Kemenkes
Pewarta Nusantara, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan dua pendekatan untuk mencapai target penurunan angka Stunting pada anak-anak secara nasional.
Angka stunting nasional pada tahun 2022 mencapai 21,6 persen, dan diharapkan dapat turun menjadi 17,8 persen pada tahun 2023 serta mencapai target 14 persen pada tahun 2024.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menjelaskan bahwa dua pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan spesifik dan pendekatan sensitif.
Pendekatan spesifik berkaitan dengan pemberian makanan tambahan pada anak-anak dan upaya pencegahan agar mereka tidak sakit.
Sementara itu, pendekatan sensitif berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan setempat, seperti kemiskinan, sanitasi yang baik, dan budaya setempat.
Dante menyadari bahwa pemberian makanan saja tidak cukup, tetapi perlu memperhatikan pendekatan sensitif yang mencakup faktor-faktor lingkungan yang dapat memengaruhi angka stunting. Misalnya, kebiasaan tradisional di suatu daerah yang melarang makanan tertentu bagi anak-anak dapat berdampak pada angka stunting.
Baca Juga: Dana Desa 5 Miliar: Solusi Efektif untuk Atasi Stunting dan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya komitmen dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kementerian dan lembaga terkait dalam menangani masalah stunting.
Dalam menjelaskan konsep dasar stunting, Dante menjelaskan bahwa angka stunting diperoleh dari perhitungan panjang badan dibagi umur anak.
Namun, perhitungan ini harus dikaitkan dengan kekurangan gizi atau riwayat gizi buruk yang dialami anak sebelumnya, yang dikenal sebagai wasting atau underweight.
Jika terdapat anak dengan tinggi badan pendek namun tidak memiliki riwayat gizi buruk sebelumnya, maka anak tersebut tidak dikategorikan sebagai stunting.
Dante juga menyoroti pentingnya periode usia 2-5 tahun dalam pengukuran stunting, karena rentang waktu tersebut merupakan periode perkembangan otak anak yang akan mempengaruhi kualitas hidup, fisik, dan mental mereka di masa dewasa.
Kekurangan gizi kronis terjadi pada usia 2-3 tahun, dan jika berat badan anak tidak naik atau bahkan menurun dibandingkan dengan tinggi badannya, maka dapat terjadi underweight. Kondisi ini dapat berlanjut hingga usia 5 tahun.
Penanganan stunting sebaiknya dilakukan sejak dini, ketika tanda-tanda gizi buruk mulai terlihat, bukan setelah stunting terjadi. Kekurangan gizi dapat memengaruhi berat badan anak secara bertahap, dan jika penurunan berat badan terus berlanjut, akan terjadi stunting.
Oleh karena itu, penanganan yang cepat diperlukan untuk mengobati gizi buruk. Pemerintah melalui Kemenkes terus berupaya mengatasi masalah stunting dengan menerapkan dua pendekatan tersebut.
Baca Juga: Pemerintah Gelontorkan Rp1 Triliun untuk Memperbaiki Infrastruktur di Daerah
Diharapkan langkah ini dapat membawa dampak positif dalam menurunkan angka stunting secara nasional dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak di Indonesia. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Pontianak - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan bahwa Kalimantan Barat sedang menghadapi situasi darurat akibat wabah Rabies yang mengkhawatirkan.
Sebanyak 1.931 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tercatat sejak Januari hingga Juni 2023, dengan 11 orang meninggal dunia akibat penyakit mematikan ini.
Dari jumlah tersebut, delapan kasus kematian terjadi di Kabupaten Sintang, sementara tiga kasus lainnya terjadi di Kabupaten Landak.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, mengungkapkan gejala awal rabies pada manusia, seperti demam, kelelahan, hilang nafsu makan, serta berbagai gangguan neurologis yang serius.
