Pewarta Nusantara
Menu Menu

kementan

Tantri Tantri
6 hari yang lalu

Oleh: R. Dani Medionovianto, S.Pt., M.AP.

 Penyuluh pertanian Ahli Madya

Selama lebih dari 30 tahun saya mengabdikan diri sebagai pegawai di Kementerian Pertanian (ditempatkan di Kantor Wilayah Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah sejak 1988 – 2003). Perjalanan panjang ini membawa saya melintasi berbagai fase pembangunan pertanian di Indonesia, mulai dari pemberdayaan petani, kelompok tani, hingga pelaku usaha pertanian, pada tahun 2003 saya mutasi ke Balai Penddikan Peternakan Cinagara Bogor, yang saya ingat bahwa apa yang saya sampaikan atau materi pada kegiatan itu adalah ujung-ujungnya teknologi yang dihasilkan dari lembaga penelitian yang ada di Kementerian Pertanian. Namun, belakangan ini, saya merasakan adanya jarak yang semakin lebar antara penelitian dan praktik pertanian atau penerapan teknologi pertanian di lapangan.

Pada tahun 2008, saya memulai perjalanan sebagai penyuluh pertanian di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), tepatnya di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Kala itu, konsep Research Extension Linkages (REL) menjadi jembatan emas yang menghubungkan peneliti, penyuluh, dan petani. Penelitian yang dilakukan para peneliti di Badan Litbang Pertanian dikaji dan diterjemahkan oleh penyuluh menjadi bahasa yang lebih sederhana dan aplikatif, sehingga mudah diterima dan diterapkan oleh petani.

Melalui BBP2TP dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang tersebar di berbagai provinsi, kami melakukan berbagai kegiatan seperti uji adaptasi dan uji multilokasi, menyesuaikan teknologi dengan kondisi agroekosistem setempat. Para penyuluh (penyuluh Badan LItbang, Penyuluh Pertanian Lapangan di daerah) menjadi perantara yang memastikan hasil penelitian tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi sampai di tangan petani dengan pendampingan yang berkelanjutan.

Namun, sejak dua hingga tiga tahun terakhir, segalanya berubah. Kebijakan pemerintah yang menggabungkan seluruh lembaga penelitian di bawah naungan Badan Riset dan inovasi Nasional (BRIN) menjadi pukulan telak bagi kami, para penyuluh. Keterhubungan erat yang dulu kami bangun dengan para peneliti kini terputus. Tidak ada lagi diskusi rutin, pendampingan teknologi, atau kolaborasi dalam mendiseminasikan hasil riset.

Saat ini Institusi Badan Litbang Pertanian menjadi Badan Standardisasi Instrumen Pertanian dan sekarang ini berubah kembali akan menjadi Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian.

Dulu, saya bahkan memanfaatkan media digital untuk memperkenalkan hasil penelitian kepada masyarakat luas. Melalui "Podcast Pertanian dan Teknologi", saya sering menghadirkan para peneliti sebagai narasumber, membahas inovasi terbaru yang dapat diterapkan oleh petani. Kini, narasumber yang dulu mudah dijangkau menjadi sulit ditemui. Informasi yang saya dapatkan pun menyebutkan bahwa fokus riset di brin kini lebih banyak diarahkan untuk publikasi jurnal internasional daripada implementasi di lapangan.

Hal ini membuat saya bertanya-tanya: ke mana arah penyuluhan pertanian kita ke depan? Apakah petani hanya akan mengandalkan hasil penelitian terdahulu? Ataukah mereka akan mencari inovasi dari negara lain karena akses terhadap hasil riset dalam negeri semakin terbatas? Keterputusan ini berisiko memudarkan peran penyuluh sebagai jembatan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi pertanian, serta menjauhkan teknologi dari tangan petani.

