India
Pewarta Nusantara, Internasional - Kekerasan antaretnis yang sedang berkecamuk di wilayah Manipur, India, telah mencapai titik puncaknya dengan peristiwa yang mengejutkan dan mengerikan yang telah mengguncang dunia.
Dua wanita dari etnis Kuki menjadi korban kekejaman massa ketika mereka mengalami tindakan tak manusiawi, yaitu ditelanjangi, diarak, dan diduga diperkosa massal oleh massa mayoritas dari etnis Meitei.
Perselisihan antaretnis ini sebenarnya telah terjadi sejak bulan Mei 2023, dan pemicunya adalah ketegangan terkait akses pekerjaan pemerintah dan manfaat lainnya.
Bentrokan berdarah yang terjadi telah mengakibatkan pembakaran rumah-rumah dan gereja, memaksa puluhan ribu orang untuk mengungsi ke kamp-kamp yang disediakan oleh pemerintah India.
Etnis Meitei, yang merupakan mayoritas di wilayah tersebut dan menganut agama Hindu, tinggal di dalam dan sekitar wilayah Imphal.
Baca Juga; Elon Musk Umumkan Perubahan Besar di Twitter, Potensi Dampak Politik Dalam Dunia Media Sosial
Sementara itu, etnis Kuki, yang mayoritas beragama Kristen, tinggal di area perbukitan setempat. Konflik ini mencuat karena etnis Meitei menuntut kuota untuk pekerjaan publik dan perguruan tinggi sebagai bentuk tindakan afirmatif, namun hal ini memunculkan kekhawatiran di kalangan etnis Kuki bahwa mereka akan kehilangan tanah mereka di daerah yang saat ini telah disediakan untuk mereka dan etnis minoritas lainnya.
Konflik di wilayah ini telah menelan lebih dari 140 korban jiwa, dan peristiwa tragis yang melibatkan dua wanita dari etnis Kuki menjadi sorotan dunia setelah mereka ditelanjangi, diarak, dan diduga diperkosa massal oleh massa dari etnis Meitei.
Peristiwa tragis ini terjadi tidak lama setelah konflik antaretnis meletus pada 4 Mei 2023. Kabar mengenai tindakan tak manusiawi ini menyebar dengan cepat melalui media sosial pada Rabu (19/7), memicu kemarahan di seluruh India.
Peran polisi juga menjadi perhatian setelah kejadian ini terungkap, dengan tudingan adanya keterlibatan polisi yang disorot oleh pengaduan tertulis dari kerabat salah satu korban.
Laporan media setempat juga menyebutkan bahwa polisi tampak "kalah jumlah" saat peristiwa tragis ini terjadi.
Kemungkinan keterlambatan dalam menangani kasus ini juga dikaitkan dengan jumlah polisi yang terbatas di wilayah Manipur. Namun, pihak kepolisian belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Internasional - India dan Uni Emirat Arab (UEA) mencapai kesepakatan terkait penggunaan Mata Uang Lokal dalam Transaksi Antarnegara, mengikuti kebijakan Perdana Menteri Narendra Modi untuk memperkuat peran rupee secara global.
Bank Sentral India mengumumkan bahwa kesepakatan ini akan memfasilitasi transaksi dan pembayaran antara kedua negara, serta mendorong kerja sama ekonomi yang lebih luas.
Perjanjian ini ditandatangani oleh Perdana Menteri Modi, Gubernur Bank Sentral India Shaktikanta Das, dan Presiden UEA Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi.
Dalam kerangka kesepakatan ini, India dan UEA akan membangun kerangka kerja untuk menggunakan rupee dan dirham dalam transaksi, dengan melibatkan perusahaan switching masing-masing negara, yaitu RuPay dan UEASWITCH.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya India untuk menguatkan peran rupee di tingkat global dan menjadi alternatif bagi China dalam sektor manufaktur.
Namun, meskipun kampanye ini telah berlangsung selama setahun, kemajuannya masih terbatas, seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg News awal bulan ini.
Diharapkan bahwa kesepakatan baru ini akan mempermudah aliran keuangan antara kedua negara. UEA merupakan sumber lapangan kerja penting bagi warga India di luar negeri dan menyumbang 18 persen dari total pengiriman uang ke Asia Selatan pada tahun 2020-2021, berada di urutan kedua setelah Amerika Serikat.
Menurut perkiraan Bank Dunia, total pengiriman uang ke India pada tahun 2022 mencapai US$111,2 miliar. Dengan adanya kesepakatan ini, diharapkan aliran keuangan antara India dan UEA dapat berjalan lebih lancar, memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi kedua negara. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Internasional - Pada Sabtu (01/6), terjadi pertukaran daftar Tahanan Sipil antara India dan Pakistan melalui saluran diplomatik di New Delhi dan Islamabad.