Selanjutnya, timbul rasa kesemutan atau panas di area gigitan, kecemasan, dan fobia seperti takut air, udara, dan cahaya sebelum akhirnya korban meninggal dunia.
Menghadapi kondisi ini, Syahril mendesak agar setiap individu yang digigit oleh anjing yang diduga terjangkit rabies segera mencuci luka dan mendapatkan vaksin anti-rabies yang sangat penting.
Sebagai informasi tambahan, Kemenkes sebelumnya mengungkapkan bahwa 95 persen kasus penularan rabies di Indonesia disebabkan oleh gigitan anjing yang terinfeksi.
Situasi ini memerlukan tindakan cepat dan koordinasi yang intens antara pemerintah, masyarakat, dan otoritas kesehatan untuk mengendalikan penyebaran rabies dan melindungi kesehatan publik.
Selain itu, Kabupaten Sikka di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) telah dinyatakan sebagai wilayah dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat rabies.
Dalam upaya penanganan, sejak tahun 2020 hingga April 2023, telah dilakukan vaksinasi sebanyak hampir 57.000 dosis vaksin anti-rabies dan kasus gigitan anjing mencapai rata-rata 82.634 kasus setiap tahunnya.
Dengan adanya peningkatan jumlah kasus rabies yang signifikan, perlu dilakukan langkah-langkah yang lebih kuat dan komprehensif untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat. (*Ibs)
Pewarta Nusantara - Tim Promosi Kesehatan (Promkes) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah langsung mendatangi hotel tempat tinggal Jemaah Haji dengan tujuan memberikan penyuluhan kesehatan.
Dalam upaya untuk menjaga kesehatan jemaah haji agar mereka dapat menjalankan Ibadah Haji dengan baik, Kemenkes tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, tetapi juga fokus pada upaya promotif dan preventif.
Sekretaris Jenderal Kemenkes, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, menyatakan pentingnya promosi kesehatan dan tindakan pencegahan. Menurutnya, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Oleh karena itu, tim Promkes Kemenkes telah dikerahkan untuk mengintensifkan upaya promotif dan preventif selama pelaksanaan ibadah haji tahun 1444 H/2023 M.
Beberapa strategi yang digunakan oleh tim Promkes meliputi promosi kesehatan, deteksi dini, dan perlindungan spesifik.
Tim ini secara langsung mendatangi lokasi hotel tempat jemaah haji menginap untuk memberikan penyuluhan dan konseling, dengan tujuan memberikan informasi penting tentang kesehatan kepada jemaah haji.
Mereka juga memberikan perlindungan spesifik berupa masker, alas kaki, dan kurma kepada jemaah haji.
Selain itu, tim Promkes juga melakukan deteksi dini dengan mengukur tekanan darah, melakukan tes gula darah, dan memberikan larutan oralit untuk mencegah dehidrasi.
Selain tindakan langsung kepada jemaah haji, tim ini juga melakukan advokasi kepada pihak terkait, seperti ketua sektor, ketua rombongan (Karom), dan ketua regu (Karu), untuk memastikan adanya kesamaan persepsi tentang pentingnya menjaga kesehatan jemaah haji.
Dukungan dari Kementerian Agama juga dianggap penting dalam suksesnya upaya promosi kesehatan selama pelaksanaan ibadah haji.
Pesan promosi kesehatan yang disampaikan oleh tim Promkes mencakup cara mengatasi faktor risiko kesehatan yang sering terjadi selama ibadah haji, seperti cuaca panas, peningkatan aktivitas fisik, dan keterbatasan fasilitas umum.
Diharapkan dengan upaya promotif dan preventif yang intensif, jemaah haji dapat menjaga kesehatan mereka dengan baik sehingga ibadah haji dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Dalam rangka promosi kesehatan tahun 2023, tim Promkes memiliki tagline "Ramah Lansia Melayani dengan Hati", yang menekankan pentingnya perawatan kesehatan bagi kelompok lansia selama ibadah haji.