LBM
Pewarta Nusantara, Indramayu - Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat telah mengambil keputusan yang melarang orang tua menyekolahkan anak-anak mereka di Pondok Pesantren Al-Zaytun, yang terletak di Indramayu, Jawa Barat.
Keputusan ini diambil karena ajaran yang diajarkan di pesantren tersebut dianggap menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
Menurut LBM NU Jabar, salah satu alasan utama larangan ini adalah karena mereka meyakini bahwa pesantren ini menciptakan lingkungan yang buruk yang dianggap sebagai pelaku penyimpangan.
Selain itu, LBM NU Jabar khawatir bahwa jumlah anggota kelompok yang menyimpang akan bertambah jika anak-anak disekolahkan di pesantren ini.
PWNU Jabar melalui LBM-nya menyatakan bahwa mereka mengharapkan orang tua untuk memilihkan pesantren yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan dikenal kompetensinya dalam bidang ilmu agama.
Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa Ma'had Al-Zaytun telah menyimpang dari ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Polemik terjadi karena perbedaan pandangan dalam penafsiran ayat Alquran dan praktik salat berjarak yang dilakukan oleh Al-Zaytun.
LBM NU Jabar berpendapat bahwa penafsiran yang dilakukan oleh Al-Zaytun tidak mengikuti metodologi penafsiran ayat secara ilmiah yang telah ditetapkan.
Mereka juga mengkritik pandangan Al-Zaytun yang bertentangan dengan hadis sahih dan kesepakatan ulama terkait anjuran merapatkan barisan salat.
LBM NU Jabar juga menyoroti praktik salam dan penyanyian lagu "Havenu shalom alachem" yang diucapkan oleh pimpinan Al-Zaytun dan menjadi viral di media sosial.
Mereka berpendapat bahwa lagu tersebut memiliki keterkaitan yang kuat dengan agama Yahudi dan bahwa menyanyikan lagu tersebut dianggap haram.
Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat, Juhadi Muhammad, memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait polemik Ma'had Al-Zaytun.
Rekomendasi tersebut mencakup tindakan tegas terhadap Al-Zaytun dan tokohnya yang terbukti melakukan penyimpangan, serta perlindungan masyarakat dari bahaya penyimpangan yang mungkin terjadi di Ma'had Al-Zaytun.
Kontroversi ini telah menimbulkan aksi protes dari massa yang mengatasnamakan Forum Indramayu Menggugat (FIM) terkait dugaan ajaran sesat di Pondok Pesantren Al-Zaytun.
Konflik tersebut mencapai puncaknya ketika massa dari Pondok Pesantren Al-Zaytun berkumpul untuk menghadang para pendemo, yang menyebabkan ketegangan antara kedua belah pihak.
Polemik yang terjadi antara PWNU Jabar dan Pondok Pesantren Al-Zaytun telah menciptakan situasi tegang antara kedua belah pihak.
Forum Indramayu Menggugat (FIM) telah melakukan aksi protes terhadap dugaan ajaran sesat yang dianut oleh pesantren tersebut.
Di sisi lain, massa dari Pondok Pesantren Al-Zaytun juga berkumpul untuk menghadang para pendemo. Ketegangan antara kedua kelompok ini menunjukkan perbedaan pandangan yang sangat dalam terkait ajaran dan praktik yang dianut oleh Pondok Pesantren Al-Zaytun.
Pada satu sisi, PWNU Jabar melalui LBM-nya menyatakan bahwa pesantren tersebut telah menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dan bahwa pendidikan di sana dianggap haram.
Mereka mengkritik penafsiran sembarangan terhadap Alquran, praktik salat berjarak, serta penyanyian lagu yang memiliki keterkaitan dengan agama Yahudi.
PWNU Jabar menekankan pentingnya memilih pesantren yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan kompetensi dalam bidang ilmu agama.
Di sisi lain, pihak Pondok Pesantren Al-Zaytun menyebut diri mereka sebagai lembaga pendidikan yang memiliki visi dan misi untuk membangun generasi yang memiliki kecakapan spiritual, akhlakul karimah, dan kecakapan berpikir tinggi.
Mereka berpendapat bahwa ajaran dan praktik yang mereka lakukan memiliki dasar-dasar keilmuan dan dapat memberikan kontribusi positif bagi peserta didik.
Konflik antara PWNU Jabar dan Pondok Pesantren Al-Zaytun merupakan perwujudan dari perbedaan pandangan dan penafsiran terhadap ajaran agama.
Kedua belah pihak memiliki argumen dan keyakinan masing-masing yang menjadi dasar dari keputusan dan tindakan yang mereka ambil.
Situasi ini menunjukkan kompleksitas dalam memahami dan menerima perbedaan dalam hal agama dan keyakinan.
Dalam menghadapi polemik ini, Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat, Juhadi Muhammad, mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menyerahkan penanganan masalah ini kepada pihak yang berwenang.
Hal ini menunjukkan pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur yang legal dan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
Kesimpangsiuran pandangan dan ketegangan antara kedua belah pihak menunjukkan pentingnya dialog dan dialog yang konstruktif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.
Diperlukan pendekatan yang saling menghormati dan memahami untuk mencapai pemahaman bersama dan penyelesaian yang adil dalam konteks keagamaan dan pendidikan. (*Ibs)