Kementerian Agama
Pewarta Nusantara, Nasional - Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas melaporkan sejumlah masalah terkait layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina kepada Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Taufiq F Al Rabiah.
Pertemuan khusus antara keduanya dilakukan sebelum menghadiri Hafl al-Haj al-Khitamy 1444 Hijriah, acara perayaan puncak haji di Kantor Kementerian Haji dan Umrah di Makkah.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, menjelaskan bahwa layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina sepenuhnya menjadi tanggung jawab mashariq dan pihak Saudi.
Dalam laporan pers, Hilman menyampaikan bahwa Menteri Agama telah mengungkapkan sejumlah masalah yang timbul kepada Menhaj Saudi terkait keterlambatan pemberangkatan jemaah dari Muzdalifah ke Mina.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh jemaah haji Indonesia adalah keterlambatan pemberangkatan dari Muzdalifah ke Mina, yang menyebabkan jemaah merasa kepanasan.
Mashariq, yang bertanggung jawab dalam mobilisasi jemaah, tidak dapat memenuhi target untuk segera membawa jemaah haji Indonesia dari Muzdalifah ke Mina.
Masalah lainnya terjadi di Mina, di mana sanitasi di beberapa maktab yang ditempati oleh jemaah haji Indonesia sangat buruk.
Terdapat keluhan mengenai air bersih yang tidak keluar di dapur, menyebabkan keterlambatan dalam penyiapan dan distribusi makanan.
Hilman menegaskan bahwa semua masalah yang terjadi di Muzdalifah dan Mina telah disampaikan kepada Menhaj Saudi, dan Menhaj Taufiq telah mendengar sejumlah persoalan yang dialami oleh jemaah haji Indonesia.
Menteri Haji akan melakukan perbaikan dan berkomitmen untuk mencegah terulangnya masalah tersebut. Acara Hafl al-Haj al-Khitamy 1444 H, yang juga dihadiri oleh Sekjen Kemenag Nizar Ali, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, dan Irjen Kemenag Faisal AH, merupakan momen penting dalam menyampaikan laporan dan diskusi terkait pelayanan haji kepada para pejabat terkait dari Arab Saudi. (*Ibs)
Baca Juga: Israel Setuju Beli 25 Jet Tempur F-35 Baru dari Amerika
Pewarta Nusantara, Jakarta -Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan bahwa tanggal 1 Zulhijah 1444 Hijriyah akan jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023. Dengan demikian, Hari Raya Iduladha 1444 H akan dirayakan pada Kamis, 29 Juni 2023.
Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi, mengumumkan hasil Sidang Isbat (Penetapan) Awal Zulhijah yang dilaksanakan di Jakarta.
"Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa tanggal 1 Zulhijah tahun 1444 Hijriah ditetapkan jatuh pada Selasa tanggal 20 Juni 2023," ujarnya.
Penetapan ini berdasarkan laporan Direktur Urusan Agama Islam (Urais) Kemenag, yang menginformasikan bahwa ketinggian hilal di seluruh Indonesia berada di atas ufuk, meskipun masih di bawah kriteria imkanur rukyat yang ditetapkan MABIMS.
Data dari Tim Hisab Rukyat Kemenag menunjukkan bahwa ketinggian hilal di wilayah Indonesia berkisar antara 0° 11,78' hingga 2° 21,57', dengan sudut elongasi antara 4,39° hingga 4,93°.
Namun, posisi hilal tersebut belum memenuhi Kriteria Baru MABIMS yang mensyaratkan ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Selain itu, Kemenag juga telah melakukan pemantauan atau rukyatul hilal di 99 titik di Indonesia. Namun, tidak ada satupun pemantau yang melaporkan pengamatan terhadap hilal.
Sidang isbat Awal Zulhijah 1444 H dihadiri oleh perwakilan Mahkamah Agung, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Duta Besar negara sahabat.
Baca juga: Pertemuan AHY dan Puan: Politik Rekonsiliasi dan Kedekatan Personal
Hadir pula perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Institut Teknologi Bandung (ITB), Planetarium, pakar falak dari ormas Islam, lembaga dan instansi terkait, pimpinan ormas Islam, serta Pondok Pesantren.
Dengan penetapan resmi ini, umat Muslim di Indonesia dapat mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Raya Iduladha yang jatuh pada 29 Juni 2023. Semoga perayaan ini membawa kebahagiaan dan keberkahan bagi semua umat Muslim di tanah air. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Penetapan tanggal 1 Dzulhijjah 1444 Hijriyah untuk Hari Raya Idul Adha kembali mengalami perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Zulhijjah 1444 Hijriyah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023, sementara Muhammadiyah menetapkan tanggal tersebut jatuh pada Senin, 19 Juni 2023.
Perbedaan ini juga berdampak pada pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1444 H, di mana pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) merayakannya pada Kamis, 29 Juni 2023, sedangkan Muhammadiyah merayakannya sehari sebelumnya, pada 28 Juni 2023.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi berharap agar perbedaan ini tidak menonjolkan perbedaan di antara mereka yang merayakan Idul Adha.
