Pep Guardiola
Pewarta Nusantara, Surabaya - Manchester City resmi mengumumkan perekrutan gelandang andalan Chelsea, Mateo Kovacic, yang disambut dengan sukacita oleh pemain asal Kroasia tersebut.
Kovacic menyebut City sebagai klub terbaik di dunia menurut pandangannya, dan ia tidak sabar untuk memulai petualangan barunya di sana.
Dalam pernyataannya, Kovacic mengungkapkan kegembiraannya atas kesempatan bergabung dengan City, menyatakan bahwa langkah ini merupakan sebuah langkah brilian baginya.
Ia berkata, "Siapa pun yang telah menyaksikan tim ini di bawah Pep tahu betapa bagusnya mereka, bagi saya, mereka adalah yang terbaik di dunia. Trofi yang mereka menangkan sudah jelas untuk dilihat semua orang, tetapi mereka juga tim sepak bola terbaik di luar sana. Bergabung dengan skuat ini benar-benar merupakan impian bagi setiap pesepakbola."
Baca Juga: Ini Dia Penyerang Baru Juventus yang Siap Membuat Terobosan Besar di Serie A!
Kovacic mengakui bahwa dengan banyaknya gelandang top yang dimiliki City, ia tidak dijamin akan selalu menjadi pemain inti. Namun, ia menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang normal.
Ia mengatakan, "Merupakan suatu keistimewaan untuk bermain dengan gelandang-gelandang ini, beberapa di antaranya adalah yang terbaik di dunia. Saya merasa senang berada di sini dan memiliki kesempatan untuk bermain dengan mereka, jadi saya tidak sabar untuk mencoba memberikan yang terbaik bersama mereka di lapangan."
Meskipun Kovacic menyebut posisi di sisi kiri lini tengah sebagai posisi terbaiknya, ia menyadari bahwa pada akhirnya keputusan tentang posisinya akan ditentukan oleh pelatih.
Ia menegaskan bahwa ia cukup fleksibel dan siap beradaptasi dengan keinginan pelatih. Kovacic sangat antusias untuk belajar dan meningkatkan keterampilannya di bawah kepemimpinan Pep Guardiola, dengan harapan dapat menjadi pemain yang lebih baik.
Baca Juga: Breaking News! Harry Kane Sepakat Bergabung dengan Bayern Munich
Kovacic memiliki rencana untuk istirahat selama beberapa minggu sebelum memulai persiapan jelang musim baru bersama Manchester City.
Ia bertekad untuk membantu klub tetap berada di puncak dan meraih lebih banyak trofi. Dengan semangat dan dedikasinya, Kovacic siap menghadapi tantangan baru dalam kariernya dengan mengenakan seragam biru Manchester City. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Brebes - Eneko Fernandez, seorang mantan pemain sepak bola yang dulunya dilatih oleh Pep Guardiola, kini meraih prestasi sebagai juara MasterChef Spanyol edisi ke-11.
Setelah memutuskan pensiun dari dunia sepak bola pada tahun 2018, Fernandez memutuskan untuk banting stir dan mencoba peruntungan di dunia hiburan.
Meskipun namanya kurang dikenal di dunia sepak bola, Fernandez telah mencuri perhatian di dunia hiburan di Spanyol. Keputusannya untuk pensiun pada usia 34 tahun dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan karier sepak bolanya kemudian meredup dengan bermain untuk klub divisi empat, CD Tudelano, sejak tahun 2015.
Namun, sebelumnya, ia pernah menjadi bagian dari Barcelona B yang dilatih oleh Pep Guardiola, meskipun karier profesionalnya tidak berkembang seperti yang diharapkan.
Setelah mengakhiri karier sepak bola, Eneko Fernandez memilih untuk mengikuti ajang pencarian bakat MasterChef, yang terkenal di Spanyol dan juga di Indonesia.
Melalui perjalanan tiga bulan dalam kompetisi tersebut, ia berhasil menjadi juara. Prestasinya semakin luar biasa karena ia berhasil mengalahkan Alex, seorang jebolan MasterChef Junior.
Dalam wawancara dengan Mundo Deportivo, Fernandez mengungkapkan bahwa pengalamannya dalam kompetisi MasterChef merupakan hal yang berarti dalam hidupnya.
Baca juga: Robert Lewandowski Siap Mewarnai Sejarah Barcelona dengan Akhir Karier yang Gemilang!
