BBM
Pewarta Nusantara, Internasional - Menteri Tenaga dan Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera, mengumumkan bahwa negara tersebut akan kembali menaikkan kuota bahan bakar untuk kendaraan mulai bulan depan.
Keputusan ini diambil setelah dilakukan evaluasi terhadap stok dan kebutuhan bahan bakar, seperti yang dilansir oleh Xinhua News.
Dalam keterangannya kepada media, Menteri Wijesekera menyatakan bahwa pihaknya telah meninjau rencana dan pasokan kargo bahan bakar untuk enam bulan ke depan bersama Ceylon Petroleum Corporation.
Dalam prosesnya, mereka juga mengulas beberapa aspek, termasuk impor bahan bakar, operasi kilang, usulan peningkatan kapasitas kilang, kuota penggunaan bahan bakar (QR), kapasitas penyimpanan, otomatisasi sistem pengelolaan stok, perjanjian dengan stasiun bahan bakar, serta distribusi bahan bakar.
Sri Lanka sebelumnya telah memperkenalkan kuota bahan bakar mulai tahun sebelumnya sebagai respons atas kesulitan dalam membeli bahan bakar dengan jumlah yang memadai akibat kekurangan cadangan devisa.
Sejak itu, negara tersebut telah dua kali menaikkan kuota bahan bakar pada tahun ini untuk mencoba mengatasi masalah ketersediaan dan kebutuhan energi di dalam negeri.
Kebijakan peningkatan kuota bahan bakar ini tentunya menjadi langkah strategis bagi pemerintah Sri Lanka untuk mengatasi tantangan dalam sektor energi di negaranya.
Dengan meninjau dan memperbarui rencana impor dan pasokan bahan bakar, serta berbagai aspek terkait lainnya, diharapkan Sri Lanka dapat mengurangi ketergantungannya pada impor bahan bakar dan meningkatkan ketahanan energi dalam jangka panjang.
Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat memperkuat sektor transportasi dan mendukung mobilitas masyarakat serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Baca Juga; Pemerintah Menegaskan Pentingnya Investasi Pendidikan melalui Beasiswa LPDP
Namun, tetap perlu adanya kebijakan yang berkelanjutan dan berbasis data dalam mengatur penggunaan bahan bakar di Sri Lanka.
Dengan memperhatikan perkembangan tren energi global dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih efisien, Sri Lanka dapat mengarahkan langkahnya menuju keberlanjutan energi dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dalam sektor energi.
Semoga kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat memberikan dampak positif bagi negara dan masyarakatnya dalam mencapai ketahanan energi yang lebih baik dan berkelanjutan. (*Ibs)
Pewarta Nusantara - Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), memberikan pandangannya mengenai beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menurutnya tidak pantas untuk dilanjutkan.
Salah satunya adalah kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang masih dilakukan oleh pemerintah. Menurut JK, kebijakan subsidi BBM sebaiknya tidak dilanjutkan di masa mendatang.
"Kalau dari sisi pemerintah dan tentu berpengaruh ke ekonomi nasional, pemerintah harus punya daya beli yang kuat. Karena itu, pemerintah seharusnya mengurangi dampak subsidi yang tidak perlu," kata JK dalam sesi Nation Hub, CNBC Indonesia (19/5).
Menurut JK, subsidi BBM sebenarnya dapat diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu, namun tidak perlu dilakukan secara terus-menerus.
Ia berpendapat bahwa masyarakat sebenarnya mampu membeli BBM tanpa adanya subsidi. JK juga mengingatkan pengalaman pada tahun 2005 ketika ia menjabat, di mana kenaikan harga BBM hingga 100% diterima oleh masyarakat.
Selain itu, JK juga mengomentari mengenai nilai ekspor yang meningkat tetapi tidak diikuti dengan peningkatan cadangan devisa.
Ia menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi yang sedang digencarkan oleh pemerintah saat ini sudah tepat, tetapi dampaknya akan lebih maksimal jika melibatkan usaha nasional secara penuh daripada mengandalkan investor asing.
"Pemerintah siapa pun di masa mendatang harus evaluasi ini. Jangan mengikuti kebijakan pemerintah yang sekarang," pungkasnya.
Baca juga: Heboh Isu Data Nasabah BSI Dicuri Lockbit, Ini Hak Nasabah dalam UU PDP
JK menegaskan bahwa kebijakan pemerintah harus terus dievaluasi, dan pemerintahan selanjutnya tidak harus mengikuti apa yang dilakukan saat ini.
Evaluasi terhadap kebijakan yang diambil saat ini harus dilakukan oleh pemerintah di masa mendatang.