Wabah Kolera Merebak di Afrika Selatan: Sepuluh Nyawa Melayang
Pewarta Nusantara, Afrika Selatan - Otoritas kesehatan di provinsi Gauteng, Afrika Selatan, mengumumkan adanya 19 kasus baru Kolera di daerah Hammanskraal, dengan sepuluh di antaranya berakhir dengan kematian.
Dilaporkan bahwa wabah kolera pertama kali muncul di negara tersebut pada bulan Februari setelah penyebaran virus dari Malawi.
Meskipun jumlah kasus kolera secara nasional pada hari Minggu belum jelas, provinsi Gauteng, yang menjadi rumah bagi kota-kota besar seperti Johannesburg dan Pretoria, merupakan daerah yang terdampak paling parah.
Kolera dapat menyebabkan gejala seperti diare akut, muntah, dan kelemahan, serta dapat menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Jika tidak segera diobati, penyakit ini dapat berakibat fatal dalam beberapa jam.
Baca juga: Jepang Pulih dari Resesi dengan Pemulihan Konsumen Pasca COVID yang Lebih Cepat
Kolera adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae.
Penyakit ini biasanya menyebar melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut.
Kolera ditandai oleh gejala-gejala seperti diare akut, muntah, dan dehidrasi yang parah.
Bakteri Vibrio cholerae biasanya hidup di perairan yang tercemar, seperti sungai, dan dapat masuk ke tubuh manusia melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi.
Setelah masuk ke usus, bakteri tersebut mengeluarkan racun yang menyebabkan produksi cairan berlebih dalam usus, mengakibatkan diare yang berat.
Diare yang berlebih dapat menyebabkan dehidrasi yang cepat dan serius, yang jika tidak segera diobati, dapat berakibat fatal.
Kolera dapat menyebar dengan cepat dalam populasi yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap air bersih dan sanitasi yang baik.
Wabah kolera sebelumnya terjadi di Afrika Selatan pada tahun 2008/2009, di mana terdapat sekitar 12.000 kasus yang dilaporkan setelah adanya wabah di negara tetangganya, Zimbabwe.
Hal ini menyebabkan lonjakan kasus impor dan penularan lokal di Afrika Selatan.