Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Korea Utara

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Internasional - Pada Senin (24/7), Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengonfirmasi bahwa Korea Utara telah melakukan uji coba penembakan dua rudal balistik ke arah Laut Jepang.

Sebelumnya, kantor Perdana Menteri Jepang juga menyatakan bahwa rudal balistik tersebut diperkirakan berasal dari Pyongyang.

Media Jepang melaporkan bahwa salah satu proyektil Korea Utara telah jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang. Rudal-rudal tersebut terbang sejauh sekitar 250 mil sebelum akhirnya jatuh ke laut.

Kedua uji coba rudal ini menjadi sorotan internasional, mengingat Korea Utara terus menguji kemampuan rudalnya.

Komando Indo-Pasifik AS menyatakan bahwa mereka mengetahui peluncuran rudal baru-baru ini dan telah berkonsultasi dengan sekutu dan mitra mereka.

Baca Juga; Korea Utara ‘Mainkan Aksi Teror’ Saat Kapal Selam AS Tiba di Korea Selatan, Meningkatkan Tegangan Politik Regional

Meskipun peluncuran tersebut tidak langsung mengancam wilayah AS atau sekutunya, tetapi menyoroti dampak destabilisasi dari program senjata ilegal Korea Utara.

Uji coba rudal Korea Utara ini berlangsung ketika kapal selam bertenaga nuklir AS, USS Annapolis, tiba di pelabuhan Korea Selatan sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat pencegahan bersama terhadap Korea Utara.

Washington menegaskan komitmen kuatnya untuk membela sekutu di Republik Korea dan Jepang. Peristiwa ini menunjukkan ketegangan yang tetap ada di kawasan Asia Timur dan menggarisbawahi pentingnya kerjasama antara negara-negara mitra untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara.

Hal ini juga menjadi perhatian bagi komunitas internasional yang terus memonitor perkembangan di kawasan tersebut. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Pyongyang - Tegangnya hubungan antara Korea Utara dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat semakin tampak saat Korea Utara langsung menembakkan rudal-rudal hanya beberapa jam setelah kapal selam Amerika Serikat tiba di Korea Selatan.

Aksi provokatif ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah Jepang dan Korea Selatan, terutama karena peluncuran rudal telah terjadi beberapa kali dalam waktu singkat.

Rudal-rudal tersebut diluncurkan secara berurutan pada Senin malam dari dekat ibu kota Korea Utara, Pyongyang, dan terbang sekitar 400 km sebelum mendarat di perairan lepas pantai timur Semenanjung Korea.

Peluncuran rudal ini dianggap sebagai "provokasi serius" oleh militer Korea Selatan dan dianggap mengancam perdamaian dan stabilitas regional.

Baca Juga; Rencana Pemindahan PT Pindad Menuai Sorotan: Strategi Ekonomi atau Kalkulasi Politik?

Sementara itu, kedatangan kapal selam bertenaga nuklir USS Annapolis dari Amerika Serikat di Pulau Jeju menjadi sorotan lainnya.

Meskipun kapal selam ini memiliki misi utama menghancurkan kapal dan kapal selam musuh dengan dilengkapi reaktor nuklir, namun persediaan senjata yang dimuat merupakan senjata konvensional.

Hal ini membuat Korea Utara merasa terancam dan menanggapi dengan marah atas kehadiran kapal selam bertenaga nuklir AS di wilayah tersebut.

Tegangan semakin memuncak ketika Korea Utara juga melakukan uji coba rudal balistik dan rudal jelajah sebagai bentuk demonstrasi bahwa mereka dapat melakukan serangan nuklir terhadap kapal-kapal angkatan laut Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Situasi semakin kompleks dengan adanya percakapan antara AS dan Korea Utara mengenai seorang prajurit Amerika yang melarikan diri ke Korea Utara melintasi perbatasan yang paling terfortifikasi di dunia. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta NusantaraPyongyang - Tegangan di Semenanjung Korea semakin meningkat dengan peringatan dari Menteri Pertahanan Korea Utara kepada Amerika Serikat terkait pembalasan nuklir.

Dalam laporan media negara, Menteri Pertahanan Korea Utara, Kang Sun Nam, menyatakan bahwa penempatan aset nuklir di Korea Selatan dapat memenuhi syarat penggunaan senjata nuklir.

Peringatan tersebut muncul setelah kapal selam AS dilaporkan mengangkut rudal balistik nuklir ke Korea Selatan minggu ini, sebuah peristiwa yang belum terjadi dalam beberapa dekade.

Konflik antara AS dan Korea Utara semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir dengan uji coba rudal balistik yang dilakukan oleh Korea Utara, yang menantang Washington dan menyebabkan reaksi sanksi internasional.

Pekan lalu, AS, Korea Selatan, dan Jepang bersama-sama merilis pernyataan mengecam peluncuran rudal balistik antarbenua Korea Utara.

Pernyataan tersebut menegaskan komitmen AS untuk membela Korea Selatan dan Jepang dengan berbagai kemampuan, termasuk nuklir. Sebagai tanggapan, ketiga negara sekutu melakukan latihan militer bersama.

Ketegangan tersebut semakin diperkuat dengan peluncuran dua rudal balistik lagi oleh Korea Utara, yang dilaporkan oleh Korea Selatan dan Jepang.

Pada saat yang sama, AS dan Korea Selatan mengadakan pertemuan kelompok Konsultatif Nuklir untuk membahas upaya penguatan komitmen AS dalam memberikan "deterensi yang diperlukan" kepada Korea Selatan.

Kedua negara menekankan bahwa serangan nuklir oleh Korea Utara terhadap mereka akan dihadapi dengan tanggapan yang cepat, luar biasa, dan tegas.

Sementara itu, peristiwa mengejutkan terjadi ketika seorang tentara AS, Travis King, dengan sengaja menyeberang ke Korea Utara minggu ini dan saat ini diyakini berada dalam tahanan Korea Utara.

Pemerintah AS telah menghubungi militer Korea Utara terkait kasus tersebut, namun belum menerima jawaban.

Baca Juga; Pemerintah Menegaskan Pentingnya Investasi Pendidikan melalui Beasiswa LPDP

Pertemuan langsung antara mantan Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah terjadi selama masa jabatan Trump, namun tingkat tinggi pertemuan antara kedua negara itu berhenti di bawah kepemimpinan Presiden AS saat ini, Joe Biden.

Meskipun telah ada komitmen dalam pernyataan bersama pada tahun 2018 untuk bekerja menuju denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea, upaya konkret untuk mencapai tujuan tersebut belum berhasil.

Korea Utara telah melanggar larangan internasional dengan melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya pada tahun 2006, dan sejak itu PBB telah memberlakukan sanksi terhadap negara tersebut atas program nuklir dan rudalnya.

Namun, Rusia dan China telah menggunakan hak veto untuk menolak usulan sanksi lebih lanjut, dengan alasan bahwa sanksi tidak efektif dalam mengendalikan program nuklir Korea Utara.

Keadaan ini menunjukkan bahwa isu nuklir Korea Utara tetap menjadi tantangan besar dalam upaya menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut. (*Ibs)