Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

Politik Indonesia

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional - Zainut Tauhid Sa'adi telah resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Agama (Wamenag) dan digantikan oleh Saiful Rahmat, seorang kader PPP, oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (17/7/2023).

Sebelumnya, pada 28 April 2023, anak dari politisi PPP bernama Najmi Mumtaza Rabbany secara resmi bergabung dengan Partai Perindo, dan Zainut Tauhid pun hadir dalam prosesi pelantikan Najmi Mumtaza Rabbany.

Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa keputusan untuk mengganti Wamenag merupakan permintaan dari partai, yaitu PPP. Meskipun begitu, Presiden Jokowi tidak menjelaskan lebih lanjut pertimbangan apa yang dimaksud.

Baca Juga; Susi Pudjiastuti Bantah Jadi Cawapres Prabowo: ‘Prabowo Tidak Cukup Gila untuk Memilih Orang Gila’

Namun, pendapat berbeda disampaikan oleh Plt Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, yang menyatakan bahwa pergantian jabatan tersebut adalah hak prerogatif Presiden Joko Widodo.

Mardiono mengungkapkan bahwa Presiden mengambil keputusan melalui penelaahan yang luas dan tidak semata-mata didasarkan pada permintaan partai.

Saiful Rahmat Daisuki, yang menggantikan Zainut Tauhid Sa'adi, merupakan anggota Nahdlatul Ulama dan pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jakarta dari tahun 2016 hingga 2021.

Saat ini, ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP DKI Jakarta. Gus Saiful, begitu ia akrab dipanggil, terpilih sebagai Ketua PPP Jakarta dalam Musyawarah Wilayah yang digelar pada 27 Mei 2021.

Melanjutkan kejadian tersebut, pergantian jabatan Wakil Menteri Agama (Wamenag) menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak.

Salah satu reaksi datang dari sejumlah politisi dan tokoh masyarakat. Mereka menyampaikan pandangan dan harapannya terkait perubahan ini.

Anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, menyatakan bahwa pergantian Wamenag merupakan prerogatif Presiden dan keputusan yang harus dihormati.

Baca Juga; Proyek Strategis Nasional di Jawa Tengah Capai Rp258 Triliun, Ciptakan 66 Ribu Lapangan Kerja

Namun, ia juga menekankan pentingnya menjaga kontinuitas kebijakan dan kualitas pelayanan di Kementerian Agama.

Ia berharap Saiful Rahmat, sebagai pengganti Zainut Tauhid Sa'adi, dapat mengemban tugasnya dengan baik dan berkontribusi dalam meningkatkan pelayanan publik di sektor agama.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo, menyambut baik keputusan pergantian tersebut. Ia menyatakan bahwa Saiful Rahmat merupakan kader PPP yang memiliki kapabilitas dan pengalaman dalam bidang agama.

Hary Tanoesoedibjo berharap Saiful Rahmat dapat menjalankan tugasnya dengan integritas dan memberikan kontribusi positif dalam memajukan bidang agama di Indonesia.

Tak hanya itu, masyarakat juga memberikan tanggapannya terhadap pergantian Wamenag. Beberapa warga menyambut positif dan optimis dengan adanya perubahan ini.

Mereka berharap Saiful Rahmat dapat membawa semangat baru dan inovasi dalam menghadapi berbagai tantangan di bidang agama, seperti peningkatan kualitas pendidikan agama, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan radikalisme.

Di sisi lain, ada pula yang menyampaikan kekhawatiran terhadap stabilitas dan kontinuitas kebijakan di Kementerian Agama.

Beberapa kalangan mengungkapkan bahwa pergantian jabatan ini dapat mempengaruhi momentum implementasi program-program yang sedang berjalan.

Oleh karena itu, diharapkan agar peralihan kekuasaan ini dilakukan secara terstruktur dan tidak mengganggu kelancaran kerja Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pergantian Wakil Menteri Agama menjadi perhatian publik, karena jabatan tersebut memiliki peran strategis dalam mengelola urusan agama di Indonesia.

Saiful Rahmat, sebagai sosok yang baru menjabat, dihadapkan pada tugas besar untuk melanjutkan dan meningkatkan kinerja Kementerian Agama demi memenuhi harapan masyarakat dan menjaga keberagaman serta toleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia. (*Ibs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Nasional - Hasil Survei Terbaru dari lembaga Indikator Politik mengungkapkan bahwa mayoritas warga yang memiliki pendidikan tinggi atau pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi merasa bahwa kondisi pemberantasan Korupsi di Indonesia buruk.

Survei nasional yang dilakukan oleh Indikator Politik pada tanggal 20-24 Juni 2023 menunjukkan hasil tersebut. Dalam survei tersebut, terungkap bahwa 42,3 persen responden yang berpendidikan tinggi memberikan penilaian buruk terhadap kondisi pemberantasan korupsi.

Sementara itu, 31,9 persen responden menyatakan kondisinya baik, 24,9 persen menganggapnya sedang, dan 1 persen sisanya tidak memberikan jawaban.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyampaikan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi menunjukkan persepsi negatif terhadap upaya pemberantasan korupsi, dan ia menegaskan bahwa ini menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum di Indonesia.

Di sisi lain, mayoritas responden yang memiliki pendidikan rendah justru merasa bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan baik.

Burhan menjelaskan bahwa 47,8 persen responden yang hanya menempuh pendidikan dasar (SD) menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi berjalan dengan baik.

Sedangkan 26 persen menyatakan kondisinya sedang, 20,2 persen merasa buruk, dan 6 persen sisanya tidak memberikan jawaban.

Dalam hal ini, terlihat bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin positif persepsi mereka terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Selain itu, survei juga menunjukkan pola yang serupa berdasarkan pekerjaan responden dalam melihat upaya pemberantasan korupsi.

Responden yang memiliki latar belakang sebagai pegawai (negeri/swasta), guru/dosen, profesional, wiraswasta, pengusaha, dan mahasiswa mayoritas menganggap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia buruk.

Sebagai contoh, mayoritas responden yang berprofesi sebagai pegawai (negeri/swasta), guru/dosen, dan profesional (41,9 persen) menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia buruk.

Sedangkan 30,4 persen menyatakan kondisinya baik, 25,6 persen merasa sedang, dan 2,1 persen sisanya tidak memberikan jawaban.

Sementara itu, mereka yang bekerja sebagai petani, peternak, atau buruh kasar cenderung memberikan persepsi yang positif terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Survei Indikator Politik ini melibatkan responden yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1.220 orang yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia dengan pendistribusian yang proporsional.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multi stage random sampling dengan margin of error sekitar ±2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden yang terpilih kemudian diwawancarai secara tatap muka.

Sebelumnya, Lembaga Transparency International Indonesia (TII) telah menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 dengan skor 34, mengalami penurunan empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang terlibat dalam indeks tersebut. (*Ibs)

Baca Juga: KPU Tetapkan Jumlah TPS untuk Pemilu 2024: