus-September 2023.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Dwikorita meminta pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan, mengatur tata kelola air, beradaptasi dengan pola tanam yang sesuai, serta terus memantau perkembangan cuaca dan iklim yang sangat dinamis dari waktu ke waktu.
Selain itu, Dwikorita menjelaskan bahwa Indonesia akan memasuki fase kemarau yang kering akibat kemunculan El Nino dan Indian Ocean Dipole.
Curah hujan diprediksi akan berada di bawah normal, terutama di wilayah Sumatera, Jawa Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2023.
Dwikorita mengklaim bahwa pemerintah dan kementerian/lembaga terkait telah berkoordinasi untuk mengantisipasi kemunculan El Nino di Indonesia.
Langkah-langkah telah diambil, terutama dalam mengatasi masalah ketersediaan air dan ketahanan pangan. Upaya ini telah dimulai sejak bulan Februari-April dan terus diperkuat dalam rangka menghadapi dampak El Nino yang mungkin terjadi di Indonesia. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Nasional - El Nino, fenomena cuaca ekstrem yang melanda sebagian besar wilayah dunia, tidak hanya berdampak pada Krisis Iklim Global tetapi juga memiliki implikasi serius bagi sektor pertanian Indonesia.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menyampaikan bahwa sekitar 78% hingga 80% lahan pertanian di Indonesia berpotensi terdampak akibat El Nino.
Fenomena ini membawa tantangan serius seperti kekeringan, penurunan pasokan air, dan ancaman kegagalan panen, yang dapat mengakibatkan krisis pangan dan lonjakan harga.
Dalam upaya menghadapi ancaman ini, Menteri Pertanian menetapkan langkah-langkah strategis yang mencakup penyiapan lahan seluas 540.000 hektar untuk percepatan penanaman guna mengantisipasi kemungkinan penurunan hasil panen.
Selain itu, pemerintah daerah diimbau untuk mempersiapkan lumbung pangan atau cadangan pangan di wilayah masing-masing untuk menjaga ketersediaan pangan saat menghadapi El Nino.
Upaya pencegahan juga dilakukan dengan melakukan identifikasi lokasi terdampak kekeringan dan pemetaan wilayah menjadi zona merah, kuning, dan hijau untuk mengambil tindakan sesuai tingkat kerentanannya.
Selain itu, peningkatan ketersediaan alat dan mesin pertanian serta pengembangan infrastruktur air menjadi bagian dari strategi untuk mengurangi dampak negatif dari fenomena cuaca ini.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan berbagai pihak terkait, diharapkan Indonesia dapat menghadapi tantangan El Nino dan menjaga ketahanan pangan dengan lebih baik. (*Ibs)