Pewarta Nusantara
Menu CV Maker Menu

COVID-19

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - Indonesia Bersiap Masuki Fase Endemi COVID-19: Presiden Jokowi Siap Cabut Status Pandemi dalam Waktu Dekat!.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa Indonesia akan segera memasuki fase Endemi Covid-19, dengan rencana pencabutan status pandemi dalam waktu dekat.

Dalam keterangan resminya, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa rapat terkait Pandemi Covid-19 telah dilakukan, namun masih ada beberapa kajian yang perlu diselesaikan sebelum pengumuman resmi dapat dilakukan.

Presiden Jokowi menekankan pentingnya menyediakan informasi terperinci mengenai jumlah kasus aktif Covid-19, serta pencapaian dalam program vaksinasi.

Meskipun tanggal pasti pengumuman belum dipastikan, namun keputusan akan segera diambil.

Sebelumnya, rapat mengenai pencabutan status pandemi dilakukan di Istana dan dihadiri oleh sejumlah menteri. Evaluasi terhadap berbagai aspek terkait pandemi telah dilakukan oleh pemerintah, dan keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Jokowi.

Baca juga: Darurat Rabies di Kalimantan Barat: 1.931 Kasus Terdaftar, 11 Korban Meninggal Dunia!

Pandemi Covid-19 telah melanda Indonesia sejak Maret 2020 ketika dua kasus pertama ditemukan di Jakarta. Selama lebih dari dua tahun, berbagai pembatasan sosial telah diberlakukan sebagai upaya untuk mengendalikan penyebaran virus.

Pada Desember 2022, Presiden Jokowi mengumumkan pelonggaran pembatasan sosial, yang mengindikasikan langkah-langkah dalam menghadapi pandemi tersebut. (*IBs)

Ardi Sentosa Ardi Sentosa
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - Keputusan Presiden Terkait Status Pandemi COVID-19 Akan Segera Diumumkan: Apresiasi WHO untuk Penanganan Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan mengenai status Pandemi Covid-19 di Indonesia.

Meskipun rincian keputusan tersebut belum diungkap secara detail, Budi menyebut bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan apresiasi atas penanganan yang baik di Indonesia.

Budi menjelaskan bahwa pertemuan dengan WHO bulan lalu memberikan pengakuan terhadap langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi.

Keputusan Presiden ini didasarkan pada laporan perkembangan data pandemi dari sejumlah menteri.

Meskipun status pandemi mungkin akan mengalami perubahan, Budi menekankan pentingnya kesadaran bahwa virus Corona akan tetap ada.

Oleh karena itu, masyarakat perlu terus belajar untuk hidup dengan Covid-19 dan memahami langkah-langkah yang harus diambil jika terpapar, termasuk pengetahuan tentang obat dan vaksin.

Baca juga: Kritik Ratna Juwita terhadap Subsidi Kendaraan Listrik: Perlu Fokus pada Energi Bersih

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga menyampaikan bahwa pemerintah segera akan mendeklarasikan perubahan status Covid-19 dari pandemi menjadi endemi, sejalan dengan pencabutan status darurat kesehatan global oleh WHO.

Namun, langkah ini akan dilakukan setelah WHO mencabut status darurat tersebut. Keputusan Presiden mengenai status pandemi ini sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia, karena akan mempengaruhi kebijakan dan langkah-langkah yang diambil dalam menangani Covid-19.

Apresiasi dari WHO juga menjadi dorongan positif bagi upaya penanganan yang dilakukan di tanah air. (*Ibs)

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara, Jakarta - Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-115 merupakan momen yang tepat untuk membangun semangat kebangkitan bersama pasca pandemi COVID-19.

Harkitnas ke-115 merupakan peringatan pertama setelah World Health Organization (WHO) mencabut status darurat kesehatan global untuk COVID-19 pada 5 Mei 2023.

Dalam amanat upacara peringatan Harkitnas ke-115, yang dibacakan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika (Plt Menkominfo) Mahfud MD menyampaikan pentingnya memaknai peringatan ini sebagai upaya bersama untuk membangun semangat kebangsaan pasca pandemi.

Mahfud juga menyebutkan betapa Indonesia patut bersyukur karena berhasil melewati dan bangkit dari krisis akibat pandemi COVID-19 selama tiga tahun terakhir.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari kolaborasi seluruh komponen bangsa yang bahu-membahu menerapkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam menghadapi berbagai krisis global.

Mahfud juga menyoroti peran Indonesia dalam forum-forum internasional sebagai bukti kebangkitan bangsa di tengah krisis dunia.