Menurutnya, perbedaan ini harus disikapi dengan sikap toleransi dan saling menghargai untuk mencari titik temu persamaan yang dimiliki.
Zainut menegaskan bahwa perbedaan yang terjadi bukanlah untuk saling mencaci, melainkan perbedaan tersebut perlu dihadapi dengan sikap tasamuh dan toleransi.
Muhammadiyah mengusulkan agar libur Idul Adha ditetapkan selama dua hari sebagai langkah mengantisipasi perbedaan penetapan hari raya antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Usulan ini disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Dia berharap agar usulan ini dapat disetujui oleh pemerintah sehingga umat Muhammadiyah dapat melaksanakan salat Id dengan tenang dan khusyuk.
Namun, keputusan mengenai opsi libur selama dua hari tersebut masih dalam tahap pembahasan oleh pemerintah.
Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi menyampaikan bahwa opsi libur selama dua hari untuk Idul Adha 2023 belum diputuskan oleh pemerintah.
Meskipun begitu, Menteri Agama Yaqut Cholil Basa mendengarkan aspirasi yang disampaikan masyarakat dan sedang berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait.
Keputusan mengenai libur bukan merupakan kewenangan Kementerian Agama, namun pihaknya berikhtiar untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan akan membawa masalah ini dalam rapat binmas yang lebih luas.
Sementara itu, belum ada arahan dari Presiden Joko Widodo terkait cuti bersama untuk merespons usulan tersebut. Perbedaan penetapan tanggal Hari Raya Idul Adha antara Muhammadiyah dan pemerintah menimbulkan beberapa pertimbangan dan reaksi dari berbagai pihak. Hal ini mengundang diskusi tentang harmonisasi dalam perayaan hari raya keagamaan di Indonesia.
Pemerintah dan Kementerian Agama bertanggung jawab atas penetapan tanggal Hari Raya Idul Adha berdasarkan metode hisab dan rukyat yang dipercaya untuk menentukan awal bulan Hijriyah.
Namun, perbedaan dalam penentuan ini tidak jarang terjadi dalam sejarah Indonesia. Meskipun ada perbedaan pendapat, baik Muhammadiyah, NU, maupun pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kerukunan antarumat beragama.
Dalam menghadapi perbedaan ini, penting bagi masyarakat untuk menjaga sikap saling menghargai dan mengedepankan toleransi.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menekankan pentingnya mencari titik temu persamaan dalam perbedaan yang ada. Sikap tasamuh dan toleransi harus diterapkan agar perbedaan dalam penetapan tanggal tidak menjadi sumber konflik atau perpecahan.
Muhammadiyah mengusulkan agar libur Idul Adha ditetapkan selama dua hari sebagai langkah praktis untuk mengakomodasi perbedaan tersebut.
Usulan ini muncul dengan tujuan agar umat Muhammadiyah dapat merayakan Hari Raya Idul Adha dengan lebih khidmat tanpa harus terganggu dengan kewajiban bekerja.
Namun, keputusan mengenai libur tersebut masih dalam proses pembahasan oleh pemerintah dan belum ada arahan resmi terkait hal ini.
Pemerintah, termasuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, menyatakan perlunya pertimbangan yang matang dalam menetapkan kebijakan libur.
Faktor-faktor seperti efektivitas pelayanan publik, keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan sosial, serta arahan presiden menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan.
Perbedaan penetapan tanggal Hari Raya Idul Adha memperlihatkan dinamika dan kompleksitas dalam menjaga keharmonisan dan pluralitas di Indonesia.
Namun, melalui dialog dan kerjasama antara Muhammadiyah, NU, dan pemerintah, diharapkan dapat ditemukan solusi yang terbaik untuk kepentingan umat Islam dan masyarakat secara keseluruhan.
Semua pihak perlu berupaya untuk memperkuat toleransi, saling menghormati, dan memperdalam pemahaman tentang pentingnya kerukunan beragama dalam menjaga keberagaman yang ada di Indonesia. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) memberikan penekanan pada penerapan "4 Pasti" dalam melayani Jemaah Lansia yang berangkat haji.
Jumlah jemaah lansia yang berangkat tahun ini mencapai lebih dari 66 ribu orang atau sekitar 30% dari kuota Jemaah Haji Indonesia.
Menurut Kemenag, penting bagi seluruh petugas haji, Kepala Rombongan, dan Kepala Regu untuk memastikan penerapan 4 pasti ini.
"Pertama, harus memastikan jemaah lansia mendapatkan pendampingan. Panitia sudah menyiapkan pendamping lansia, baik di kamar maupun di luar kamar dalam lingkungan hotel," kata Koordinator Media Center Haji (MCH) PPIH Pusat, Dodo Murtado.
Dodo juga menekankan pentingnya memberikan jemaah lansia asupan gizi makanan dan minuman yang cukup. Petugas haji diharapkan memonitor dan membantu lansia agar mereka dapat makan dan minum sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Selain itu, petugas juga harus memastikan jemaah lansia mengonsumsi obat-obatan mereka sesuai dosis yang telah ditentukan.
Keempat, jemaah lansia harus diberikan waktu istirahat yang cukup. Kondusifitas lingkungan di kamar perlu dijaga agar jemaah lansia dapat beristirahat dengan nyaman.