Ia menyatakan bahwa kompetisi tersebut sangat menantang, menyenangkan, dan sulit. Selama tiga bulan berkompetisi di dapur dan hidup bersama orang-orang yang berbeda, Fernandez berusaha menjadi dirinya sendiri dan memberikan yang terbaik dalam kompetisi tersebut. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Tuban - Pernyataan Pep Guardiola tentang kebebasan Joao Cancelo dalam memilih tujuan transfernya menjadi sorotan dalam dunia sepak bola.
Dalam menanggapi komentar Xavi Hernandez, Guardiola menegaskan bahwa klub tidak menghalangi Cancelo untuk pindah ke Barcelona atau bahkan ke rival terbesar mereka, Manchester United.
Pendekatan yang dilakukan oleh Guardiola menunjukkan pendekatan yang fleksibel dan memberikan kepercayaan kepada pemain untuk mengambil keputusan terkait masa depan mereka.
Hal ini juga menunjukkan sikap terbuka dan tidak membatasi pilihan karier pemain dengan mempertimbangkan rivalitas antara klub-klub tersebut.
Pada saat yang sama, Guardiola juga menyatakan bahwa masalah transfer bukanlah tanggung jawabnya sebagai pelatih. Ia menempatkan tanggung jawab tersebut pada manajemen klub, agen, dan klub yang tertarik dengan pemain tersebut.
Hal ini menggarisbawahi peran penting dari pihak-pihak terkait dalam merancang dan mengurus proses transfer pemain.
Komentar Guardiola ini dapat diinterpretasikan sebagai dukungan terhadap pemain dan menjunjung tinggi keputusan individu dalam mengelola karier sepak bola mereka.
Pendekatan seperti ini dapat mencerminkan budaya klub yang memberikan kebebasan kepada pemain untuk memilih tujuan transfernya tanpa adanya batasan yang kaku.
Dalam dunia sepak bola yang kompetitif, adanya sikap terbuka dan penghormatan terhadap keputusan pemain dapat memperkuat hubungan antara klub dan pemain.
Baca juga: Ilkay Guendogan Menegaskan Tidak Akan Kembali ke Bundesliga!
Dengan memberikan kepercayaan kepada pemain, klub dapat menciptakan atmosfer yang positif dan mendukung pertumbuhan karier pemain, sekaligus mempertahankan hubungan yang harmonis antara manajemen dan skuad tim. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Leicester City dengan bangga mengumumkan pengangkatan Enzo Maresca sebagai manajer baru mereka.
Maresca, yang berusia 43 tahun, telah menandatangani kontrak hingga tahun 2026 dan segera memulai persiapan untuk musim baru di Divisi Championship.
Hal ini diungkapkan melalui pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh The Foxes di situs web resmi klub.
Pep Guardiola, manajer Manchester City, sekali lagi harus kehilangan tangan kanannya. Enzo Maresca, yang baru saja menjadi asisten selama satu musim, telah ditunjuk sebagai manajer baru Leicester City.
Keputusan ini diumumkan oleh The Foxes pada Sabtu (17/6/2023) dini hari waktu Indonesia.
Ini bukanlah kali pertama Guardiola kehilangan asisten setianya. Pada tahun 2019, pelatih asal Spanyol ini juga kehilangan Mikel Arteta yang ditunjuk sebagai manajer Arsenal.
Berbeda dengan Maresca, Arteta saat itu telah menjadi asisten Guardiola selama 3 musim di Manchester City.
Aiyawatt Srivaddhanaprabha, CEO Leicester, percaya bahwa Maresca adalah sosok yang tepat untuk membawa The Foxes kembali ke Liga Premier.
"Enzo membawa kombinasi kepribadian, metode, dan ambisi yang sangat sesuai dengan arah yang kami tuju," ujarnya.
Maresca, yang telah belajar banyak dari Pep Guardiola, dengan antusias menyambut tantangan yang dihadapi bersama Leicester City.
"Saya sangat senang dengan klub ini dan kami memiliki musim yang besar di depan kami. Target awal kami adalah bermain sebaik mungkin. Dari situ, kami dapat membangun gagasan dan filosofi kami. Yang terpenting, kami akan berusaha untuk menang," ujarnya.
