Menko Polhukam
Pewarta Nusantara, Nasional - Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan bahwa kasus dugaan penodaan agama yang melibatkan terlapor pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang, masih dalam proses hukum.
Menurutnya, penting untuk menjalankan proses hukum dengan hati-hati dan tanpa terburu-buru. Mahfud menjelaskan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus tersebut telah dikeluarkan, namun proses hukum harus tetap dilakukan dengan kehati-hatian.
Tindakan hukum yang lebih konkret seperti pemanggilan, penahanan, dan pengajuan lainnya perlu dilakukan dengan lebih berhati-hati.
Selain itu, Mahfud MD juga menyampaikan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan pencucian uang yang terkait dengan rekening Panji Gumilang. Beberapa rekening telah diblokir dalam rangka penyelidikan.
Mahfud menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelamatkan lembaga pendidikan Yayasan Al-Zaytun. Ia menyebut bahwa lembaga tersebut telah menghasilkan banyak individu yang pintar.
Pemerintah bertekad untuk tidak menutup lembaga pendidikan apapun dan akan menunggu perkembangan posisi hukum terkait Panji Gumilang sebelum mengambil langkah selanjutnya dalam menyelamatkan lembaga tersebut. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Nasional - Satgas BLBI akan Diperpanjang, Mahfud MD Mengejar Obligor yang Mengemplang.
Menko Polhukam, Mahfud MD, mengumumkan bahwa masa kerja Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan diperpanjang.
Keputusan ini diambil karena pentingnya peran Satgas BLBI dalam menyelesaikan masalah hutang para obligor.
Saat ini, masa kerja Satgas BLBI dijadwalkan berakhir pada akhir tahun ini, namun Mahfud MD tidak merinci hingga kapan perpanjangan akan dilakukan.
Satgas BLBI tidak hanya bertugas dalam proses penagihan, tetapi juga fokus pada penentuan posisi hukum para obligor.
Mahfud MD menegaskan bahwa proses penagihan terhadap para obligor yang mengemplang akan terus dilakukan.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga 30 Mei 2023, Satgas BLBI telah mencatat perolehan aset dan PNBP dengan jumlah 3.980,62 hektar dan perkiraan nilai sebesar Rp30,659 triliun dari target Rp110,45 triliun dari para obligor.
Perpanjangan masa kerja Satgas BLBI merupakan langkah yang penting untuk memastikan bahwa penyelesaian masalah hutang dari para obligor dapat dilakukan dengan efektif.
Satgas BLBI memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa negara tidak dirugikan akibat tindakan wanprestasi para obligor.
Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan bahwa Satgas BLBI akan terus melakukan penagihan kepada para obligor yang masih memiliki hutang yang belum diselesaikan.
Satgas BLBI telah membentuk tim yang berdedikasi dalam menyelesaikan kasus-kasus BLBI. Mereka bekerja secara intensif untuk mengumpulkan informasi, memeriksa dokumen, dan mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan.
Perpanjangan masa kerja Satgas BLBI memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus melanjutkan upaya penagihan yang sedang berjalan dan mengejar para obligor yang masih mengemplang.
Keputusan perpanjangan ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam menyelesaikan kasus BLBI dan mengembalikan dana yang seharusnya menjadi aset negara.
Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penagihan dan memastikan bahwa negara tidak dirugikan lebih lanjut. Dengan adanya perpanjangan masa kerja Satgas BLBI, diharapkan lebih banyak obligor yang bertanggung jawab untuk melunasi hutang mereka kepada negara. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Nasional - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan bahwa Tim Gugus Tugas Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah berhasil mengamankan 698 tersangka kasus TPPO dalam rentang waktu sebulan, mulai dari 5 Juni hingga 3 Juli 2023.
Dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/7), Mahfud menyampaikan bahwa upaya penangkapan ini juga berujung pada penyelamatan 1.943 korban.
"Selama satu bulan, kita telah berhasil menyelamatkan 1.943 korban. Mungkin masih ada banyak korban lain yang belum terbantu, namun ini merupakan pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kurun waktu sebulan," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud MD, kinerja Tim Gugus Tugas Penanganan TPPO dapat dikatakan sangat produktif. Selain itu, penangkapan tersebut juga didukung oleh adanya 605 laporan polisi yang masuk.
Baca Juga: Pemerintah Mengalami Kesulitan dalam Mengungkap Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Mahfud juga menyoroti jenis-jenis kejahatan yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI), seperti praktik penipuan online dalam bentuk perjudian, prostitusi, eksploitasi pekerja kasar di kapal, hingga kasus pekerja rumah tangga yang tidak dibayar dan mengalami perlakuan kekerasan di berbagai negara.
Namun, ia mengungkapkan bahwa pemerintah telah mulai mengatasi masalah tersebut dengan pengawasan yang ketat oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan peningkatan keberangkatan TKI secara legal.
