Pungli
Pewarta Nusantara, Nasional - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut tindakan pungutan liar atau Pungli yang terjadi di rumah tahanan (rutan) KPK.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada sekitar 70 orang saksi yang telah diperiksa terkait kasus ini.
Dari hasil penelusuran KPK, terungkap bahwa kegiatan pungli di Rutan KPK melibatkan lebih dari satu orang, menunjukkan adanya keterlibatan banyak pihak dalam praktik ilegal tersebut.
Asep menegaskan bahwa KPK berkomitmen untuk membersihkan institusi mereka dari praktik-praktik pungli ini dan menjadikan penyidikan kasus ini sebagai momen bersih-bersih di KPK.
Pungli di Rutan KPK Dibayar Setiap Bulan oleh Para Tahanan
KPK masih mendalami kasus pungutan liar atau pungli yang terjadi di rumah tahanan (rutan) KPK. Dalam penelusuran KPK, terungkap bahwa tindakan pungli tersebut dibayar setiap bulan oleh para tahanan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa setoran pungli tersebut berkisar antara dua juta hingga puluhan juta rupiah per bulannya dan dikirim melalui rekening yang terkait dengan oknum pegawai rutan KPK.
Pelaku juga menggunakan tiga lapis rekening agar transaksi tersebut sulit terlacak. Setoran pungli ini memberikan fasilitas tambahan bagi para tahanan, seperti akses untuk memegang handphone, mendapatkan makanan dan minuman tambahan dari keluarga, serta keringanan dalam kegiatan rutin di rutan.
Ghufron juga menekankan bahwa pihak yang membayar pungli tidak diperintahkan untuk melakukan tugas-tugas tertentu, seperti membersihkan kloset, menunjukkan bahwa praktik tersebut dilakukan secara sukarela oleh pihak-pihak terlibat.
Kasus pungli di Rutan KPK menimbulkan keprihatinan dan perlu ditindaklanjuti secara tegas oleh KPK sebagai lembaga anti-korupsi yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia.
Praktik pungli semacam ini merusak integritas dan citra lembaga yang berperan dalam penegakan hukum, sehingga penegakan aturan dan keadilan menjadi terancam.
Pemeriksaan terhadap 70 orang saksi merupakan langkah awal dalam proses pengungkapan kebenaran dan menegakkan keadilan dalam kasus ini.
Semoga upaya KPK dalam membersihkan praktik pungli di Rutan KPK dapat menjadi contoh nyata bagi lembaga pemerintahan lainnya dalam menghadapi tantangan korupsi dan memastikan integritas dalam pelayanan publik. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di rumah tahanan di bawah pengelolaannya. Tim KPK telah mengidentifikasi tiga jenis pelanggaran pidana yang diduga terjadi dalam kasus ini.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa pelanggaran yang diduga terjadi meliputi suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap para tahanan KPK.
Tujuan dari memberikan uang dalam kasus ini adalah untuk memperoleh fasilitas khusus di dalam rutan, seperti izin penggunaan ponsel oleh tahanan.
Ghufron menyatakan bahwa saat ini KPK masih enggan memberikan rincian terkait identitas pelaku Pungli. Namun, ia menegaskan bahwa KPK tidak akan membiarkan siapapun yang terlibat dalam kasus ini luput dari jeratan hukum.
"Kasus ini akan diselidiki secara menyeluruh, dan tindakan tegas sesuai dengan hukum akan diberlakukan terhadap siapapun yang terlibat, dengan profesionalisme dan transparansi," tegas Ghufron.
Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK telah mengakui adanya tindakan asusila yang terjadi terhadap istri tahanan di dalam rumah tahanan. Kejadian ini kemudian mengungkap skandal pungli yang lebih luas.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris, mengkonfirmasi bahwa skandal pungli terungkap karena adanya kasus tindakan asusila.
Baca juga: Pemerintah Rencanakan Impor KRL Baru dari Jepang untuk Peremajaan PT Kereta Commuter Indonesia
Namun, rincian terkait pelaku dan korban yang terlibat tidak diungkap oleh Syamsuddin. Petugas yang terlibat dalam kasus ini telah diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai upaya untuk memberikan sanksi yang pantas atas tindakan yang dilakukan. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Praktik Pungutan Liar (pungli) dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) terus menjadi permasalahan yang meresahkan.
Meskipun Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah melarangnya dan menghadirkan Digital Korlantas Polri untuk penerbitan SIM secara online, keluhan tentang Pungli dalam proses pembuatan SIM secara langsung (offline) masih sering terdengar.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Kapolri dan ditembuskan kepada Menko Polhukam, Kakorlantas, dan Satgas Saber Pungli, pegiat antikorupsi, Emerson Yuntho, melaporkan adanya biaya pembuatan SIM secara offline di beberapa Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas), Gerai, dan Simling yang melebihi tarif yang telah ditetapkan.
Praktik pungli ini melibatkan jumlah uang yang signifikan, dan jika diterapkan oleh ratusan atau ribuan orang setiap harinya di seluruh Indonesia, maka jumlah pungli yang terkumpul akan mencapai angka yang sangat besar.
Surat tersebut juga menyoroti beberapa kasus konkret, seperti pengemudi ojek online yang harus membayar biaya perpanjangan SIM yang melebihi tarif yang seharusnya.
Selain itu, terdapat keluhan tentang disparitas biaya kesehatan dan psikologi antara tempat satu dengan tempat lainnya. Selain pungli, proses pembuatan SIM baru juga masih diwarnai oleh praktik "nembak" dan percaloan, di mana pemohon dapat memperoleh SIM baru tanpa menjalani uji teori dan praktik yang seharusnya.
Semua ini menyebabkan program PRESISI Polri kehilangan presisi dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
Baca juga: Sejarah Warung Kopi Blandongan, Secangkir Inspirasi di Tanah Istimewa – Yogyakarta
Untuk mengatasi masalah ini, Emerson memberikan rekomendasi kepada Kapolri. Rekomendasi tersebut meliputi:
- Memberikan sanksi kepada penanggung jawab di Satpas, Gerai, dan Simling yang terlibat dalam praktik pungli
- Memperkuat fungsi pengawasan
- Melakukan penyempurnaan pada aplikasi SINAR - Digital Korlantas Polri
- Menetapkan biaya tes kesehatan dan psikologis yang seragam
- Serta menerbitkan Surat Edaran yang melarang pembayaran secara tunai tanpa tanda bukti.
Selain itu, sosialisasi mengenai penerbitan SIM secara online dan pelaporan pengaduan kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan.
Didesak oleh pegiat antikorupsi, Polri diharapkan dapat segera mengambil langkah tegas dalam menangani maraknya praktik pungli dalam penerbitan SIM, sehingga masyarakat dapat memperoleh SIM dengan proses yang transparan, adil, dan bebas dari pungli. (*IBs)