Baca juga: Presiden Sporting CP Akui Manuel Ugarte Hampir Bergabung dengan Chelsea, Namun Memilih PSG
Bagi Maresca, Leicester merupakan klub kedua yang akan dia tangani. Dua tahun yang lalu, dia pernah menjadi pelatih Parma. Namun, dia hanya bertahan selama 6 bulan dan dilepas setelah 14 pertandingan.
Dia sempat menganggur sebelum Guardiola memilihnya sebagai asisten pada awal musim 2022-2023.
Ini bukan kali pertama Maresca bekerja dengan Manchester City. Pada musim 2020-2021, dia menjadi pelatih tim U-23 The Cityzens.
Dari pengalamannya di sana, Maresca banyak belajar tentang filosofi permainan yang diterapkan oleh Guardiola. "Saya selalu mencoba mempelajari sepak bola Pep saat memiliki waktu luang," katanya kepada Daily Record.
Dia juga menambahkan, "Hubungan kami semakin erat di Manchester. Kami memiliki jadwal latihan yang berbeda, tetapi saya selalu mengikuti pekerjaannya secara dekat setiap kali ada kesempatan. Hal yang paling menarik tentang Guardiola adalah dedikasinya untuk terus mencari solusi dan energinya yang tak pernah habis. Dia selalu penuh semangat." (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta -Keretakan Hubungan Pep Guardiola dan Joao Cancelo: Sebuah Earphone Menjadi Pemicu Konflik?.
Hubungan antara Pep Guardiola dan Joao Cancelo dikabarkan mengalami keretakan akibat insiden sepele yang melibatkan sebuah earphone.
Menurut laporan The Times, perselisihan terjadi ketika Cancelo dengan sengaja memasang earphone saat Guardiola sedang berbicara di ruang ganti.
Hal ini membuat Guardiola merasa diabaikan dan meminta manajemen Manchester City untuk melepas pemain tersebut.
Keretakan hubungan ini berdampak besar bagi karier Cancelo, yang akhirnya dilepas ke Bayern Munich dengan status pinjaman hingga akhir musim 2022-2023.
Bayern Munich memiliki opsi untuk mempermanenkan Cancelo dengan harga 70 juta euro, namun hingga saat ini tampaknya mereka tidak berencana untuk menggunakan opsi tersebut.
Sebagai hasilnya, Cancelo kemungkinan akan kembali ke Manchester City setelah berakhirnya masa pinjamannya.
Dalam perburuan tanda tangan Cancelo, Barcelona muncul sebagai klub yang tertarik. Barcelona sebelumnya telah mencoba mendapatkan Cancelo pada bulan Januari 2023, namun tawaran mereka ditolak oleh Manchester City yang lebih memilih mengirim pemain tersebut ke Bayern Munich.
Baca juga: Christian Pulisic Diberi Izin untuk Mencari Klub Baru: AC Milan Menjadi Destinasi Potensial?
Sekarang, Barcelona siap untuk kembali memberikan tawaran, dengan laporan media-media Spanyol yang menyebut bahwa mereka hanya mampu meminjam Cancelo hingga akhir musim 2024-2025. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Pep Guardiola memberikan pujian kepada permainan Inter dalam final Liga Champions yang mempertemukan Manchester City dengan Inter Milan.
Meskipun City berhasil meraih kemenangan dengan skor 1-0, Guardiola mengakui bahwa mereka harus berjuang keras untuk meraih gelar juara.
Dalam wawancara, Guardiola mengungkapkan apresiasi yang tinggi terhadap permainan tim lawan.
"Saya mengucapkan selamat kepada Inter, tim yang luar biasa," ujar Guardiola seperti yang dilansir dari Football Italia.
"Saya mengatakan ini bukan hanya karena kami menang, tetapi saya akan mengatakannya bahkan jika kami kalah. Mereka benar-benar pantas berada di sini, dan kami tahu bahwa pertandingan ini akan sangat sulit."
Guardiola juga mengakui bahwa pertandingan final Liga Champions ini sesuai dengan ekspektasinya terhadap permainan Inter.
Ia menghargai kualitas tim lawan, termasuk kecerdikan kiper Onana, kemampuan Calhanoglu dan Barella, serta kekuatan fisik para pemainnya.
Guardiola menggambarkan pertandingan tersebut sebagai kompetisi yang ketat dan sulit, dengan potensi perpanjangan waktu yang mengancam mereka.
