Pewarta Nusantara
Menu CV Maker Menu

Topan Mocha

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara - Topan Mocha telah melanda Myanmar dengan kekuatan yang menghancurkan, menyebabkan gangguan besar pada komunikasi dan kesulitan dalam mengevaluasi tingkat kerusakan oleh pekerja bantuan.

Topan ini dikatakan sebagai salah satu badai paling kuat yang pernah melanda wilayah tersebut. Daerah yang terkena dampak terutama berada di pantai Negara Bagian Rakhine barat laut dan perbatasan selatan Bangladesh.

Dampak topan ini meliputi pohon tumbang, tiang dan kabel yang roboh, serta gelombang pasang yang menyebabkan banjir di wilayah dataran rendah.

Berdasarkan laporan awal, Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, dilaporkan mengalami kerusakan parah. Namun, penilaian yang lebih jelas masih membutuhkan waktu karena beberapa pulau pesisir kecil sulit dijangkau dan sulit untuk berkomunikasi.

Kerusakan juga terjadi di kotapraja Sittwe, Kyaukpyu, dan Gwa, serta merobek atap gedung olahraga di Kepulauan Coco.

Menara komunikasi yang roboh telah memutuskan layanan internet dan telepon, mempersulit upaya penilaian kerusakan.

Tim darurat dari PBB telah dikerahkan untuk memberikan bantuan, namun situasi yang sulit dan banyaknya pengungsi yang tinggal di tempat penampungan yang tidak kokoh menambah kesulitan dalam merespon bencana ini.

Dalam beberapa hari ke depan, diharapkan adanya penilaian yang lebih rinci terkait kerusakan yang disebabkan oleh Topan Mocha di Myanmar, serta upaya yang diperlukan untuk memulihkan komunikasi dan memberikan bantuan kepada mereka yang terdampak.

Erniyati Khalida Erniyati Khalida
1 tahun yang lalu

Pewarta Nusantara - Ribuan orang di Myanmar dan Bangladesh sedang dalam persiapan evakuasi ketika Topan Mocha semakin mendekat. Topan ini diperkirakan akan membawa angin kencang dengan kecepatan mencapai 175 km per jam saat mencapai daratan pada Minggu (14/5) besok.

Badai saat ini berada di Teluk Benggala dan bergerak menuju utara, dengan perkiraan lintasan melintasi Sittwe di negara bagian Rakhine barat laut Myanmar dan Cox's Bazar di Bangladesh.

Para otoritas telah memperingatkan tentang bahaya banjir, tanah longsor, dan gelombang badai setinggi 2 hingga 2,7 meter.

PBB melaporkan bahwa komunitas yang sudah rentan dan terlantar di Myanmar, terutama mereka yang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Rakhine, menjadi perhatian utama mengingat dampak potensial dari topan ini.

Lebih dari 230.000 orang tinggal di kamp-kamp tersebut yang terletak di daerah pesisir dataran rendah yang rentan terhadap serangan badai.

Selain itu, daerah di jalur badai, termasuk Rakhine dan tiga negara bagian barat laut lainnya seperti Chin, Magway, dan Sagaing, telah menghadapi kondisi krisis dan membutuhkan bantuan kemanusiaan sejak sebelum kedatangan topan.

Myanmar sendiri telah berada dalam krisis sejak Februari 2021 ketika militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang terdiri dari kelompok bersenjata militer dan sipil terlibat dalam pertempuran di beberapa daerah yang sekarang terancam oleh Topan Mocha.

Dalam konflik tersebut, militer menggunakan taktik serupa dengan yang terjadi di Rakhine pada tahun 2017, di mana mereka memaksa ratusan ribu Muslim Rohingya meninggalkan rumah mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh, tinggal di kamp-kamp pengungsi.

Kini, permukiman tersebut juga berada dalam kondisi rentan menghadapi Topan Mocha. Pihak berwenang Bangladesh telah menyiapkan masjid dan kantor di kamp-kamp tersebut sebagai tempat perlindungan dari topan.

Organisasi kemanusiaan seperti UNOCHA dan Federasi Palang Merah Internasional juga bergerak cepat untuk mengirimkan tim dan persiapan bantuan, termasuk makanan, kebutuhan pokok, peralatan penyelamatan, dan bantuan lainnya.

Baca juga: Tragedi Banjir dan Longsor Kongo Timur: 10 Orang Tewas Akibat Bencana Alam

Di tengah situasi ini, Liga Persatuan Arakan (ULA), yang merupakan sayap politik Tentara Arakan, bekerja sama dengan organisasi lain untuk memindahkan mereka yang berisiko ke "daerah aman". ULA, yang mengklaim kendali administratif atas sebagian besar negara bagian Rakhine, berupaya melindungi warga yang terancam oleh konflik dan dampak topan.

Bencana topan bukanlah hal baru bagi Myanmar. Pada tahun 2008, Topan Nargis menyebabkan ribuan kematian dan kerusakan besar di Delta Irrawaddy, bagian selatan Rakhine.

Dalam peristiwa tersebut, pemerintah militer saat itu terpaksa meminta bantuan internasional untuk menghadapi skala kehancuran yang terjadi.

Thant Zaw, seorang penduduk yang telah kehilangan anggota keluarga akibat Topan Nargis, kini memutuskan untuk berlindung di sebuah biara di ibu kota negara bagian, Sittwe.

Dalam kondisi ini, ia berusaha melindungi keluarganya dan berharap tidak kehilangan lebih banyak lagi.

Dalam menghadapi ancaman Topan Mocha, upaya evakuasi dan persiapan bantuan menjadi sangat penting bagi masyarakat yang terdampak.