Pewarta Nusantara
Menu CV Maker Menu

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Bandung - Seorang dosen pengelolaan sumber daya pesisir dan laut dari IPB University, Zulhamsyah Imran, dalam sebuah diskusi virtual, mengungkapkan dampak negatif dari pengerukan dan Ekspor Pasir Laut yang diizinkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.

Menurutnya, praktik ini akan berdampak pada ekosistem laut, keruhnya air laut, menurunnya produktivitas perikanan, dan bahkan ancaman hilangnya pulau-pulau kecil di Indonesia.

Zulhamsyah menjelaskan bahwa pengerukan pasir laut akan menyebabkan lubang permanen yang merusak ekosistem laut dan mengganggu kualitas perairan.

Pasir laut dan lumpur yang bercampur juga akan menyebabkan keruhnya air laut, menghambat proses fotosintesis, dan mengurangi produktivitas perikanan.

Selain itu, dampaknya juga akan dirasakan oleh nelayan, yang kesulitan menangkap ikan untuk mencukupi kehidupan mereka.

Selain kerugian tersebut, pengerukan dan ekspor pasir laut juga akan berdampak negatif pada lingkungan di beberapa wilayah.

Baca juga: Beijing Menghadirkan Kemudahan Pengarsipan Melalui Platform Layanan Seluler

Zulhamsyah menyebutkan bahwa di Jakarta dan pulau-pulau utama, seperti Pulau Pramuka, terjadi abrasi dan keruntuhan pohon mangrove.

Di Papua, seperti Mimika, pohon-pohon tinggi roboh, yang berkontribusi pada abrasi wilayah tersebut. Dia juga memberikan peringatan bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia terancam tenggelam akibat praktik ini, dengan 24 pulau kecil yang telah tenggelam sejak 2005.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan, juga mengkritik tindakan Presiden Jokowi dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, yang dianggap melakukan praktik bisnis yang merugikan dengan mengizinkan eksploitasi pasir laut.

Dani menekankan bahwa pemerintah harus mengakui dampak negatifnya terhadap lingkungan dan tidak boleh menganggap rakyat dan nelayan tidak peka terhadap eksploitasi ini.

Di sisi lain, Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan bahwa penerbitan PP Nomor 26/2023 dilakukan untuk memenuhi permintaan reklamasi di dalam negeri, termasuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Dia juga menyoroti bahwa terdapat sedimentasi pasir sebanyak 20 miliar kubik setiap tahun di Indonesia, dan oleh karena itu, penggunaan pasir sedimen tersebut menjadi kebutuhan dalam reklamasi di dalam negeri.

Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan lingkungan dan perlindungan terhadap ekosistem laut serta memunculkan pertanyaan mengenai kebijakan pemerintah dalam menghadapi eksploitasi pasir laut yang berpotensi merugikan lingkungan dan nelayan tradisional. (*Ibs)