Selain memberikan pujian kepada Inter, Pep Guardiola juga memberikan saran kepada Simone Inzaghi, pelatih Inter Milan yang menghadapi final Liga Champions pertamanya.
Guardiola ingin memastikan bahwa Inzaghi menyadari bahwa dia memiliki tim yang luar biasa dan telah mencapai level yang sangat tinggi sebagai tim terbaik kedua di Eropa.
Baca juga: Manchester City Membuat Sejarah: Juara Liga Champions dan Treble Winners!
"Ketika Anda memiliki tim terbaik kedua di Eropa, itu adalah level yang sangat tinggi. Dia pasti akan kembali ke sini. Dalam olahraga, ada pihak yang kalah dan pihak yang menang," kata Guardiola memberikan dorongan kepada Inzaghi.
Pep Guardiola menunjukkan sikap sportivitasnya dengan memberikan penghormatan kepada Inter Milan dan Simone Inzaghi atas permainan yang hebat.
Pujian dan saran yang diberikan Guardiola menunjukkan rasa saling menghormati antara dua tim dan pelatih dalam kompetisi sepak bola yang tinggi. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Manchester City meraih gelar Juara Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub, menjadikan mereka sebagai treble winners.
Kemenangan mereka datang setelah mengalahkan Inter dengan skor 1-0 dalam pertandingan final yang digelar pada tanggal 11 Juni 2023, dengan gol yang dicetak oleh Rodri. Prestasi ini menghasilkan beberapa fakta menarik yang perlu dicatat.
Pertama, dengan gelar ini, Manchester City menjadi tim ke-8 yang berhasil meraih trofi Liga Champions dan menjadi tim Inggris kedua yang mencapai prestasi ini setelah Manchester United pada tahun 1999.
Keberhasilan ini menunjukkan perkembangan signifikan dalam sepak bola Inggris dan kekuatan tim-tim dari negara tersebut di panggung Eropa.
Baca juga: Perubahan Mengejutkan: Roberto Mancini Terkesan dengan Kebangkitan Simone Inzaghi sebagai Pelatih
Selain itu, prestasi ini juga memperkuat status Manchester sebagai kota dengan dua klub yang pernah menjadi juara Liga Champions.
Sebelumnya, hanya Milan yang dapat mengklaim status serupa, tetapi dengan kemenangan City, kota Manchester kini juga bisa berbangga memiliki dua klub yang meraih trofi bergengsi tersebut.
Prestasi ini juga memberikan penghargaan kepada Pep Guardiola, manajer Manchester City. Ini adalah gelar Liga Champions ketiga bagi Guardiola, yang sebelumnya berhasil meraihnya bersama Barcelona.
Namun, yang membuat prestasinya semakin istimewa adalah dia menjadi pelatih pertama dalam sejarah yang berhasil meraih Treble Winners dua kali, setelah sebelumnya melakukannya dengan Barcelona pada musim 2008-2009.
Hal ini menunjukkan kepiawaiannya dalam melatih tim untuk meraih sukses di kompetisi paling elit di Eropa.
Selain itu, kekalahan Inter dalam final ini juga mencatatkan catatan yang menarik. Ini adalah kekalahan ketiga Inter dalam final Liga Champions/European Cup dari enam pertandingan final yang mereka mainkan.
Yang menarik adalah ketiga tim yang berhasil mengalahkan Inter dalam final tersebut, termasuk Manchester City musim ini, Celtic pada tahun 1967, dan Ajax pada tahun 1972, semuanya berhasil meraih treble winners.
Ini menunjukkan bahwa mengalahkan Inter di final Liga Champions seolah menjadi kunci untuk meraih prestasi yang lebih besar.
Selain itu, prestasi ini juga menandai akhir dari tuah pemain Kroasia dalam kompetisi ini. Sejak tahun 2012, tidak ada pemain Kroasia yang berhasil menjadi juara Liga Champions.
Meskipun Marcelo Brozovic bermain penuh dalam laga final ini untuk Inter, dia tidak dapat memberikan keberuntungan bagi timnya dalam meraih gelar juara.
Hal ini menunjukkan bahwa Liga Champions adalah kompetisi yang membutuhkan kontribusi kolektif dari seluruh tim, dan tidak hanya ditentukan oleh kehadiran satu atau dua pemain bintang.