"Dari 1.943 korban TPPO yang berhasil diselamatkan, sebanyak 65,5 persen di antaranya adalah pekerja migran Indonesia (PMI), 26,5 persen merupakan pekerja seks komersial, 6,6 persen terkait eksploitasi anak, dan 1,4 persen bekerja sebagai Anak Buah Kapal," tambah Mahfud MD. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Nasional - Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkapkan bahwa pemerintah menghadapi kesulitan dalam mengungkap dan membuktikan Pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk membawa empat peristiwa ke Pengadilan HAM dengan 35 terdakwa, namun seluruh terdakwa dinyatakan tak bersalah dan bebas.
Menurut Mahfud, kendala utama yang dihadapi adalah sulitnya memperoleh bukti-bukti yang memadai untuk membuktikan pelanggaran HAM di pengadilan.
Dalam kasus-kasus yang telah dicoba dibawa ke Pengadilan HAM, seperti Peristiwa Jejak Pendapat Timor Timur, Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Abepura, dan Peristiwa Paniai, pemerintah menghadapi kesulitan dalam mengumpulkan bukti yang memadai.
Mahfud menjelaskan bahwa pembuktian pelanggaran HAM harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Karena peristiwa-peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang sangat lama, pembuktian secara hukum menjadi semakin sulit.
Baca Juga: Menteri Pertanian: Dampak El Nino Ancam 80% Lahan Pertanian di Indonesia
Sejak 25 tahun reformasi, belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM yang pelakunya dinyatakan bersalah. Menurut Mahfud, hal ini bukan disebabkan oleh ketidakobjektifan hakim atau ketidaksungguhan jaksa, melainkan karena hukum acara yang digunakan oleh Kejaksaan dan Komnas HAM tidak dapat sepenuhnya dipenuhi.
Sebagai upaya penyelesaian, Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian non-yudisial Pelanggaran HAM Berat masa lalu. Tujuan dari pembentukan tim ini adalah untuk memberikan kompensasi kepada para korban pelanggaran HAM berat sambil pengadilan terus mencari para pelaku.
Namun, penyelesaian non-yudisial ini tidak menghapuskan kewajiban penyelesaian secara yudisial. Upaya konkret dalam penyelesaian yudisial akan melibatkan konsultasi dengan DPR RI dan Komnas HAM untuk mencari cara pembuktian terhadap para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.
Dalam konteks ini, Mahfud MD mengajak semua pihak untuk mengambil langkah yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Apabila penyelesaian yudisial tidak memungkinkan, maka kerjasama dengan DPR akan dilakukan untuk mengeksplorasi cara lain dalam mengungkap dan membuktikan pelanggaran HAM berat. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud MD memastikan bahwa utang negara kepada Jusuf Hamka akan diselesaikan, meskipun target waktunya masih dalam tinjauan.
Menurut Mahfud, utang sebesar Rp800 miliar kepada pengusaha jalan tol tersebut merupakan masalah negara yang harus ditangani dengan serius.
"Kita sudah berbicara dan akan menyelesaikannya, karena ini masalah negara yang juga harus diselesaikan," ungkap Mahfud MD setelah Salat Idul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang pada Kamis (29/6).
Dia juga menekankan bahwa negara tidak boleh terburu-buru mengejar orang yang memiliki utang kepada negara, tetapi negara memiliki kewajiban untuk memenuhi utangnya kepada rakyat.
Mahfud MD juga menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada kesempatan untuk bertemu dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, guna membahas utang negara kepada Jusuf Hamka. Pertemuan tersebut masih tertunda karena jadwal Menteri Keuangan yang sibuk di luar negeri.
"Memang, saya sampai hari ini belum ketemu sama Bu Menteri Keuangan sejak bertemu Jusuf Hamka, kenapa? Karena begitu laporan terus Bu Sri Mulyani ke luar negeri, ke London, ke Paris, dan lain-lain, sementara saya kunjungan kerja ke berbagai daerah," jelasnya.
Mahfud menyatakan bahwa akan mencari waktu yang tepat untuk berbicara dan menyelesaikan masalah tersebut, mengingat utang tersebut merupakan masalah keperdataan yang membutuhkan kesepakatan antara pihak-pihak terkait.
"Karena ini hubungan keperdataan, itu utang piutang, nanti selesaikannya tidak usah buru-buru. Dalam arti kita cari waktu yang tepat untuk berbicara," tambahnya. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengumumkan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah program bantuan prioritas untuk membantu memulihkan hak-hak para korban dan keluarga dalam 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Dalam penjelasannya, Mahfud menjelaskan beberapa program bantuan yang akan diberikan, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas yang memberikan akses perawatan gratis di rumah sakit, program beasiswa mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, serta golden visa atau second home visa sebagai bagian dari program bantuan.
