Pewarta Nusantara
Menu Kirim Tulisan Menu

BPJS

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Indonesia - Kelas BPJS Kesehatan dikabarkan akan mengalami perubahan yang signifikan.

Menurut laporan CNBC Indonesia, pemerintah telah memutuskan untuk menghapus sistem kepesertaan BPJS Kesehatan mulai tahun ini.

Namun, pelaksanaan rencana ini masih dalam tahap pembahasan antara Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan.

Rencana penghapusan kelas 1, 2, dan 3 dalam layanan kesehatan BPJS Kesehatan akan digantikan dengan satu kelas, yaitu Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Perubahan ini direncanakan akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2026.

Meskipun ada perubahan dalam sistem kelas, besaran iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan dan masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perubahan ini akan berdampak pada peserta BPJS Kesehatan, karena sistem kelas yang baru akan mempengaruhi akses dan pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta.

Diharapkan dengan adanya perubahan ini, akan terjadi peningkatan efisiensi dan kesetaraan dalam layanan kesehatan bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.

Namun, detail lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan dampak dari perubahan ini masih perlu ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

Rencana Perubahan Kelas BPJS
Rencana perubahan sistem kelas BPJS Kesehatan telah menjadi isu yang diperbincangkan sejak awal tahun.

Menurut laporan dari CNBC Indonesia, pemerintah telah memutuskan untuk menghapus sistem kelas kepesertaan BPJS Kesehatan mulai tahun ini.

Sebagai pengganti sistem kelas, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengumumkan rencana penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang direncanakan akan berlaku mulai tahun ini.

Rencananya, sistem KRIS akan menghapus perbedaan antara ruang rawat inap kelas 1, 2, dan 3 dalam layanan BPJS Kesehatan.

Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menolak definisi KRIS yang diungkapkan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Anggota DJSN, Raden Harry Hikmat.

Ali berpendapat bahwa penerapan konsep satu kelas dengan satu tarif iuran peserta akan melanggar prinsip dasar asuransi sosial yang didasarkan pada gotong royong.

Ali juga menyatakan bahwa standarisasi iuran dan tarif peserta dapat menghilangkan unsur gotong royong dalam pembiayaan layanan kesehatan di rumah sakit.

Menurutnya, asuransi sosial harus didasarkan pada saling membantu, di mana baik orang kaya maupun miskin membayar iuran yang sama.

Ali meragukan apakah anggaran pemerintah cukup untuk menaikkan besaran iuran yang ditanggung oleh Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam cakupan BPJS Kesehatan.

Perdebatan antara pemerintah dan BPJS Kesehatan mengenai perubahan sistem kelas ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan sosial.

Keputusan akhir dan dampak dari rencana perubahan ini masih perlu ditindaklanjuti oleh pihak terkait.
Uji Efektifitas Sistem KRIS
BPJS Kesehatan telah melaksanakan uji coba sistem KRIS di beberapa rumah sakit di Indonesia, seperti yang dilansir dari Kompas.

Komisi Kebijakan Umum DJSN, Mickael Bobby Hoelman, menjelaskan bahwa pada tahun 2022 telah dilakukan uji coba sistem ini di lima rumah sakit umum pemerintah (RSUP).

RSUP Kariadi Semarang, RSUP Surakarta, RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP Dr. Johannes Leimena Ambon, dan RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang adalah beberapa rumah sakit yang terlibat dalam uji coba ini.

Uji coba tersebut dilakukan dengan menerapkan kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.

Hal ini menunjukkan upaya BPJS Kesehatan untuk mengimplementasikan sistem KRIS dan menguji keefektifannya dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.

Uji coba ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang potensi perubahan sistem kelas BPJS Kesehatan dan dampaknya pada peserta dan penyedia layanan kesehatan.
12 Kriteria Sarpras Kelas Rawat Inap
Berikut adalah daftar 12 kriteria sarana dan prasarana kelas rawat inap standar:

  1. Bangunan dengan tingkat porositas rendah.
  2. Ventilasi udara yang memenuhi standar pertukaran udara minimal 6 kali per jam.
  3. Pencahayaan ruangan sesuai standar, yaitu 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
  4. Kelengkapan tempat tidur, termasuk adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
  5. Adanya nakas per tempat tidur.
  6. Kemampuan ruangan untuk mempertahankan suhu antara 20°C hingga 26°C.
  7. Pembagian ruangan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit.
  8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
  9. Penggunaan tirai atau partisi dengan rel yang dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
  10. Adanya kamar mandi dalam ruang rawat inap.
  11. Kamar mandi yang sesuai dengan standar aksesibilitas.
  12. Tersedia outlet oksigen.

Dalam penerapannya, RSUP yang menjadi penyelenggara uji coba harus memenuhi minimal 9 kriteria dari 12 kriteria tersebut.

Baca juga: Penyakit Sifilis: Definisi, Gejala, Penyebab, dan Pencegahannya

Penerapan kelas rawat inap standar bertujuan untuk meningkatkan mutu dan keadilan pelayanan jaminan kesehatan nasional, sehingga peserta BPJS Kesehatan dapat menerima pelayanan kesehatan yang setara dan bermutu di berbagai rumah sakit.

Standar ini memberikan pedoman yang jelas bagi rumah sakit dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang memadai dan memberikan perlindungan kepada peserta BPJS Kesehatan.