KLHK
Pewarta Nusantara, Nasional - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya, menyampaikan harapannya terhadap kerja sama yang kuat antara KLHK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penerapan Nilai Ekonomi Karbon, termasuk Bursa Karbon, di masa depan.
Dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani antara KLHK dan OJK, terdapat beberapa ruang lingkup kerja sama yang mencakup harmonisasi kebijakan di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Sektor Jasa Keuangan, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia, penyediaan, pertukaran, dan pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung tugas dan fungsi KLHK dan OJK, termasuk pengendalian perubahan iklim, pengembangan produk dan infrastruktur Keuangan Berkelanjutan.
Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, juga merespons positif penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
Ia menyatakan bahwa kerja sama ini merupakan kesempatan berharga bagi OJK dan menjadi dasar yang baik untuk kerja sama yang telah terjalin dan akan datang antara KLHK dan OJK.
Dalam konteks penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Mahendra mengungkapkan bahwa OJK telah melakukan konsultasi yang intensif dengan Komisi XI DPR RI dan mendapatkan persetujuan dari komisi tersebut.
Ia juga menyampaikan harapannya agar DPR menyetujui dan mendukung agar kerja sama ini dapat berjalan dengan cepat dan lancar.
"Kerja sama ini bukan hanya untuk menyelesaikan masalah di Indonesia, tetapi juga merupakan upaya dalam menangani masalah global terkait potensi karbon yang besar yang dimiliki oleh Indonesia," ujar Mahendra Siregar.
Melalui kerja sama ini, diharapkan Indonesia dapat lebih efektif dalam mengatasi perubahan iklim dan memanfaatkan potensi karbon yang dimiliki negara tersebut untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan keuangan berkelanjutan di masa depan. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Puluhan warga Dairi, Sumatera Utara, dengan tekad kuat, melancarkan aksi Mangandung di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sebagai bentuk protes terhadap Persetujuan Lingkungan yang diberikan kepada PT Dairi Prima Mineral (DPM) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Mangandung, sebuah ritual meratap dalam budaya Batak Toba, diadakan sebagai simbol kesedihan dan kekhawatiran atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh tambang seng dan timah hitam yang direncanakan oleh PT DPM.
Para warga Dairi menekankan bahwa pertanian yang menjadi berkah bagi daerah mereka, yang telah memberi mereka kehidupan dan pendidikan, kini terancam oleh keberadaan PT DPM yang didukung oleh pemerintah.
Gugatan yang diajukan oleh 11 warga Dairi terhadap KLHK telah didaftarkan di PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023. Aksi Mangandung ini bertepatan dengan sidang pembuktian ahli dari pihak penggugat dan saksi dari KLHK.
Masyarakat Dairi telah lama menolak kehadiran tambang PT DPM sejak sosialisasi dan eksplorasi pertama dilakukan pada tahun 2008.
Mereka khawatir akan terjadinya bencana jika tambang tersebut beroperasi, mengingat Kabupaten Dairi terletak di zona merah yang rawan bencana.
Meskipun demikian, pada 11 Agustus 2022, KLHK mengeluarkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Hal ini mengundang kekecewaan dan rasa penipuan bagi warga Dairi, yang merasa bahwa KLHK telah memanipulasi mereka dalam proses ini.
Tuntutan warga Dairi terhadap Menteri LHK Siti Nurbaya memiliki dasar yang kuat. Muh. Jamil, seorang kuasa hukum dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menyatakan bahwa persetujuan lingkungan yang diberikan oleh Menteri LHK kepada PT DPM harus dibatalkan karena dapat membawa bencana bagi masyarakat Dairi dan Aceh Singkil.
Koalisi masyarakat sipil yang berjuang bersama warga Dairi telah mengirim surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memastikan independensi proses persidangan dan mencegah campur tangan dari KLHK dan PT DPM.
Tindakan KLHK yang tidak transparan dan manipulatif dalam memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM mengindikasikan adanya pelanggaran substansi dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah.
Saat ini, pemerintah sedang mempertaruhkan keselamatan warga dan lingkungan demi kepentingan tambang. Masyarakat Dairi menolak tindakan negara yang tidak memperhatikan ke
berlanjutan pertanian dan kesejahteraan petani, yang seharusnya dilindungi dan didukung untuk memastikan ketersediaan pangan, bukan dengan menggantikannya dengan industri tambang.
Dalam konteks ini, masyarakat menuntut tanggung jawab negara yang lebih besar terhadap kehidupan mereka dengan mengembangkan sektor pertanian dan melindungi hak-hak petani.
Keputusan untuk memberikan izin tambang di daerah tersebut harus diperiksa secara teliti dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan.
Warga Dairi tidak akan berhenti berjuang untuk keadilan dan keberlanjutan, dan mereka berharap keputusan yang bijaksana akan diambil demi kepentingan bersama.
Kesadaran masyarakat Dairi terhadap pentingnya keberlanjutan lingkungan dan keselamatan mereka menjadi semakin kuat. Pada 9 Juni 2023, sebuah koalisi masyarakat sipil yang solidaritas dengan perjuangan warga Dairi telah mengirimkan surat desakan kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.
Surat tersebut berisi permintaan untuk memantau dengan cermat proses persidangan yang tengah berlangsung. Mengingat bahwa gugatan ini melibatkan lembaga negara dan korporasi besar, penting bagi keputusan yang diambil oleh majelis hakim untuk tetap independen dan tidak dipengaruhi oleh campur tangan KLHK dan PT DPM.
Tindakan manipulatif KLHK dalam penerbitan persetujuan lingkungan bagi PT DPM menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah.
Tindakan ini juga mencerminkan kegagalan negara dalam menjaga keselamatan warga dan lingkungan sebagai prioritas utama. Masyarakat Dairi menolak tindakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan petani dan mengabaikan dampak yang ditimbulkan oleh industri tambang.
Sebagai masyarakat yang telah menggantungkan hidup pada pertanian turun-temurun, warga Dairi berharap agar negara bertanggung jawab dalam melindungi dan mendukung kehidupan mereka sebagai petani.
Pertanian merupakan sumber penghidupan utama mereka dan menjadi pilar penting dalam memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi negara untuk lebih memprioritaskan pengembangan sektor pertanian daripada mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dengan mengizinkan industri tambang.
Warga Dairi tidak akan mundur dalam perjuangan mereka untuk melawan kebijakan yang merugikan dan mempertaruhkan keberlanjutan hidup mereka.
Mereka mengajukan gugatan dan berpartisipasi dalam aksi protes sebagai langkah-langkah konkret untuk melawan ketidakadilan dan melindungi lingkungan yang menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Dalam harapan mereka, negara akan mendengarkan seruan mereka, membatalkan izin tambang yang merugikan, dan melindungi kehidupan dan sumber daya alam yang tak ternilai di Dairi. (*Ibs)