Sebagai penyuluh, saya merindukan masa di mana hasil penelitian menjadi alat yang nyata untuk memajukan pertanian Indonesia. Saya ingat ada Quote yang disampaikan oleh Kepala Badan Litbang pada masa Bpk. Prof. Dr. Andi Muhammad Syakir bahwa : Peneliti tanpa penyuluh Lumpuh, penyuluh tanpa peneliti Buta. Saya berharap kebijakan ke depan dapat kembali memperkuat hubungan antara penelitian, penyuluhan, dan petani demi pertanian yang lebih maju, mandiri, dan modern.

Semoga fungsi penelitian di setiap kementerian dan lembaga kembali berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hasil penelitiannya dapat bermanfaat bagi pengguna utamanya petani.

Dengan adanya penelitian yang lebih dekat dengan petani, diharapkan pertanian Indonesia mampu berkembang menjadi lebih maju, modern, dan diminati oleh generasi muda. Sebuah sistem pertanian yang modern dan berbasis inovasi lokal akan menjadi daya tarik bagi anak muda untuk terjun ke dunia pertanian, mencintai sektor ini, dan menjadi bagian dari perubahan yang lebih baik.

Keresahan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan suara hati seorang penyuluh yang ingin terus melihat petani Indonesia berkembang dengan teknologi dan inovasi dalam negeri.

Tantri Tantri
6 hari yang lalu

Labuhanbatu, Sumatera Utara – Dalam upaya mendorong swasembada pangan melalui peningkatan indeks pertanaman dan produktivitas padi, Penjab Satgas Swasembada Pangan kementan untuk Kabupaten Labuan Batu, Sumatera Utara, Kepala Pusat BSIP Perkebunan beserta tim membangun sinergi bersama pemerintah daerah dan TNI serta penyuluh pertanian di Kabupaten labuhanbatu pada 18 Maret 2025. Pertemuan ini bertujuan merumuskan strategi optimal dalam memanfaatkan potensi lahan guna meningkatkan hasil pertanian di daerah tersebut.​

Bertempat di Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Labuhanbatu, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kuntoro Boga Andri, menekankan pentingnya meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari IP100 menjadi IP300. Hal ini berarti petani yang sebelumnya hanya menanam padi sekali setahun didorong untuk meningkatkan frekuensi tanam menjadi dua atau tiga kali dalam setahun. Selain itu, ia menyoroti pentingnya koordinasi dalam pelaporan pertanaman, yang akan menjadi acuan dalam evaluasi dan perencanaan ke depan.​ Beberapa kedala di lapangan dicarikan solusi untuk mempercepat capaian target pertanaman dan peningkatan produksi di wilayah ini.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Labuhanbatu, Agus Salim Ritonga, menyambut baik inisiatif ini dan menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung penuh program peningkatan indeks pertanaman demi tercapainya target swasembada pangan nasional.​

Dalam kesempatan yang sama, Kasdim 0209/Labuhanbatu menyatakan bahwa TNI siap mendampingi dan berperan aktif dalam mendukung kegiatan pertanian di lapangan. Dukungan ini diharapkan dapat mempercepat implementasi program dan memastikan keberlanjutannya.​

 

Dengan adanya sinergi antara Penjab Satgas Swasembada Pangan dari Kementan, penyuluh pertanian, pemerintah daerah, dan TNI, diharapkan langkah-langkah strategis yang telah dirumuskan dapat segera diterapkan. Optimalisasi lahan secara berkelanjutan ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan kemandirian pangan nasional.​

Sebagai informasi tambahan, Kementerian Pertanian telah meluncurkan program Optimasi Lahan (Oplah) dan pembentukan Brigade Pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan di wilayah dengan potensi pertanian besar, termasuk Sumatera Utara. Program ini bertujuan mengoptimalkan lahan yang sebelumnya kurang produktif dengan memperbaiki infrastruktur pertanian, seperti normalisasi parit dan pembangunan pintu air, serta melibatkan generasi muda dalam sektor pertanian modern melalui pembentukan Brigade Pangan.​

Dengan sinergi yang kuat antara berbagai pihak, diharapkan program-program ini dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan mendukung tercapainya swasembada pangan nasional.