Menurut keterangan dari pejabat kementerian luar negeri India, India telah menyampaikan daftar yang berisi 343 tahanan sipil dan 74 nelayan yang saat ini berada dalam tahanan mereka, dan orang-orang ini diyakini sebagai warga Pakistan.
Sebaliknya, Pakistan juga menyampaikan daftar yang berisi 42 tahanan sipil dan 266 nelayan yang saat ini berada dalam tahanan mereka, dan orang-orang ini diyakini sebagai warga India.
Pertukaran daftar ini dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian tahun 2008, di mana daftar tersebut secara rutin dipertukarkan setiap tahun pada tanggal 1 Januari dan 1 Juli.
Pertukaran daftar tahanan sipil ini merupakan bagian dari upaya diplomatis antara kedua negara untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan hubungan bilateral.
Meskipun India dan Pakistan telah memiliki sejarah panjang perselisihan dan ketegangan politik, langkah-langkah seperti ini diharapkan dapat membangun saling percaya dan mengurangi dampak buruk atas kehidupan warga yang tak terlibat dalam konflik tersebut.
Sejak tahun 2014, setidaknya 2.559 nelayan India dan 63 tahanan sipil India telah dipulangkan dari Pakistan berdasarkan perkiraan resmi.
Pertukaran tahanan ini memberikan harapan bagi keluarga tahanan sipil yang telah lama menantikan pembebasan anggota keluarga mereka.
Namun, permasalahan tahanan sipil dan nelayan masih menjadi salah satu isu yang kompleks dan sensitif di antara kedua negara, dan upaya lebih lanjut diperlukan untuk mencari solusi jangka panjang yang berkelanjutan bagi permasalahan ini.
Melalui dialog dan diplomasi yang terus-menerus, kedua negara berharap dapat mengatasi perbedaan mereka dan mencapai hubungan yang lebih stabil dan saling menguntungkan di masa depan. (*Ibs)
Baca Juga: Generasi Milenial Mendominasi Pemilih Pemilu 2024: KPU RI R
Pewarta Nusantara, Kashmir - Baku Tembak di Kashmir Menewaskan 5 Pasukan Asing, Eskalasi Ketegangan di Perbatasan India-Pakistan.
Polisi India melaporkan bahwa dalam sebuah baku tembak di Kashmir, 5 Pasukan Asing tewas. Insiden tersebut terjadi di sepanjang Garis Kontrol (LoC), perbatasan de facto antara India dan Pakistan di wilayah Himalaya, pada Jumat (16/6).
Tim gabungan tentara dan polisi India berhasil menggagalkan upaya infiltrasi oleh para pejuang di daerah Jumagund, sekitar 100 km (62 mil) barat laut kota utama Srinagar.
Kepala polisi India di Kashmir, Vijay Kumar, menyatakan bahwa lima militan asing tewas dalam operasi di daerah tersebut.
Namun, tidak disebutkan kewarganegaraan mereka dalam laporan tersebut. Konflik di Kashmir telah berlangsung sejak 1989, dengan India mengklaim pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok militan didukung oleh Pakistan.
Pegunungan Kashmir yang dipenuhi salju menjadi rute tradisional bagi para penyusup, dan pejabat keamanan India menyebutkan bahwa pencairan salju mungkin membuka kemungkinan infiltrasi di sepanjang LoC. Tentara India juga telah berhasil menggagalkan dua upaya infiltrasi sebelumnya.
Bentrokan bersenjata antara tentara India dan pemberontak di Kashmir telah menyebabkan puluhan ribu orang tewas sejak 1989. Meskipun frekuensi bentrokan telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, wilayah tersebut tetap menjadi salah satu zona paling termiliterisasi di dunia.
Keputusan India pada tahun 2019 untuk mencabut otonomi terbatas Kashmir dan menerapkan undang-undang yang memungkinkan orang India di luar wilayah untuk bermukim di sana telah memicu kontroversi dan ketegangan lebih lanjut di wilayah tersebut.
Eskalasi ketegangan di Kashmir menunjukkan bahwa konflik antara India dan Pakistan masih berlanjut, dengan situasi yang rentan terhadap bentrokan bersenjata dan kekerasan.
Baca juga: Forum Davos Musim Panas di China Akan Menyoroti Peran Kewirausahaan sebagai Pendorong Ekonomi Global
Wilayah Kashmir tetap menjadi titik sengketa yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang berkelanjutan dan berdaya guna untuk mencapai perdamaian jangka panjang. (*Ibs)