Kemenangan Manchester City dalam Liga Champions musim ini adalah pencapaian yang luar biasa bagi klub dan juga bagi Pep Guardiola sebagai pelatih.
Ini juga memperkuat dominasi Inggris dalam sepak bola Eropa dan memberikan pengalaman berharga bagi para pemain City.
Semoga mereka dapat mempertahankan keunggulan mereka di masa depan dan terus mencatatkan sejarah yang gemilang dalam dunia sepak bola. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Erling Haaland Tergelincir, Tapi Pep Guardiola Percaya Diri Menjelang Final Liga Champions.
Pep Guardiola, pelatih Manchester City, tidak merasa khawatir dengan performa Erling Haaland menjelang final Liga Champions.
Meskipun Haaland mengalami penurunan performa dalam beberapa pertandingan terakhir, Guardiola yakin bahwa Haaland akan memberikan kontribusi besar bagi timnya di final.
Haaland telah mencetak 52 gol dari 52 pertandingan di semua kompetisi musim ini. Namun, ia telah gagal mencetak gol dalam empat pertandingan terakhir dan hanya mencetak satu gol dalam tujuh pertandingan terakhirnya.
Meskipun demikian, Guardiola tetap percaya pada kemampuan Haaland. "Saya bukanlah orang yang akan membahas rata-rata gol Haaland. Jika ada keraguan tentang hal itu, itu hanya ada dalam pikiran Anda sendiri," kata Guardiola mengutip dari Football Italia.
"Saya tidak meragukan Haaland. Besok, dia akan siap membantu kami meraih gelar Liga Champions. Saya memiliki rencana, kami akan berkomunikasi mengenai ide-ide tersebut. Jika berhasil, itu akan menjadi hal yang baik. Pemain kami telah mempersiapkan segalanya, mereka menghormati lawan dan mereka akan memberikan segalanya untuk mencapai tujuan tersebut."
Selain itu, Guardiola juga mengagumi beberapa pemain dari Inter Milan, termasuk kiper Andre Onana dan Alessandro Bastoni.
Guardiola mengakui kualitas Onana sebagai seorang penjaga gawang yang luar biasa, sementara Bastoni memiliki kemampuan untuk menghubungkan permainan dengan penyerang dan memberikan umpan-umpan berkualitas.
Guardiola menyadari bahwa Inter Milan memiliki gaya permainan yang kuat, seperti pressing tinggi, dan memiliki lima bek yang sulit ditembus.
Namun, ia memiliki rencana untuk menghadapi tantangan tersebut dengan mempertahankan koneksi timnya dan mencari solusi agar dapat menyerang secara efektif.
Dalam persiapan menjelang final Liga Champions, Guardiola tetap optimis dan siap menghadapi segala tantangan yang ada. Ia meyakini bahwa timnya akan memberikan yang terbaik dan berjuang untuk meraih gelar yang ditargetkan. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Laga final Liga Champions antara Manchester City dan Inter Milan semakin mendekat, dan sorotan pun tertuju pada dua pelatih, Simone Inzaghi dan Pep Guardiola, yang memiliki rekam jejak yang mengesankan dalam partai final.
Inzaghi, yang telah membuktikan keahliannya dalam kompetisi piala, memiliki rekam jejak yang mengesankan dalam karier kepelatihannya.
Sejak memulai karier pada 2016 dengan melatih Lazio, Inzaghi belum pernah meraih gelar juara liga, namun ia telah mengangkat trofi Coppa Italia sebanyak tiga kali, satu kali bersama Lazio dan dua kali bersama Inter.
Selain itu, Inzaghi juga berhasil meraih empat Piala Super Italia, dua di antaranya bersama Lazio dan dua lainnya bersama Inter.
Rekor impresifnya terlihat dari fakta bahwa ia hanya kalah dalam satu laga final saja, yaitu pada Piala Super Italia 2017 saat masih menjadi pelatih Lazio dan kalah dari Juventus dengan skor 3-2. Sejak itu, Inzaghi telah membawa timnya ke tujuh final dan berhasil memenangkannya semua.
Pep Guardiola, bagaimanapun, juga memiliki rekam jejak yang mencolok dalam partai final. Sejauh karier kepelatihannya dengan Barcelona, Bayern Munich, dan Manchester City, Guardiola telah mencapai 30 partai final.