Pemenuhan hak-hak para korban akan melibatkan 19 kementerian/lembaga, dengan tujuan untuk memberikan dukungan yang holistik dan menyeluruh.
Di lokasi bekas Rumoh Geudong di Aceh, tempat terjadinya pelanggaran HAM berat, pemerintah juga akan membangun Living Park dan masjid sebagai upaya pemulihan.
Menurut Sesmenko Polhukam Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso, langkah-langkah ini merupakan bagian dari penyelesaian rekomendasi pelanggaran HAM berat secara non-yudisial.
Pemulihan hak-hak individu korban mencakup jaminan kesehatan prioritas, jaminan kesejahteraan prioritas, jaminan pendidikan prioritas, dan rehabilitasi fisik.
Kementerian Kesehatan akan memberikan jaminan kesehatan prioritas, di mana korban dan keluarganya akan dapat mengakses layanan kesehatan tingkat I di rumah sakit milik pemerintah.
Upaya pemerintah ini merupakan langkah penting dalam menghadapi masa lalu dan memastikan bahwa korban pelanggaran HAM berat mendapatkan pemulihan yang mereka butuhkan.
Baca juga: Megawati: Adilkan Pembagian Kekayaan Indonesia
Dukungan dari berbagai kementerian/lembaga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak para korban serta mencegah terulangnya pelanggaran semacam itu di masa depan. (*Ibs)
Pewarta Nusantara, Jakarta - Mahfud MD, Menko Polhukam, mengumumkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menerima rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (Tim PP HAM) pada tanggal 11 Januari 2023.
Presiden Jokowi mengakui dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa. Dalam upaya mencegah pelanggaran serupa di masa depan, pemerintah berkomitmen untuk memulihkan hak-hak para korban.
Kick off program pemulihan ini akan dimulai oleh Presiden Jokowi pada tanggal 27 Juni 2023 di Rumah Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh.
Selain itu, Mahfud juga mengungkapkan bahwa pemulihan hak asasi manusia akan dilakukan di wilayah-wilayah lain dan juga terhadap korban di luar negeri.
Program pemulihan ini melibatkan 19 Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam memberikan dukungan melalui pemenuhan hak-hak konstitusional para korban.
Contohnya, Kementerian Kesehatan akan meluncurkan program Kartu Indonesia Sehat Prioritas yang memberikan akses gratis berobat di rumah sakit, sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memberikan Bea Siswa untuk tingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Kementerian Pertanian akan memberikan bantuan berupa sapi dan traktor, sementara Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan fasilitas seperti Golden Visa, Second Home Visa, KITAS/KITAP, dan sebagainya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga akan membangun Living Park yang mencakup Masjid di lokasi Rumah Geudong sesuai dengan permintaan para korban.
Baca juga: Pengawasan Berlapis dalam Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) IKN
Presiden Jokowi akan menandatangani prasasti sebagai simbol komitmen dalam pemulihan hak asasi manusia. Dia juga akan bertemu dan berbicara langsung dengan para korban dan keluarga korban baik secara langsung maupun melalui pertemuan virtual untuk korban di luar negeri dan berbagai daerah di Indonesia. (*Ibs)
Pewarta Nusantara - Menko Polhukam, Mahfud MD, memberikan tanggapannya terkait penetapan tersangka dan penahanan Menkominfo, Johnny G. Plate, dalam kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo.
Mahfud MD menyatakan bahwa langkah tersebut harus dipahami sebagai keharusan hukum, bukan hanya sesuai dengan hukum.
Dalam akun Instagram pribadinya, Mahfud MD menjelaskan bahwa kasus ini telah lama diselidiki dan disidik dengan sangat hati-hati oleh Kejaksaan Agung.
Selama proses tersebut, kehati-hatian sangat diperlukan karena kasus ini seringkali beririsan dengan tudingan politisasi.
Mahfud MD menjelaskan bahwa kesalahan sedikit saja dapat menimbulkan tuduhan politisasi hukum, terutama dalam konteks tahun politik.
Mahfud MD menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tidak akan menetapkan seseorang sebagai tersangka jika tidak memiliki minimal dua alat bukti yang cukup.
Namun, jika sudah terdapat dua alat bukti yang cukup kuat dan penahanan ditunda dengan alasan menjaga kondusifitas politik, hal tersebut bertentangan dengan hukum.
Menurutnya, jika sudah ada cukup dua alat bukti, status hukum seseorang seharusnya ditingkatkan.
Mahfud MD mengajak masyarakat untuk tetap percaya dan menunggu proses peradilan dalam kasus yang dihadapi Johnny G. Plate.
Sebagai Menko Polhukam, ia akan terus memantau dan turut mengawal perkembangan kasus tersebut.
Demikianlah tanggapan Mahfud MD terkait penetapan tersangka dan penahanan Johnny G. Plate. Ia menekankan pentingnya menjalankan proses hukum secara adil dan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada bukti yang cukup.