Baca juga: Lagi, Satgas BLBI Sita Harta PT Putra Surya Perkasa Intiutama

Pada tahun 2022, Indonesia memegang presidensi G20 dan pada tahun 2023 memegang keketuaan ASEAN.

Hal ini menunjukkan upaya Indonesia dalam menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan yang penting dan relevan dalam merespons tantangan regional dan global serta memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia.

Upacara peringatan Harkitnas ke-115 Tahun 2023 diikuti oleh seluruh pegawai dan pejabat di lingkungan lembaga kepresidenan, di mana mereka diberikan kesempatan untuk merayakan dan memaknai Hari Kebangkitan Nasional sebagai momen untuk terus bekerja keras, cerdas, dan bersama-sama menuju kemandirian dan kemajuan bangsa.

Dalam menyambut era pascapandemi COVID-19 dan perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, tingginya kepercayaan dunia terhadap Indonesia menjadi momentum bagi implementasi semangat kebangkitan nasional.

Mahfud mengajak seluruh komponen bangsa untuk terus mempertahankan semangat kebangkitan nasional, menjaga kerja keras, cerdas, dan kerjasama, demi mencapai kemandirian dan kemajuan bangsa yang berkelanjutan.

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara - Pada kuartal pertama, perekonomian Jepang berhasil keluar dari Resesi dan tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Pemulihan ini didorong oleh konsumsi yang pulih setelah pandemi COVID-19, yang berhasil mengatasi hambatan global dan memberikan harapan akan pemulihan yang berkelanjutan.

Meskipun demikian, tanda-tanda perlambatan pertumbuhan di Amerika Serikat, Eropa, dan China menimbulkan ketidakpastian terhadap prospek Ekonomi Jepang yang bergantung pada ekspor.

Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa cepat bank sentral dapat menghentikan program stimulus besar-besaran.

Menurut Yoshiki Shinke, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute, konsumsi akan terus menjadi pendorong pertumbuhan, terutama dengan penghapusan pembatasan COVID-19 yang meningkatkan pengeluaran di sektor pariwisata dan layanan.

Namun, pemulihan ekonomi diperkirakan akan berjalan moderat karena permintaan luar negeri yang lemah akan memberikan beban pada sektor ekspor. Ini menciptakan dinamika antara permintaan domestik yang kuat dan ekspor yang melambat.

Data pemerintah menunjukkan bahwa perekonomian Jepang, sebagai ekonomi terbesar ketiga di dunia, tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan pada Januari-Maret.

Angka ini jauh melampaui perkiraan pasar yang sebesar 0,7% dan menandai pertumbuhan pertama setelah tiga kuartal sebelumnya mengalami penurunan. Sebelumnya, terjadi kontraksi dua kuartal berturut-turut, yang memenuhi definisi resesi teknis.

Konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah dari ekonomi Jepang, tumbuh sebesar 0,6% pada Januari-Maret dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Pemulihan ini terjadi karena negara tersebut mulai membuka diri setelah pandemi, yang mendorong belanja di sektor layanan. Pertumbuhan ini melampaui perkiraan yang sebesar 0,4%.

Selain itu, belanja modal juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik daripada yang diharapkan, dengan peningkatan sebesar 0,9% pada kuartal tersebut, mengalahkan perkiraan penurunan sebesar 0,4%.

Penguatan permintaan domestik berhasil menyeimbangkan pelemahan sektor ekspor, yang mengalami penurunan sebesar 4,2% pada Januari-Maret.

Ini merupakan penurunan pertama dalam enam kuartal. Permintaan eksternal, atau ekspor bersih, turun sebesar 0,3 poin persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang menunjukkan tekanan yang dihadapi produsen akibat melambatnya pertumbuhan di luar negeri.

Namun, permintaan global yang belum kuat mengakibatkan pelemahan dalam sektor ekspor. Produksi industri juga mengalami penurunan, sehingga sektor manufaktur tidak diharapkan tampil dengan baik dalam waktu dekat, menurut Toru Suehiro, seorang ekonom di Daiwa Securities.

Selain itu, kenaikan biaya bahan bakar dan makanan juga dapat mempengaruhi konsumsi jika kenaikan upah tidak diimbangi. Meski inflasi konsumen Jepang telah melampaui target bank sentral sebesar 2%, remunerasi penerima upah yang disesuaikan dengan inflasi mengalami penurunan sebesar 2,3% pada Januari-Maret dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Angka ini lebih tinggi daripada penurunan sebesar 1,8% pada kuartal sebelumnya, yang menunjukkan beban yang semakin berat bagi rumah tangga akibat kenaikan biaya hidup.