Dia berhasil memenangkan enam partai final pertamanya sebelum akhirnya mengalami kekalahan bersama Barcelona dari Real Madrid di final Copa del Rey 2011. Itu menjadi satu-satunya kekalahan Guardiola dalam 12 partai final yang ia jalani bersama Barcelona.
Namun, ketika bersama Bayern Munich, Guardiola menghadapi kesulitan dalam partai final. Dari tujuh partai final yang ia mainkan, ia hanya mampu memenangkan empat di antaranya, dan dua di antaranya dimenangkan melalui adu penalti.
Namun, ketika melatih Manchester City, rekor final Guardiola membaik. Dia berhasil memenangkan delapan dari sebelas laga final yang ia jalani bersama klub tersebut.
Baca juga: Pep Guardiola, Antara Ketegangan dan Tantangan Menghadapi Inter Milan di Final Liga Champions
Secara total, Guardiola telah memenangkan 23 dari 30 partai final yang ia mainkan sepanjang karier kepelatihannya.
Dengan rekam jejak yang mengesankan dari kedua pelatih ini, laga final antara Manchester City dan Inter Milan akan menjadi pertarungan menarik untuk melihat siapa yang akan keluar sebagai juara.
Semua mata akan tertuju pada Inzaghi dan Guardiola, yang memiliki ambisi besar untuk mengangkat trofi Liga Champions musim ini. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Yogyakarta - Pep Guardiola Dikatakan Merasa Tegang Menghadapi Klub Italia. Pertandingan final Liga Champions antara Manchester City dan Inter Milan telah menarik perhatian mantan pelatih Chelsea, Roberto Di Matteo.
Di Matteo menyoroti rasa takut yang mungkin dirasakan oleh Pep Guardiola sebagai pelatih.
Manchester City diunggulkan dalam final Liga Champions musim ini. Pasukan Pep Guardiola akan menghadapi Inter Milan di Istanbul pada tanggal 11 Juni 2023 dinihari WIB.
Namun, Di Matteo percaya bahwa Inter Milan tidak akan kalah secara inferior. Ia bahkan mengungkapkan keyakinannya bahwa Guardiola merasa takut menghadapi tim Italia yang dikenal memiliki pertahanan yang kokoh.
"Pep Guardiola adalah lebih dari sekadar seorang pelatih. Ia adalah seorang pemimpin visioner, tetapi ia juga menyadari seberapa kompetitifnya perwakilan Italia dan itu membuatnya merasa takut," kata Roberto Di Matteo kepada Gazzetta dello Sport.
"Bermain melawan Pep sangat menantang. Ia mampu menggabungkan kualitas dalam sistem permainan dan ia dapat berubah ketika Anda tidak dapat memprediksi strateginya," tambahnya.
"Namun, Simone Inzaghi memiliki tim yang terorganisir dengan baik. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan memiliki penguasaan bola yang dominan dan harus bersedia mengorbankan diri untuk menciptakan peluang melawan City setiap kesempatan yang ada," lanjutnya.
Pep Guardiola Harus Waspada dengan Faktor Kandang. Di sisi lain, Roberto Di Matteo melihat pertandingan ini sedikit menguntungkan Inter Milan karena akan berlangsung di Istanbul.
Inter Milan telah menunjukkan performa yang mengesankan pada pertandingan tandang Liga Champions musim ini.
Sebaliknya, Manchester City belum pernah memenangkan pertandingan tandang dalam fase gugur kompetisi ini. Mereka hanya bermain imbang melawan RB Leipzig, Bayern Munich, dan Real Madrid.
"Inter bukanlah favorit, itu jelas. Tetapi perbandingan dengan Inter tidak sepenuhnya akurat karena Manchester City tidak akan bermain di kandang mereka sendiri, dan Simone Inzaghi dapat memainkan skuad penuh," ungkap Di Matteo.
"Pep Guardiola memiliki tim yang luar biasa. Namun, Inter juga memiliki peluang karena pertandingan ini berlangsung di tempat netral," tambah pelatih yang membawa Chelsea meraih gelar juara Liga Champions tersebut.
Dalam persiapan menghadapi final Liga Champions ini, Pep Guardiola harus siap menghadapi tantangan yang akan dibawa oleh Inter Milan dan tetap menjaga konsentrasi meskipun mereka bermain di tempat netral. (*Ibs)