Selain itu, partisipasi dan kepedulian jemaah lainnya juga diharapkan dalam menjaga dan memperhatikan kesejahteraan jemaah lansia.
Baca juga: Pembangunan Infrastruktur IKN Mendapat Apresiasi Tinggi dari MenPAN RB
Kementerian Agama juga telah meluncurkan kanal pengaduan bernama "Jemaah Lapor Gusmen" yang bertujuan untuk memudahkan jemaah haji dalam menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi selama menjalani ibadah haji di Arab Saudi.
Jemaah haji dapat mengakses kanal pengaduan ini melalui aplikasi PUSAKA Superapps atau website resmi Kemenag.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga tanggal 11 Juni 2023, jumlah total kedatangan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi mencapai 127.182 orang atau sebanyak 330 kelompok terbang. Namun, terdapat juga beberapa kasus kematian di antara jemaah haji.
"Jumlah jemaah dan petugas yang diberangkatkan hari ini dari Madinah ke Mekkah sebanyak 6.019 orang atau 16 kloter. Adapun total Jemaah Haji yang masih berada di Madinah sampai hari ini sebanyak 35.869 jemaah yang tergabung dalam 94 kloter," jelas Dodo.
Meskipun terdapat beberapa kasus kematian, Kementerian Agama memastikan bahwa jemaah yang wafat akan dibadalhajikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (*Ibs)
Kemenag Buka Seleksi Beasiswa Kuliah di Maroko 2023: Peluang Emas bagi Calon Mahasiswa dari 15 PTKIN
Pewarta Nusantara - Kementerian Agama (Kemenag) kembali memberikan kesempatan kepada para calon mahasiswa Indonesia untuk meraih Beasiswa kuliah di Maroko.
Kerjasama antara Kemenag dan Moroccan Agency for International Cooperation (AMCI) melalui Kedutaan Maroko memungkinkan tersedianya 30 kuota beasiswa tahun ini.
M Ali Ramdhani, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, mengumumkan bahwa periode pendaftaran seleksi bagi calon penerima Beasiswa Kuliah di Maroko akan berlangsung mulai 15 hingga 23 Mei 2023.
Beasiswa ini terbuka bagi lulusan Madrasah Aliyah, Pendidikan Diniyah Formal Ulya, dan Satuan Pendidikan Muadalah di Indonesia.
Proses seleksi calon mahasiswa penerima beasiswa ini akan dilakukan oleh Konsorsium Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) yang berada di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Dengan adanya kesempatan ini, para calon mahasiswa Indonesia memiliki peluang emas untuk melanjutkan studi ke Maroko dan mendapatkan pengalaman akademik yang berharga di luar negeri.
Dalam seleksi ini, terlibat 15 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang termasuk dalam program beasiswa tersebut. PTKIN-PTKIN tersebut antara lain UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan lain sebagainya.
Berikut adalah daftar 15 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang terlibat dalam seleksi beasiswa kuliah di Maroko 2023:
- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
- UIN Alauddin Makassar
- UIN Sumatera Utara Medan
- UIN Ar Raniri Banda Aceh
- UIN Antasari Banjarmasin
- UIN Sunan Ampel Surabaya
- UIN Sunan Gunung Djati Bandung
- UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
- UIN Mataram
- UIN Imam Bonjol Padang
- UIN Raden Intan Lampung
- UIN Walisongo Semarang
- UIN Sulthan Thaha Saefuddin Jambi
Dalam seleksi beasiswa ini, calon mahasiswa dari PTKIN-PTKIN tersebut memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi di Maroko dan mendapatkan dukungan penuh dari Moroccan Agency for International Cooperation (AMCI) melalui Kedutaan Maroko.
Petunjuk teknis seleksi diberikan melalui aplikasi Pusaka Kementerian Agama, yang dapat diunduh melalui Play Store dan iOS. Proses verifikasi dan validasi dokumen dilakukan pada periode 16 hingga 24 Mei 2023.
Peserta yang lolos seleksi administrasi akan menerima akun virtual pada 24 Mei 2023, dan pengumuman calon peserta akan dilakukan pada 27 Mei 2023.
Seleksi calon penerima beasiswa ini akan dilakukan melalui Tes Berbasis Komputer (CBT) dan wawancara. Tes CBT akan dilaksanakan pada 28 Mei 2023, dengan simulasi CBT yang akan dilakukan sehari sebelumnya.
Pengumuman peserta yang lolos CBT akan dilakukan pada 29 Mei 2023. Wawancara akan dilaksanakan pada 3 hingga 4 Juni 2023, dan pengumuman peserta yang lulus akan dilakukan pada 9 Juni 2023.
Dari seluruh peserta, akan dipilih 30 calon penerima beasiswa yang akan mewakili Indonesia dalam program beasiswa AMCI tahun 2023-2024.
Calon penerima beasiswa ini juga harus melengkapi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Ini merupakan kesempatan emas bagi para calon mahasiswa Indonesia untuk meraih pendidikan tinggi di Maroko dengan dukungan penuh dari Kemenag.